• Mulai
  • Sebelumnya
  • 18 /
  • Selanjutnya
  • Selesai
  •  
  • Pengunjung: / Download:
Ukuran Ukuran Ukuran
Mengapa Nabi Diutus

Mengapa Nabi Diutus

Indonesia
Mengapa Nabi Diutus Mengapa Nabi Diutus




Judul: Mengapa Nabi Diutus?

Judul asli: Payambari va Payambare Islam

Karya: Ibrahim Amini

Penerjemah: M. Ilyas

Penyunting: Salman Parisi

Diterbitkan oleh Penerbit Al-Huda

PO. BOX. 7335 JKSPM 12073

e-mail: info@icc-jakarta.com

1
Mengapa Nabi Diutus

DAFTAR ISI

" Mukadimah

BAGIAN PERTAMA

" Kenabian (Kenabian Umum)

" Urgensi Kenabian

" Penyusunan Program Kehidupan

" Kemaksuman Para Nabi

" Hikmah Kemaksuman

" Ilmu Para Nabi

" Para Nabi dan Ilmu Gaib

" Hanya Allah-kah yang memiliki Ilmu Transenden?

" Mukjizat: Bukti Kenabian

" Definisi Mukjizat

" Mukjizat Perbuatan Siapa?

" Perbedaan Mukjizat dengan Sihir

" Metode Mengenal Nabi

" Wahyu

" Jumlah Para Nabi

" Misi Para Nabi

" Puncak Misi Para Nabi

" Dua Pandangan Dunia

" Pandangan Dunia Material

" Pandangan Dunia Ilâhiyah

" Pandangan Dunia Para Nabi

" Fondasi Dakwah Para Nabi

" Para Nabi dan Misi Tunggal

" Keteguhan Para Nabi

" Keteguhan Nabi Ibrahim as

" Keteguhan Nabi Musa as

" Keteguhan Nabi Muhammad saw


BAGIAN KEDUA

" Kenabian Khusus Nabi Muhammad saw

" Penetapan Kenabian Muhammad saw

" Jalan Pertama

" Jalan Kedua

" Jalan Ketiga: Nabi saw dan Berita Gembira

" Nabi saw dan Mukjizat

" Al-Quran Mukjizat Abadi

" Segi-segi Kemukjizatan Al-Quran

" Metode Unik

" Ketajaman dalam Penjelasan

" Ayat-ayatnya Tidak Bertentangan

" Berita-berita Gaib

" Muhammad saw Nabi Terakhir

" Ketetapan Hukum-hukum Agama dan Perubahan Kehidupan Manusia

" Kenapa Pengutusan "Nabi Mubalig" Terputus?

" Muhammad saw Sebelum Diangkat Menjadi Nabi(Bi'tsah)

" Agama Muhammad saw Sebelum Bi'tsah

" Pengutusan Nabi saw

" Turunnya Al-Quran dan Penjagaannya

" Kertas Zaman itu

" Kodifikasi Al-Quran

" Tahap Pertama: Di Zaman Rasulullah

" Tahap Kedua: Di Masa Khalifah Abu Bakar

" Kodifikasi Al-Quran Oleh Ali bin Abi Thalib

" Tahap Ketiga: Era Khalifah Usman

" Dimensi Akhlak Nabi saw

" Perilaku Terhadap Umat

" Akhlak Nabi dalam Keluarga

" Hidup Sederhana

" Ibadah Beliau saw

" Akhlak Nabi saw dalam Al-Quran

" Contoh-contoh Sifat Nabi

" Memaafkan Meskipun Mampu Membalas

" Suka Damai dan Toleran

" Dermawan dan Murah Hati

" Tawaduk

" Rutinitas Domestik Nabi saw

" Rutinitas Publik Nabi saw

" Perilaku Nabi di Majelis dan Pertemuan

" Perilaku Nabi terhadap Anggota Majelis

" Perilaku Nabi terhadap Kaum Muda

" Catatan Akhir

" Pustaka

2
Mengapa Nabi Diutus

Mukadimah
Bismillâhirrahmânirrahîm

Alam semesta ini tidak mengada dengan sendirinya. Ia memiliki pen cipta yang Maha Mengetahui lagi Ma habi jak sana. Sang Pen cipta menciptakannya ber dasar kan ilmu kekuasaan kehendak dan hikmah. Dia tidak akan melakukan per bua tan yang batil dan sia-sia.

Penciptaan manusia dan alam ciptaan lain juga tidak sia-sia. Manusia turun ke du nia ini tidak untuk hidup sekali saja; ia ma kan minum dan kawin untuk me menuhi tuntutan syahwatnya kemudian mati dan binasa. Namun Allah Swt Yang Ma habi jaksana menciptakan manusia dengan tujuan yang amat paripurna.

Manusia diciptakan agar mendidik dirinya den gan keimanan amal saleh dan akhlak yang baik mem per siap kan diri untuk kehidupan yang indah dan abadi kelak di alam akhirat.

Oleh karena itu manusia tidak akan musnah-binasa dengan kematian tetapi dari alam dunia ini ia akan berpindah ke alam akhirat. Di alam akhirat ia akan menyaksikan hasil total amal perbuatannya. Manusia yang baik akan menerima pahala kebaikan. Di surga nan tinggi mereka akan hidup dengan jiwa yang sempurna dan bercahaya dan akan memperoleh berbagai macam karunia yang indah dari Tuhan Yang Maha Penyayang. Sedangkan manusia zalim dan buruk perbuatannya akan dihukum. Mereka akan me n erima balasan atas semua perbuatan buruk mereka.

Sebab itu dunia adalah ladang akhirat tempat mem ban- gun dan membina diri. Manusia di dunia ini harus mem persiap kan perbekalan-perbekalan untuk akhirat.

Untuk semua itu terlontar pertanyaan-pertanyaan berikut:

1) Dalam menempuh jalan kebahagiaan dan kesempurnaan untuk menjamin masa depan duniawi dan ukhrawi yang cerah apakah manusia memerlukan program yang sempurna dan komprehensif?

2) Apakah ia sendiri mampu membuat dan menjalankan program tersebut? Ataukah untuk urusan ini ia perlu petunjuk dari Penciptanya?

Jawaban bagi soal pertama tidak perlu penjelasan.

Sebab manusia hidup dalam masyarakat tanpa hukum yang sempurna dan tertulis tidak akan mampu meraih kehidup-an yang bahagia. Untuk itu supaya dapat memenuhi hak-hak tiap individu harus ada hukum yang mencegah pelang garan penyimpangan dan kezaliman sehingga tercipta ke-teraturan dan ketentraman. (sebagaimana kehidupan la hi riah manusia- penerj.). Kehidupan spiritual dan batiniah manusia juga memerlukan program. Untuk membina dan menyucikan diri serta mencapai kebahagiaan ukhrawi maka perlu aturan dan program. Oleh karena itu tak ragu lagi dalam mencapai kebahagiaan duniawi dan ukhrawi manu sia perlu program yang sempurna dan lengkap.

Adapun jawaban bagi soal kedua perlu penjelasan yang lebih banyak dan mau tidak mau kita harus meng gelar pembahasan kenabian urgensi atau perlunya kena bian su paya menjadi jelas.

Mengenai kenabian kami bahas dari dua aspek:

1) Masalah-masalah umum yang berkaitan dengan pokok kenabian yang kami sebut "Kenabian Umum".

2) Masalah-masalah khusus yang berkaitan dengan Nabi Muhammad (saw) yang kami sebut "Kenabian Khu sus".

Dalam buku di hadapan Anda ini kami membahas dan mengulas tentang dua masalah tersebut dalam dua bagian. Yakni bagian pertama adalah masalah universal kenabian. Dan bagian kedua berkaitan dengan Nabi Muhammad saw dan bagaimana pengutusan beliau bagaimana akhlak dan sîrah beliau.

Semoga dengan membaca buku ini dapat mengantar kan kita untuk mengenal kenabian dan melahirkan per hatian kepada akhlak para nabi khususnya Nabi Penutup Muhammad saw.

Qom Tabestan 1383

Ibrahim Amini

3
Mengapa Nabi Diutus

Bagian Pertama

Kenabian (KENABIAN UMUM)

Urgensi Kenabian
Allah Swt menciptakan manusia dalam sebaik-baik rupa. Dia men garu nia kan dan menanam kan kecenderungan ke sempurna an dan kemampuan bergerak manusia menuju kesempurnaan. Manu sia dalam menjalani hidup dan meraih ke ba hagiaan hakiki me mer lu kan jalan dan pe tun juk. Tanpa pe tun juk ia tidak akan mampu mencapai kesem pur naan hakiki. Jika hanya men gan dal kan di rinya sendiri manusia tidak akan mampu men ge nal aturan hidup dan jalan ke ba hagiaan apalagi menjalankan nya. Ia mem bu tu h kan Tuhan semesta alam dan para nabi-Nya. Oleh sebab itu kita bisa me ma hami pent ing nya pen gu tu san para nabi.

Masalah ini akan kami bahas dalam dua pokok ba hasan: Pertama membahas kebutuhan manu sia kepada pro gram hidup dan apakah kar ak ter khas pro gram yang men jamin kebahagiaan. Kedua mengenalkan manusia kepada Zat yang menyu-sun program yang sempurna itu.

Bahasan pertama akan kami jelaskan dalam beberapa aspek:

1) Dalam ilmu-ilmu rasional ditetapkan bahwa manusia terdiri dari jasad dan ruh. Dari segi jasad seperti segenap materi ia mengalami gerakan dan perubahan. Segi ruh manusia termasuk bagian alam non-materi (mujarrad). Namun pada saat yang sama keduanya (materi dan non-materi) sepenuhnya saling berkaitan. Keterkaitan ini karena ruh manusia bergantung ke pada badan material ia tidak mujarrad mutlak. Keadaan ini menjadikan manusia berkemampuan untuk ber-gerak dan menyempurna. Mula-mula ia adalah mau jud yang lemah kemudian meningkat secara ber ta hap lalu menjadi sempurna dan semakin sempurna. Na mun di semua tahapan penyempurnaannya itu hanya ada satu hakikat tak lebih (yaitu hakikat ruh manu sia-peny.).

2) Di satu sisi manusia berada dalam gerak menyempurna; yaitu secara fitrah ia menginginkan kesem purnaan dan di sisi lain ia terbekali kekuatan untuk menjadi sempurna sehingga ia bisa sampai pada kesem purnaan.
Dalam tatanan penciptaan tidak ada aksi yang sia-sia.
Sebagaimana setiap maujud material dapat sampai pada kesempurnaan potensial dirinya manusia pun demikian. Ia juga memperoleh bagian dari karunia agung Tuhan. Bahkan Allah Yang Mahabijaksana te lah menyediakan baginya jalan untuk sampai pada kesempurnaan.

3) Manusia mempunyai dua kehidupan: yang pertama kehidupan duniawi yang berkaitan dengan badannya. Kedua kehidupan spiritual dan batiniah yang berhubung- an dengan jiwanya. Alhasil bagi tiap-tiap dari kedua kehidupan tersebut akan mengalami kesem purnaan dan kebahagiaan atau kemerosotan dan ke seng saraan.

Ketika manusia terbuai dalam kesenangan duniawi bisa saja ia lalai total dari kehidupan batiniahnya. Pada hal dalam kehidupan batin (di balik kehidupan du-niawi itu) juga ada kehidupan yang hakiki yang ber-akhir pada kebahagiaan dan kesempurnaan insaniah atau sampai pada kesengsaraan dan kehinaan abadi.

Sarana untuk mencapai kesempurnaan dan ke bahagiaan batiniah adalah melalui iman yang benar dan akhlak yang baik serta amal saleh. Sebaliknya ke-yakinan yang batil akhlak tercela dan amal buruk akan menggeser manusia dari jalan yang lurus dan meny eret nya ke lembah kehancuran dan pen deritaan.

Jika manusia berada di jalan yang lurus menuju kesempur naan maka substansi dirinya akan meningkat dan setelah melewati tahap kesempurnaan ia naik ke alam hakikinya. Alam penuh cahaya dan ke baha gia an. Namun jika kesempurnaan spiritual dan akhlak terpuji dikorban kan demi me menuhi daya hewani dan men jadi binatang yang diper budak nafsu atau menjadi monster buas penghisap darah ia telah menyimpang dari jalan insaniah yang lurus dan akan jatuh ke dalam lembah kehancuran dan ke seng sa raan.

4) Sebagaimana antara jasad dan jiwa manusia menyatu dan berhubungan dengan sempurna begitu juga antara kehidupan duniawi dan kehidupan rohaninya pun berkaitan dan keduanya tidak dapat dipisahkan dan tidak mungkin terpisah.

Amal baik dan buruk manusia tidak diragukan akan membawa efek baik atau buruk dalam jiwanya. Sebagaimana sifat dan malakah (fakultas) batiniah ber pengaruh dalam kualitas perwujudan amal per bua tan. Kehidupan batiniah manusia bersumber dari keyakinan akhlak dan amal perbuatan lahirnya. Tanpa ke imanan yang benar dan amal perbuatan yang baik tidak akan bisa mengangkatnya ke atas menuju kesem pur naan yang diinginkan dan kebahagiaan spiritual. Demikian halnya tanpa penyucian jiwa ia tidak akan mencapai kesuksesan yang sempurna dalam pem benah-an lahir dan pengendalian tingkah laku.

5) Manusia menjalani kehidupan sosial. Ia dengan sesamanya saling menerima dan memberi keuntungan. Di samping itu persaingan dan pelanggaran hak orang lain termasuk salah satu dampak dari kehidupan so-sial manusia ini. Kehidupan sosial (yang penuh per sain gan dan pelanggaran hak) itu amatlah berat.

Karena itu masyarakat insani memerlukan sebuah hukum yang sempurna akurat dan komprehensif untuk da pat menjamin hak-hak tiap individu dan mencegah kesewenang- wenangan yang lain.

Oleh karena itu berangkat dari fakta bahwa manusia mempunyai dua dimensi eksistensial (jasad dan ruh) dan dua macam kehidupan yang saling berkaitan seutuhnya dan untuk menjamin kebahagiaan dan kesempurnaan dua kehidupannya itu maka dibutuhkan sebuah program dan aturan perilaku yang akurat dan sesuai. Yaitu program yang menjamin kebahagiaan duniawi juga kebahagiaan ukhrawi. Kesejahteraan duniawi dan kesempurnaan ukhrawi. Dalam arti tidak menjadikan kehidupan duniawi sedikit pun meny im pang kan dari kehidupan ukhrawi dan pada saat yang sama tidak menjadikan kehidupan spiritual meng halangi manusia dari kehidupan dan kesenangan duniawi.

Program yang disusun ini harus sesuai dengan ke butu han riil manusia dan bisa mengantarkan pada kesempur naan dan kebahagiaan sejati. Bukan kebahagiaan dan kesem pur naan semu. Program yang kokoh ber landaskan keutamaan-keutamaan dan kesempurnaan-kesempurnaan insani dan mengarahkan manusia pada pembinaan ruh langit (malakûti) dan pencapaian kedudukan kedekatan (qurb) dengan Tuhan juga mampu menempatkan dunia sebagai ladang akhirat. Dalam penyusunan dan penataan undangundangnya diperhatikan manfaat-manfaat nyata bagi se mua manusia. Jauh dari pandangan yang sempit nepo tisme dan fanatisme golongan.

Allah Swt berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اسْتَجِيبُواْ لِلّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُم لِمَا يُحْيِيكُمْ وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ يَحُولُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ وَأَنَّهُ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ

"Hai orang-orang yang beriman penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan di kum pul kan." (QS. al-Anfal:24)

يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءكُم بُرْهَانٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَأَنزَلْنَا إِلَيْكُمْ نُورًا مُّبِينًا (174) فَأَمَّا الَّذِينَ آمَنُواْ بِاللّهِ وَاعْتَصَمُواْ بِهِ فَسَيُدْخِلُهُمْ فِي رَحْمَةٍ مِّنْهُ وَفَضْلٍ وَيَهْدِيهِمْ إِلَيْهِ صِرَاطًا مُّسْتَقِيمًا (175)

"Hai manusia sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu (Muhammad dengan mukjizat nya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang ter ang benderang(Al-Quran). Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah dan berpegang teguh kepada (agama)-Nya niscaya Allah akan memasukkan mereka kedalam rah mat yang besar dari-Nya (surga) dan limpahan karunia-Nya. Dan menunjuki mereka kepada jalan yang lurus (un tuk sampai) kepada-Nya." (QS. an-Nisa:174175)

كَانَ النَّاسُ أُمَّةً وَاحِدَةً فَبَعَثَ اللّهُ النَّبِيِّينَ مُبَشِّرِينَ

وَمُنذِرِينَ وَأَنزَلَ مَعَهُمُ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيمَا اخْتَلَفُواْ فِيهِ وَمَا اخْتَلَفَ فِيهِ إِلاَّ الَّذِينَ أُوتُوهُ مِن بَعْدِ مَا جَاءتْهُمُ الْبَيِّنَاتُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ فَهَدَى اللّهُ الَّذِينَ آمَنُواْ لِمَا اخْتَلَفُواْ فِيهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِهِ

وَاللّهُ يَهْدِي مَن يَشَاء إِلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ

Manusia itu adalah umat yang satu. (Setelah timbul per selisihan) maka Allah mengutus para nabi sebagai pem beri kabar gembira dan pemberi peringatan dan Allah menu run kan bersama mereka Kitab dengan benar untuk mem beri keputusan diantara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab yaitu setelah datang kepada mereka keterangan- ke-terangan yang nyata karena dengki diantara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka per selisi h kan itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus. (QS. al-Baqarah:213)


Penyusunan Program Kehidupan
Setelah mengetahui syarat-syarat dan ciri khas pro gram yang sempurna yang dibutuhkan manusia kini ter lon tar pert an yaan: di pundak siapakah pembuatan dan peny usu nan pro gram tersebut? Apakah semua manusia atau hanya para cendekia ilmuwan dan kaum reformis saja yang menyusun program yang sempurna dan akurat se-perti itu?

Dengan sedikit kecermatan kita temukan jawa bannya yaitu sudah pasti negatif. Sebab:

Pertama orang yang mampu menyelesaikan tugas penyusu nan program demikian tentulah seorang antropolog sejati yang mengetahui dan ahli tentang rahasia-rahasia dan perincian- perincian jasad dan ruh malakûti manusia me-ngenal insting-insting dan emosi-emosinya mengetahui maslahat dan mafsadat nyata baginya tuntutan-tuntutan zaman dan sumber-sumber perbenturan undang-undang beserta dampak-dampaknya. Sementara pribadi yang demikian itu tidak ada di antara umat manusia.

Kedua taruhlah para pembuat undang-undang mampu menyusun program semacam itu untuk mengatur urus-anurusan duniawi manusia tetapi sudah pasti mereka tidak mempunyai pengetahuan-pengetahuan yang cukup ten tang rahasia-rahasia dan kekhasan-kekhasan ruh malakûti dan kebutuhan-kebutuhan spiritual serta kehidupan ba tiniah faktor-faktor kesempurnaan jiwa dan sebab-sebab jatu h nya manusia. Karena itulah (kekurangan pengetahuan manu sia mengenai dirinya sendiri-peny.) yang men jadi kan ketidakmampuan manusia dalam menyusun program yang sempurna dan komprehensif untuk diri mereka.

Sebenarnya pengaturan kehidupan batiniah dan pembinaan ruh malakûti manusia di luar kemampuan para pembuat un dang-undang itu. Oleh karena itu manusia tidak memiliki kelayakan membuat undang-undang untuk menjamin kesenangan ketentraman keamanan dan kebahagiaan duniawinya.

Tidak berpotensi membuat aturan untuk penyempurnaan jiwa dan pencapaian kebahagiaan ukhrawinya. Akhirnya yang mampu menyusun undang-undang dan aturan yang sempurna dan sesuai untuk manusia hanyalah Sang Pencipta alam semesta dan manusia. Yang menge tahui dengan sempurna tentang modus eksistensial mengetahui rahasia-rahasia dan perincian-perincian yang berlaku dalam jasad dan ruh manusia. Memahami semua insting emosi sensasi dan kecenderungan manusia. Hanya Dia-lah yang mengetahui kesempurnaan-kesempurnaan hakiki manusia Dia mengenal dengan baik sebab-sebab menaik dan menu runnya jiwa. Allah Mahabijaksana. Di "mata"-Nya alam manusia adalah sederajat dan seluruh manusia adalah ciptaan-Nya. Dia mencintai semua manusia dan meny enangi kebahagiaan mereka. Di hamparan wujud suci-Nya tiada sama sekali egoisme kepicikan dan fanatisme.

Memang hanya Dia-lah yang mampu membuat program untuk menjamin kebahagiaan jasad dan ruh dunia dan akhirat manusia. Lalu Dia sampaikan kepada mereka melalui para nabi pilihan-Nya. Dia-lah yang kasih sayang- Nya nir-batas sehingga menjadikan Dia melakukan amal ini (membuat program bagi manusia-peny.) dan tidak menghalangi hamba-hamba-Nya dari karunia agung ini. Allah yang menyediakan sebab-sebab kesempurnaan un tuk se gala macam maujud material agar mereka dengan usaha dan langkah mereka sendiri dapat mencapai kesem pur naan yang diinginkan.

Al-Quran menerangkan:

قَالَ رَبُّنَا الَّذِي أَعْطَى كُلَّ شَيْءٍ خَلْقَهُ ثُمَّ هَدَى

Musa berkata "Tuhan kami ialah (Tuhan) yang telah mem beri kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya ke mu dian memberinya petunjuk." (QS. Thaha:50) Allah yang menciptakan manusia dengan keagungan ini. Dia letakkan ribuan rahasia dan aturan dalam pen ciptaan jasad dan ruhnya. Dia buat alam materi untuk diambil manfaat nya oleh manusia. Tidak mungkin Dia lalai dari ke bahagiaan dan kesempurnaan hakiki dan tujuan eksistensial manusia dan tidak menyediakan jalan sampai pada tujuan.

Di sinilah sampai pada penetapan perlunya ke beradaan para nabi dan pengutusan mereka. Untuk me nyampaikan pesan kepada manusia Allah Swt memilih pri badi-pribadi tertentu di antara mereka. Supaya dapat menu run kan aturan dan undang-undang yang manusia per lu kan dengan perantara mereka. Para nabi adalah manusia-manusia pilihan yang menyampaikan pesan-pesan Tuhan kepada umat manusia. Menunjuki mereka pada ke ba hagiaan dan kesempurnaan dan memperingatkan mereka akan faktor-faktor kebangkrutan dan kesengsaraan.

Allah Swt berfirman:

يَا بَنِي آدَمَ إِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ رُسُلٌ مِّنكُمْ يَقُصُّونَ عَلَيْكُمْ آيَاتِي فَمَنِ اتَّقَى وَأَصْلَحَ فَلاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ

"Hai anak-anak Adam jika datang kepadamu rasul-rasul daripada kamu yang menceritakan kepadamu ayat-ayat-Ku maka barangsiapa yang bertakwa dan mengadakan per bai kan tidaklah ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri ter hadap nya mereka penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya." (QS. al-A'raf:35)

وَمَا نُرْسِلُ الْمُرْسَلِينَ إِلاَّ مُبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ فَمَنْ آمَنَ وَأَصْلَحَ فَلاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ

Dan tidaklah Kami mengutus para rasul itu melainkan untuk memberi kabar gembira dan memberi peringatan. Barang siapa yang beriman dan mengadakan perbaikan maka tak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati. Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami mereka selalu berbuat fasik. (QS. al-An'am:48)

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُواْ اللّهَ وَاجْتَنِبُواْ الطَّاغُوتَ فَمِنْهُم مَّنْ هَدَى اللّهُ وَمِنْهُم مَّنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلالَةُ فَسِيرُواْ فِي الأَرْضِ فَانظُرُواْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ

Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan) "Sembahlah Allah (saja) dan jauhilah Tagut itu" maka diantara umat itu ada o-rang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula diantaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan bagi-nya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan per ha ti kan lah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul). (QS. an-Nahl:36)


Kemaksuman Para Nabi
Allah memilih para nabi untuk menyampaikan den gan sempurna hukum-hukum dan undang-undang agama kepada manusia untuk menjamin kehidupan menun jukkan jalan lurus menuju kesempurnaan dan kedekatan mqa nu sia dengan Allah-selain dari jalan itu tiada jalan lain. Mereka mem bantu manu sia dalam menempuh jalan ke ba hagiaan dan kesem pur naan. Memikul kepemimpinan umat dan beru saha me n er ap kan undang-undang Tuhan dan pembinaan keuta maan-keutamaan insani.

Tugas para nabi dalam misi tersebut dapat diringkas dalam tiga tahap:

1) Menerima undang-undang agama melalui jalan wahyu.

2) Menyampaikan undang-undang dan pesan-pesan Tuhan kepada umat manusia.

3) Mereka sendiri mengamalkan hukum-hukum dan undang- undang agama dan mereka juga mengajak manu- sia-dalam ucapan dan perbuatan-kepada agama Tuhan.

Allah Swt mengutus para nabi setelah menjamin ke maksuman mereka dalam tiga tahap tersebut. Artinya da-lam "menerima" pesan-pesan Tuhan dan "menyampaikan" nya kepada umat manusia mereka ter pe li hara dari dosa kesala han dan kelalaian. Seandainya mereka tidak mak sum bagaimana mungkin mereka menyampaikan program-program agama yang meng hidup kan kepada umat manusia tanpa penyimpangan tanpa kurang dan lebih? Dalam hal ini apakah tujuan Allah Yang Ma habi jak sana mengutus Para nabi terwujud sepenuhnya? Bisa percayakah umat bahwa ucapan-ucapan Para nabi itu ada-lah pesan-pesan Tuhan dan aturan-aturan agama? Tidak. Sama sekali tidak demikian. Tetapi Para utusan Tuhan harus maksum (terjaga) dari kesala han dan kelalaian. Agar mereka dapat menyampaikan syariat agama tanpa pengurang-an dan penambahan ke pada umat mereka dan me menuhi kehendak Allah Swt.

Para nabi harus maksum pada tahap pengamalan hukum- hukum agama yang terbukti dalam melaksanakan se mua tugas dan kewajiban serta meninggalkan semua yang haram dosa dan perbuatan yang buruk. Sebab mereka adalah figur yang sempurna dalam agama. Dengan pen ga ma lan itu mereka bisa mengajak umat kepada perbuatan yang baik dan menjauhi perbuatan yang buruk. Seandai-nya para nabi tidak maksum bagaimana mungkin mereka dapat memikul kepemimpinan umat dan mengajak kepada kebajikan?

Umat tidak akan percaya pada orang yang melangkah tanpa visi dan ucapannya tidak konsisten dengan perbuat-annya. Mereka tidak akan mempercayai kata-katanya. Karena mereka bisa berdalih: jika ia berkata benar dan meya kini ucapannya tentunya dia melaksanakannya. Dalam hal ini mayoritas mereka lebih menilai dan mengikuti amal perbua tannya (meskipun tidak konsisten dengan ris alah nya) bukan ucapannya. Karena itu Allah Swt tidak men gu tus orang demikian sebagai seorang nabi.

Oleh sebab itu akal manusia menetapkan keniscayaan kemaksuman bagi para nabi tanpa perlu penjelasan detil dalil naqli (ayat-ayat dan hadis-hadis). Meskipun nanti akan kami singgung beberapa dalil naqli-nya.


Hikmah Kemaksuman
Kesimpulan kami di atas bahwa para nabi terjaga (ma'shûm) dari perbuatan dosa kesalahan dan lupa akan memunculkan pertanyaan: Apakah hikmah kemaksuman itu? Kenapa sebagian manusia maksum dan sebagian yang lain tidak? Bukankah pada kenyataannya semua manusia sebagai manusia adalah sama dan mereka bisa saja salah? Kenapa hanya sebagian manusia terjaga dari kesalahan?

Faktor apakah yang memberi kekuatan dan daya pen ja gaan kepada sebagian manusia itu sehingga mereka da pat mengatasi motif-motif internal mereka dan menyebab kan mereka bahkan tidak ingin berbuat dosa? Apakah faktor fundamental dan sumber bagi keterjagaan ini?

Menurut kami 'ishmah (kemaksuman) merupakan sifat dan malakah (fakultas) batiniah yang kukuh yang menjaga si maksum dari berbuat dosa khilaf kesalahan dan se bagainya. Faktor dan sebab adanya sifat tersebut adalah iman yang sempurna yang mengatasi level pemahaman dan modus intelektual. Lahir dalam bentuk yakin dan peny ak sian tak berperantara (hudhûri/presensial). Pribadi yang mengenal Tuhan dan meyakini hari kebangkitan pada tingka tan tertinggi.

Dengan mata batin ia menyaksikan keagungan Tuhan semesta alam. Dan secara nyata me nyaksikan dampakdampak amal perbuatan dan akhlak yang baik dan buruk. Ia tidak akan mendekati dosa dan kemaksiatan. Dengan kebijaksanaan berdasarkan ikhtiar dan kehendak ia akan mematuhi perintah-perintah Tuhan.

Mengendalikan hasrat dan kecenderungan batiniahnya dan tidak akan pernah melampaui garis ketundukan dan ke pas ra han di hadapan undang-undang Tuhan.

Selain itu adanya "kebijaksanaan" tersebut adalah modal kekuatan yang mencegah terjadinya kesalahan dan kelalaian dalam menerima wahyu dan menyampaikannya kepada umat. Ia memandang pesan-pesan Tuhan secara presensial dan mendapatinya dari khazanah-khazanah ilmu yang gaib. Oleh karena itu ia maksum dari kesalahan dan kekeliruan.

Menimbang sangat urgennya keberadaan insan paripurna (insân kâmil) dan maksum (terpelihara dari dosa salah dan lupa) untuk jabatan kenabian ini maka sistem alam penciptaan telah Allah susun sedemikian rapi se h ingga dalam kondisi-kondisi niscaya pastilah lahir pribadi demikian itu.

Penting dicatat bahwa walau nabi itu maksum dan tidak akan pernah berbuat dosa namun tidak bertentangan dengan ikhtiar dan kemampuan mandiri dirinya untuk bermaksiat. Nabi itu juga seperti manusia biasa. Ter kait perbuatan dosa ia punya ikhtiar juga kemampuan. Namun disebabkan iman yang kukuh dan kebijaksanaan yang sempurna disertai karunia Tuhan dalam ek sis tensinya ia tinggalkan semua perbuatan buruk dengan ikhtiar dan kehendak mandirinya.

Di bawah ini kami bawakan beberapa dalil naqli yang menjelaskan keniscayaan kemaksuman para nabi:

Dalam al-Quran Allah Swt berfirman:

عَالِمُ الْغَيْبِ فَلَا يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَدًا (26) إِلَّا مَنِ ارْتَضَى مِن رَّسُولٍ فَإِنَّهُ يَسْلُكُ مِن بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ رَصَدًا (27)

(Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang gaib maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorang pun tentang yang gaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya. Sesungguhnya Dia mengetahui bahwa sesungguhnya rasul-rasul itu telah menyampai kan risalah-risalah Tuhannya sedang (se be narnya) ilmu-Nya meliputi apa yang ada pada mereka dan Dia menghitung segala sesuatu satu persatu. (QS. al-Jin: 26-27)

Ayatullah Thabathaba'i menafsirkan ayat itu sebagai berikut: "Yang bisa dipahami dari ayat ini adalah Allah mengkhusus kan para nabi-Nya dengan wahyu dan men ga wasi mereka dengan kekuatan yang tersem bunyi. Allah menjaga (melalui para malaikat-peny.) para nabi-Nya adalah untuk menjaga wahyu dari perubahan dan per gan tian yang dilakukan oleh se-tan atau yang lain. Ini di laku kan karena setelah ri-salah tahap berikutnya ialah ke mun cu lan Imam Mahdi as (zhuhûr).

Ayat yang serupa dengan ayat tersebut ialah dengan ucapan para malaikat dalam ayat berikut "Kami tidak akan menurunkan sesuatu pun kecuali atas perintah Tuhanmu. (Penjagaan) apa yang ada di depan kami di belakang kami dan di antaranya adalah oleh-Nya. Dan Tuhanmu bukanlah pelupa."

Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa wahyu terjaga dari awal turun hingga sampai ke telinga umat dan terpelihara dari segala bentuk perubahan." 1

Beliau juga menerangkan ayat Mereka mendapatkan petun juk maka ikutilah petunjuk mereka.

أُوْلَئِكَ الَّذِينَ هَدَى اللّهُ فَبِهُدَاهُمُ اقْتَدِهْ قُل لاَّ أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِنْ هُوَ إِلاَّ ذِكْرَى لِلْعَالَمِينَ

Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah maka ikutilah petunjuk mereka. (QS. alAn'am: 90)

وَمَن يُضْلِلْ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ هَادٍ

وَمَن يَهْدِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِن مُّضِلٍّ

Menunjukkan atas kemaksuman para nabi. Mereka itu semua telah memperoleh petunjuk dan Allah berfirman Dan barangsiapa yang disesatkan Allah maka tidak ada seorang pun pemberi petunjuk. Dan barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah maka tidak seorang pun yang dapat menyesatkannya. (QS. az-Zumar:23 & 37)

مَن يَهْدِ اللّهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِي

Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah maka dialah yang mendapat petunjuk. (QS. al-A'raf:178)

Jadi Allah menjaga hamba-hamba yang Dia beri hi dayah dari segala kesesatan dan segala bentuk kesesatan yang hendak mempengaruhi mereka. Artinya mereka aman dari segala bentuk kemaksiatan. Karena maksiat adalah bentuk kesesatan. 2

4
Mengapa Nabi Diutus

Ilmu Para Nabi
Ilmu para nabi berasal dari jalan wahyu yang lahir dari ilmu Tuhan yang tiada batas. Allah Swt mengutus para nabi untuk menyampaikan secara sempurna undang-un dang dan program-program agama kepada umat manusia. Mereka bergiat memberi hidayah dan petunjuk dan men jelas kan sebab-sebab kesempurnaan dan kebahagiaan dunia akhirat kepada umat mereka. Karena itu para nabi harus mengetahui dan memahami semua urusan agama. Penge tahuan mereka ini adalah niscaya untuk kenabian dan hi dayah kepada umat. Agar tujuan Tuhan mengutus mereka tercapai.

Allah Swt tidak akan menurunkan program-program agama yang menjamin kebahagiaan itu dalam keadaan ca cat dan kabur. (karena) Dia tidak akan menghalangi manu sia dari jalan menuju kesempurnaan dan taqarrub (mende katkan diri kepada Allah) (dengan ajaran yang cacat dan kabur itu-peny.). Cara untuk meyampaikan program itu dengan sempurna tiada lain kecuali dengan mengutus nabi yang harus memiliki pengetahuan penuh tentang pro gram-program agama itu.

Ilmu yang niscaya dimiliki nabi atau untuk kenabian dapat terbagi pada beberapa berikut ini: 1) Pengetahuan yang sempurna tentang Allah dan asmâ' serta sifat-sifat-Nya.

2) Pengetahuan yang sempurna tentang alam barzakh dan sifat-sifatnya. Juga tentang kondisi-kondisi hari ki amat hisab catatan amal mîzân (timbangan amal perbuat-an) surga dan neraka.

3) Pengetahuan sempurna tentang jiwa manusia beserta penyakit-penyakit batiniah dan cara-cara penyem buhannya. Juga tentang akhlak yang baik dan buruk serta metode penyucian dan penyempurnaan jiwa.

4) Pemahaman yang sempurna tentang seluruh hukum undang-undang dan aturan agama yang pen ga malannya menjamin kebahagiaan dunia dan akhirat.

Seorang nabi harus memiliki keilmuan sem purna atas semua hal supaya dapat membimbing manusia ke jalan yang lurus. Jika dia sendiri tidak berilmu bagaimana mu ngkin dapat membimbing umat. Oleh karena itu mustahil Allah tidak memberi ilmu-ilmu yang seharusnya kepada para nabi yang di utus untuk membimbing seluruh manusia.

Masalah ini disinggung dalam banyak ayat al-Quran di antaranya:

لَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلَنَا بِالْبَيِّنَاتِ وَأَنزَلْنَا مَعَهُمُ الْكِتَابَ وَالْمِيزَانَ لِيَقُومَ النَّاسُ بِالْقِسْطِ

Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami den gan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami tu run kan bersama mereka al-Kitab dan neraca (keadilan) su paya manusia dapat melaksanakan keadilan. (QS. al- Ha did:25)

وَوَهَبْنَا لَهُ إِسْحَقَ وَيَعْقُوبَ كُلاًّ هَدَيْنَا وَنُوحًا هَدَيْنَا مِن قَبْلُ وَمِن ذُرِّيَّتِهِ دَاوُودَ وَسُلَيْمَانَ

وَأَيُّوبَ وَيُوسُفَ وَمُوسَى وَهَارُونَ وَكَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (84) وَزَكَرِيَّا وَيَحْيَى وَعِيسَى وَإِلْيَاسَ كُلٌّ مِّنَ الصَّالِحِينَ (85) وَإِسْمَاعِيلَ وَالْيَسَعَ وَيُونُسَ وَلُوطًا وَكُلاًّ فضَّلْنَا عَلَى الْعَالَمِينَ (86) وَمِنْ آبَائِهِمْ
وَذُرِّيَّاتِهِمْ وَإِخْو َانِهِمْ وَاجْتَبَيْنَاهُمْ وَهَدَيْنَاهُمْ إِلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ (87) ذَلِكَ هُدَى اللّهِ يَهْدِي بِهِ مَن يَشَاء مِنْ عِبَادِهِ وَلَوْ أَشْرَكُواْ لَحَبِطَ عَنْهُم مَّا كَانُواْ يَعْمَلُونَ (88) أُوْلَئِكَ الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ فَإِن يَكْفُرْ بِهَا هَؤُلاء فَقَدْ وَكَّلْنَا بِهَا قَوْمًا لَّيْسُواْ بِهَا بِكَافِرِينَ (89) أُوْلَئِكَ الَّذِينَ هَدَى اللّهُ فَبِهُدَاهُمُ اقْتَدِهْ قُل لاَّ أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِنْ هُوَ إِلاَّ ذِكْرَى لِلْعَالَمِينَ (90)

Dan Kami telah menganugerahkan Ishak dan Ya'qub kepadanya. Kepada keduanya masing-masing telah Kami beri petunjuk; dan kepada Nuh sebelum itu (juga) telah Kami beri petunjuk dan kepada sebahagian dari keturunannya (Nuh) yaitu Daud Sulaiman Ayyub Yusuf Musa dan Harun. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik dan Zakariya Yahya Isa dan Ilyas. Semuanya termasuk orang-orang yang saleh. Dan Ismail Alyasa' Yunus dan Luth. Masing-masingnya Kami lebihkan derajatnya di atas umat (di masanya) (dan Kami lebihkan pula derajat) sebahagian dari bapak-bapak mereka keturunan mereka dan saudara-saudara mereka. Dan Kami telah memilih mereka (untuk menjadi nabi-nabi dan rasul-rasul) dan Kami menunjuki mereka ke jalan yang lu rus. Itulah petunjuk Allah yang dengannya Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya. Seandainya mereka mempersekutukan Allah niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan. Mereka itulah orang-orang yang telah Kami berikan kepada mereka kitab hikmat (pemahaman agama) dan kenabian. Jika orang-orang (Quraisy) itu mengingkarinya (yang tiga macam itu) maka sesungguhnya Kami akan menyerahkannya kepada kaum yang sekali-kali tidak akan mengingkarinya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah maka ikutilah petun juk mereka. Katakanlah: "Aku tidak meminta upah ke padamu dalam menyampaikan (Al-Quran)." Al-Quran itu tidak lain hanyalah peringatan untuk segala umat. (QS. al-An'am:84-90)


Para Nabi dan Ilmu Gaib
Seluruh adaan (yang ada/maujûdat) secara garis besar dapat terbagi pada dua kelompok: maujud yang tak kasat mata yang disebut "alam gaib". Dan maujud yang kasat mata yang dinamakan "alam penyaksian (syuhûd)".

Adaan yang terjangkau oleh pancaindra termasuk bagian dari alam syuhûd (nyata). Seperti materi atau jisim beserta segenap jejak dan ciri khasnya antara lain warna ukuran bentuk rasa bau suara halus dan kasar panas dan dingin. Secara keseluruhan materi dan semua hal material merupakan bagian dari alam syuhûd. Apapun yang dapat dijangkau oleh manusia dengan indranya dan den gan itu ia menjadi berpengetahuan.

Kebalikannya ialah alam gaib. Seluruh adaan yang lebih tinggi dari materi dan material merupakan bagian dari alam gaib. Seperti Tuhan nama-nama dan sifat-sifat-Nya malaikat alam barzakh semua maujud barzakhi kiamat surga dan neraka kenikmatan-kenikmatan surgawi dan siksaan-siksaan ukhrawi. Adaan ini semua adalah mujarrad (non-materi) dan lebih tinggi dari materi. Karena itu ter hi- tung merupakan alam gaib. Oleh sebab itu kita tidak akan dapat dengan indra kita menjalin hubungan dengan alam gaib dan tidak akan bisa mendapatkan pengetahuan ten tangnya. Harus ada jalan lain selain indra untuk mem peroleh pengetahuan tentang alam gaib yang diistilahkan dengan ilmu transenden.

Pancaindra kita hanya dapat mengadakan kontak dengan adaan material. Di samping itu pengetahuan akan kita peroleh baik secara langsung maupun tidak.

Meskipun dalam masalah ini pengetahuan kita terbatas dan terikat. Mata kita melihat tetapi melihat sesuatu yang berukuran tertentu dalam jarak tertentu dalam kondisi dan waktu tertentu. Sedangkan benda yang teramat kecil atau yang berjarak waktu dan tempat yang jauh dengan kita dan atau yang gelap dan berhalang tidak akan terlihat oleh mata kita. Kejadian-kejadian zaman Nabi Nuh atau seribu tahun kemudian tidaklah kita tahu. Dengan ilmu kita kita tidak akan mampu mengadakan kontak secara langsung dengan kejadian-kejadian zaman tersebut. Kejadian-kejadian zaman itu gaib bagi kita. Namun di mata Tuhan semua itu hadir dan tampak. Dia mengetahui segalanya. Dia meliputi se lu ruh adaan alam materi dan gaib.

Dalam al-Quran diterangkan:

Dia mengetahui yang tersembunyi dan yang tampak. Dia Mahabijaksana lagi Maha Mengetahui (QS. alAn'am: 73).

Bagi-Nya lah [pengetahuan] kegaiban langit dan bumi (QS. Hud:123).

Allah-lah yang mengetahui kegaiban langit dan bumi (QS. Ali Imran:18).

Yang demikian itu adalah sebagian dari berita-berita gaib yang Kami wahyukan kepadamu (ya Muhammad) (QS. Ali Imran:44).


Hanya Allah-kah yang memiliki Ilmu Transenden?
Apakah manusia juga mampu mengetahui yang gaib? Sebagian ulama mengatakan: ilmu tentang yang gaib ha-nya milik Tuhan. Mereka berargumen dengan beberapa ayat di antaranya,

وَعِندَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لاَ يَعْلَمُهَا إِلاَّ هُوَ

Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang gaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri. (QS. al-An'am:59)

ويقولون لولا أنزل عليه اية من ربه فقل إنما الغيب لله فانتظروا إني معكم من المنتظرين

Dan mereka berkata "Mengapa tidak diturunkan kepadanya (Muhammad) suatu keterangan (mukjizat) dari Tuhannya?" Maka katakanlah: "Sesungguhnya yang gaib itu kepunyaan Allah; sebab itu tunggu (sajalah) olehmu se sunggu h nya aku bersama kamu termasuk orang-orang yang menunggu." (QS. Yunus:20)

قُل لَّا يَعْلَمُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ

Katakanlah: "Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang gaib kecuali Allah dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan." (QS. an-Naml:65)

قُل لاَّ أَقُولُ لَكُمْ عِندِي خَزَآئِنُ اللّهِ وَلا أَعْلَمُ الْغَيْبَ وَلا أَقُولُ لَكُمْ إِنِّي مَلَكٌ إِنْ أَتَّبِعُ إِلاَّ مَا يُوحَى إِلَيَّ

Katakanlah: "Aku tidak mengatakan kepadamu bahwa perbenda ha raan Allah ada padaku dan tidak (pula) aku mengetahui yang gaib dan tidak (pula) aku
mengatakan ke padamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti ke-cuali apa yang diwahyukan kepadaku." (QS. al-An'am:50)

قُل لاَّ أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلاَ ضَرًّا إِلاَّ مَا شَاءَ اللّهُ وَلَوْ كُنتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لاَسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ أَنَاْ إِلاَّ نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِّقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ

Katakanlah: "Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak pula menolak kemudaratan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang gaib tentulah aku membuat kebajikan sebanyakbany aknya dan aku tidak akan ditimpa kemudaratan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan dan pembawa berita gem bira bagi orang-orang yang beriman." (QS. al-A'raf:188)

Mereka (sebagian ulama) berargumen bahwa ilmu transenden hanya milik Allah. Dan manusia tidak dapat memperolehnya.
Akan tetapi dapat dipetik dari sebagian ayat bahwa sebagian manusia juga dapat menjangkau ilmu transenden ini

عَالِمُ الْغَيْبِ فَلَا يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَدًا (26) إِلَّا مَنِ ارْتَضَى مِن رَّسُولٍ فَإِنَّهُ يَسْلُكُ مِن بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ

(Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang gaib maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorang pun tentang yang gaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakang. (QS. al-Jin:26-27)

ولا يحسبن الذين کفروا انما نملي لهم خير لانفسهم انما نملي لهم ليزدادوا اثما و لهم عذاب مهين (178)

Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang gaib akan tetapi Allah memilih siapa yang dikehendaki-Nya di antara rasul-rasul-Nya. (QS. Ali Imran:179)

إِنَّهُ لَقَوْلُ رَسُولٍ كَرِيمٍ (19) ذِي قُوَّةٍ عِندَ ذِي الْعَرْشِ مَكِينٍ (20) مُطَاعٍ ثَمَّ أَمِينٍ (21) وَمَا صَاحِبُكُم بِمَجْنُونٍ (22) وَلَقَدْ رَآهُ بِالْأُفُقِ الْمُبِينِ (23) وَمَا هُوَ عَلَى الْغَيْبِ بِضَنِينٍ (24) وَمَا هُوَ بِقَوْلِ شَيْطَانٍ رَجِيمٍ (25)

Sesungguhnya Al-Quran itu benar-benar firman (Allah yang dibawa oleh) utusan yang mulia (Jibril) yang mem pun yai kekuatan yang mempunyai kedudukan tinggi di-sisi Allah yang mempunyai 'Arsy yang ditaati disana (di alam malaikat) lagi dipercaya. Dan temanmu (Mu hammad) itu bukanlah sekali-kali orang yang gila. Dan se sunggu h nya Muhammad itu melihat Jibril di ufuk yang terang. Dan dia (Muhammad) bukanlah seorang yang bakhil untuk menerangkan yang gaib. (QS. at-Takwir:19-25)

ذَلِكَ مِنْ أَنبَاءِ الْغَيْبِ نُوحِيهِ إِلَيكَ

Yang demikian itu adalah sebagian dari berita-berita gaib yang Kami Wahyukan kepada kamu (ya Muhammad). (QS. Ali Imran:44)

Dapat dipetik dari ayat-ayat ini bahwa walaupun ilmu gaib pada hakikatnya hanya milik Allah dan pintu alam gaib tertutup bagi manusia namun melalui wahyu hamba-hamba pilihan-Nya para nabi bisa bersentuhan dengan alam gaib ini. Di tangan mereka Allah titipkan hakikat-hakikat dan masalah-masalah gaib.

Dari semua ayat di atas disimpulkan bahwa gaib mu-tlak adalah salah satu milik khusus Allah. Karena eksistensi-Nya tiada batas dan Dia meliputi sepenuhnya alam gaib dan kasat mata. Para nabi mulanya tidak memiliki wa wasan ilmu ini. Namun karena mereka dengan bantuan dan karu nia Allah Swt mempunyai kemampuan menerima wahyu dan berhubungan dengan alam gaib ini sehingga mereka mendapatkan hakikat-hakikat alam gaib yang tak terbatas menurut kadar potensi eksistensial mereka masing- masing.


Mukjizat: Bukti Kenabian
Para nabi mengaku bahwa mereka memiliki hubungan dengan Allah Swt dan alam gaib dan mereka mendapatkan perintah dari-Nya. Mereka menerima pesan-pesan (wahyu)-Nya yang harus mereka sampaikan kepada umat dan mereka berupaya memberikan bimbingan dan arahan umat mereka. Ini adalah pengakuan yang amat serius yang umat tidak akan menerima (begitu saja) ucapan mereka tanpa bukti dan dalil yang valid.

Karena itu untuk menetapkan kebenaran pengakuan itu mereka harus bisa menunjukkan bukti. Dan bukti ter be sar para nabi adalah mukjizat. Mukjizat adalah kasus yang tidak biasa (khâriqul 'âdah) yang tidak bisa dilakukan oleh manusia biasa. Untuk kebenaran pengakuan yang luar bi asa tersebut para nabi harus memiliki mukjizat. Jika mereka tidak bisa membuktikan pengakuan mereka maka dari mana umat bisa mengakui bahwa mereka benar dalam pe-ngakuan mereka?

Memperlihatkan mukjizat para nabi menurut al-Quran adalah wajib seperti telah disinggung dalam puluhan ayatnya. Misalnya tongkat Musa as yang menjadi ular be sar dan menelan tali-tali sihir milik para penyihir. Musa mengetukkan tongkatnya kepada batu maka mengalirlah mata air darinya. Ia juga memukulkan tongkatnya kepada air sungai sehingga membelah lalu timbullah jalan-jalan untuk diseberangi Bani Israil.

Selain itu ucapan Nabi Isa as di masa bayi. Sembuhnya kebutaan ibu yang melahirkan dan orang-orang yang men derita penyakit kusta dan hidupnya orang-orang mati oleh mukjizatnya. Nabi Ibrahim as menghidupkan burung dan api Namrud menjadi dingin.

Sebagai misal perhatikan ayat-ayat di bawah ini :

قَالَ إِن كُنتَ جِئْتَ بِآيَةٍ فَأْتِ بِهَا إِن كُنتَ مِنَ الصَّادِقِينَ (106) فَأَلْقَى عَصَاهُ فَإِذَا هِيَ ثُعْبَانٌ مُّبِينٌ (107) وَنَزَعَ يَدَهُ فَإِذَا هِيَ بَيْضَاءُ لِلنَّاظِرِينَ (108)

Fir'aun menjawab "Jika benar kamu membawa bukti maka datangkanlah bukti itu jika (betul) kamu termasuk orang- orang yang benar." Maka Musa menjatuhkan tongkatnya lalu seketika itu juga tongkat itu menjadi ular yang se benarnya. Dan ia mengeluarkan tangannya maka ketika itu juga tangan itu menjadi putih bercahaya (kelihatan) oleh orang-orang yang melihatnya. (QS. al-A'raf:106)

* وَأَوْحَيْنَا إِلَى مُوسَى أَنْ أَلْقِ عَصَاكَ فَإِذَا هِيَ تَلْقَفُ مَا يَأْفِكُونَ

Dan Kami wahyukan kepada Musa "Lemparkanlah tongkatmu!" Maka sekonyong-konyong tongkat itu menelan apa yang mereka sulapkan. (QS. al-A'raf:117)

* وَإِذِ اسْتَسْقَى مُوسَى لِقَوْمِهِ فَقُلْنَا اضْرِب بِّعَصَاكَ الْحَجَرَ فَانفَجَرَتْ مِنْهُ اثْنَتَا عَشْرَةَ عَيْناً قَدْ عَلِمَ كُلُّ أُنَاسٍ مَّشْرَبَهُمْ كُلُواْ وَاشْرَبُواْ مِن رِّزْقِ اللَّهِ وَلاَ تَعْثَوْاْ فِي الأَرْضِ مُفْسِدِينَ

Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya lalu Kami berfirman "pukullah batu itu dengan tongkatmu." Lalu memancarlah daripadanya dua belas mata air. Sungguh tiap-tiap suku telah mengetahui tempat minumnya (masing-masing). Makan dan minumlah rezeki (yang diberikan) Allah dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan. (QS. al-Baqarah:60)

فَأَوْحَيْنَا إِلَى مُوسَى أَنِ اضْرِب بِّعَصَاكَ الْبَحْرَ فَانفَلَقَ فَكَانَ كُلُّ فِرْقٍ كَالطَّوْدِ الْعَظِيمِ (63) وَأَزْلَفْنَا ثَمَّ الْآخَرِينَ (64) وَأَنجَيْنَا مُوسَى وَمَن مَّعَهُ أَجْمَعِينَ (65) ثُمَّ أَغْرَقْنَا الْآخَرِينَ (66) إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَةً وَمَا كَانَ أَكْثَرُهُم مُّؤْمِنِينَ (67)

Lalu Kami wahyukan kepada Musa "Pukullah lautan itu dengan tongkatmu." Maka terbelah lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang besar.
Dan di sanalah Kami dekatkan golongan-golongan yang lain. Dan Kami selamatkan Musa dan orang-orang yang besertanya semuanya. Dan Kami tenggelamkan golongan yang lain itu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar merupakan suatu tanda yang besar (mukjizat) dan tetapi adalah kebanyakan mereka tidak beriman. (QS. asy-Syu'ara:63-67)

قَالُوا حَرِّقُوهُ وَانصُرُوا آلِهَتَكُمْ إِن كُنتُمْ فَاعِلِينَ (68) قُلْنَا يَا نَارُ كُونِي بَرْدًا وَسَلَامًا عَلَى إِبْرَاهِيمَ (69)

Mereka berkata "Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kamu jika kamu benar-benar hendak bertindak." Kami ber firman "Hai api menjadi dinginlah dan menjadi ke se- la ma tan lah bagi Ibrahim." (QS. al-Anbiya:68-69)

Dari ayat-ayat tersebut dan puluhan ayat lainnya dapat disimpulkan bahwa adanya mukjizat para nabi dalam pandangan al-Quran adalah sebuah perkara yang pasti. Dan orang-orang yang mengenal al-Quran sebagai kitab langit tentu mereka tidak akan mengingkari hakikat mukjizat. Bahkan al-Quran sendiri telah mengenalkan di rinya sebagai mukjizat:

قُل لَّئِنِ اجْتَمَعَتِ الإِنسُ وَالْجِنُّ عَلَى أَن يَأْتُواْ بِمِثْلِ هَذَا الْقُرْآنِ لاَ يَأْتُونَ بِمِثْلِهِ وَلَوْ كَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيرًا

Katakanlah: "Sesungguhnya jika manusia dan jin ber kumpul untuk membuat yang serupa Al-Quran ini niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi se bagian yang lain." (QS. al-Isra:88)

5
Mengapa Nabi Diutus

Definisi Mukjizat
Mukjizat adalah perkara di luar kebiasaan yang di lakukan dengan cara tidak alami dan tidak diketahui tetapi tetap sesuai dengan hukum kausalitas. Dengan kata lain: hukum kausalitas adalah salah satu hukum yang tak ter ban tah kan dan rasional yang juga diterima al-Quran. Oleh karena itu tiada suatu kejadian muncul tanpa sebab ter ma suk mukjizat.

Singkatnya satu fenomena dapat muncul dengan dua jalan: alami dan non-alami. Satu misal sebuah tongkat bisa berubah menjadi ular besar melalui dua jalan:

Pertama melalui sebab-sebab dan faktor-faktor alami. Yakni dengan berlalunya masa jejak dan reaksi-reaksi alami tongkat itu mengalami keadaan yang memungkinkan untuk menerima (menjadi) ular. Kemudian Allah Swt menambahkan rupa dan nyawa. Dalam kondisi ini ular tersebut lahir melalui sebab-sebab dan faktor-faktor alami dan bukan sebuah mukjizat.

Kedua dengan mukjizat. Dalam hal ini tongkat itu ber potensi (menjadi) seekor ular tetapi tidak dengan dampak dan reaksi-reaksi alami langsung tetapi dengan melalui jiwa yang kuat dan kehendak pasti seorang nabi yang menyebab kan potensi ini muncul pada tongkat ini. Saat itulah ia men jadi ular alami dengan izin Allah Swt. Oleh karena itu, mukjizat adalah peristiwa yang muncul melalui hukum sebab akibat. Namun sebab-sebabnya bukan sebab-sebab alami. Muncul disebabkan kehendak Allah Swt dan mela lui faktor-faktor non-alami dan tidak biasa. Karena itulah ia dinamakan mukjizat yang dapat menjadi bukti valid bagi klaim kenabian seorang nabi.


Mukjizat Perbuatan Siapa?
Apakah mukjizat itu ialah kasus langsung dan tanpa perantara Tuhan? Apakah nabi hanya bisa menunggu mukjizat? Ataukah nabi sendiri yang melakukannya semau dia?

Dalam beberapa ayat al-Quran menisbahkan mukjizat kepada nabi:

Disampaikan dari lisan Isa as

وَرَسُولاً إِلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنِّي قَدْ جِئْتُكُم بِآيَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ أَنِّي أَخْلُقُ لَكُم مِّنَ الطِّينِ كَهَيْئَةِ الطَّيْرِ فَأَنفُخُ فِيهِ فَيَكُونُ طَيْرًا بِإِذْنِ اللّهِ وَأُبْرِىءُ الأكْمَهَ والأَبْرَصَ وَأُحْيِي الْمَوْتَى بِإِذْنِ اللّهِ وَأُنَبِّئُكُم بِمَا تَأْكُلُونَ وَمَا تَدَّخِرُونَ فِي بُيُوتِكُمْ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَةً لَّكُمْ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ

Sesungguhnya aku telah datang kepadamu dengan membawa sesuatu tanda (mukjizat) dari Tuhanmu yaitu aku membuat untuk kamu dari tanah sebagai bentuk burung; kemudian aku meniupnya maka ia menjadi seekor burung dengan seizin Allah: dan aku menyembuhkan orang yang buta sejak dari lahirnya dan orang yang berpenyakit sopak; dan aku menghidupkan orang mati dengan seizin Allah; dan aku kabarkan kepadamu apa yang kamu makan dan apa yang kamu simpan di rumahmu. (QS. Ali Imran:49)

Dalam surah al-Ma'idah diterangkan

وَإِذْ تَخْلُقُ مِنَ الطِّينِ كَهَيْئَةِ الطَّيْرِ بِإِذْنِي فَتَنفُخُ فِيهَا فَتَكُونُ طَيْرًا بِإِذْنِي وَتُبْرِىءُ الأَكْمَهَ وَالأَبْرَصَ بِإِذْنِي وَإِذْ تُخْرِجُ الْمَوتَى بِإِذْنِي وَإِذْ كَفَفْتُ بَنِي إِسْرَائِيلَ عَنكَ إِذْ جِئْتَهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ فَقَالَ ا لَّذِينَ كَفَرُواْ مِنْهُمْ إِنْ هَذَا إِلاَّ سِحْرٌ مُّبِينٌ

Dan (ingatlah) pada waktu kamu membentuk dari tanah (suatu bentuk) yang berupa burung dengan seizin-Ku kemu dian kamu meniup padanya lalu bentuk itu menjadi burung (yang sebenarnya) dengan seizin-Ku dan (in gatlah) waktu kamu menyembuhkan orang yang buta sejak dalam kandungan ibu dan orang yang berpenyakit sopak dengan seizin-Ku dan (ingatlah) diwaktu kamu men gelu ar kan orang mati dari kubur (menjadi hidup) dengan seizin-Ku. (QS. al-Maidah:110)

Tentang kisah Musa as disampaikan

قَالَ إِن كُنتَ جِئْتَ بِآيَةٍ فَأْتِ بِهَا إِن كُنتَ مِنَ الصَّادِقِينَ (106) فَأَلْقَى عَصَاهُ فَإِذَا هِيَ ثُعْبَانٌ مُّبِينٌ (107)
وَنَزَعَ يَدَهُ فَإِذَا هِيَ بَيْضَاءُ لِلنَّاظِرِينَ (108)


Fir'aun menjawab "Jika benar kamu membawa suatu bukti maka datangkanlah bukti itu jika (betul) kamu termasuk orang-orang yang benar." Maka Musa menjatuhkan tongkat nya lalu seketika itu juga tongkat itu menjadi ular yang sebenarnya. Dan ia mengeluarkan tangannya
maka ketika itu juga tangan itu menjadi putih bercahaya (kelihat-an) oleh orang-orang yang melihatnya. (QS. alA` raf:106-108)

وَظَلَّلْنَا عَلَيْكُمُ الْغَمَامَ وَأَنزَلْنَا عَلَيْكُمُ الْمَنَّ وَالسَّلْوَى

Dalam ayat-ayat lainnya perbuatan mukjizat dinis bahkan kepada Allah Dan Kami naungi kamu dengan awan dan Kami turunkan kepadamu "manna" dan "Salwa". (QS. al-Baqarah:57)

Dari ayat-ayat di atas dapat disimpulkan bahwa mukjizat menjadi urusan nabi secara langsung dan dengan kehendaknya. Namun dalam mewujudkannya ia tidak mandiri tetapi perbuatannya itu terwujud dengan izin dan bantuan Allah Swt. Kehendak nabi muncul dikarenakan sebab-sebab tetapi yang mengadakan mukjizat sebenar-nya adalah Allah Swt. Karena itu dalam banyak ayat pe-laksanaan mukjizat dinisbahkan kepada nabi. Namun terikat dengan izin Allah. Di salah satu ayat disampaikan dengan sangat tegas 41

و ما کان لرسول ان ياتي بايه الا باذن الله فاذا جاء امر الله قضي بالحق و خسر هنالک المبطلون (78)

Tidak dapat bagi seorang Rasul membawa suatu mukjizat melainkan dengan seizin Allah; Maka apabila Telah da tang perintah Allah diputuskan (semua perkara) dengan adil. Dan ketika itu Rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil. (QS. al-Mukmin:78)


Perbedaan Mukjizat dengan Sihir
Kini sampai pada pertanyaan: Apabila nabi (untuk menunjukkan bukti kenabian dalam bentuk mukjizat-penerj.) melakukan hal di luar kebiasaan yang orang lain tidak mampu melakukannya maka penyihir juga bisa melakukan hal yang menakjubkan yang orang lain tidak mampu melakukannya. Lantas apa perbedaan mukjizat dan sihir? Dengan cara apa dapat diyakinkan bahwa perbuatan pengaku nabi adalah mukjizat bukan sihir? Di bawah ini akan kami bawakan beberapa perbedaan:

Pertama dari sihir tidak akan muncul satu hal yang nyata. Penyihir mempengaruhi indra dan kesadaran orang-orang sehingga hal yang tak nyata tampak nyata. Sebagaimana dalam kisah Nabi Musa para penyihir di hadapan para hadirin menampilkan tali temali tongkat dan alat-alat si hir mereka. Lantas mereka menyihir alat-alat tersebut sehingga di mata para hadirin tampak dalam bentuk ular-ular yang bisa bergerak membuat mereka yang meny ak si kannya merasa takut. Padahal itu semua bukan ular-ular yang nyata.

Karena itu al-Quran mengatakan Musa menjawab "Lempar kan lah (lebih dahulu)!" Maka tatkala mereka melemparkan mereka menyulap mata orang dan menjadikan orang banyak itu takut serta mereka mendatangkan sihir yang besar (menakjubkan) (QS. al-A`raf:116).

Sementara dari mukjizat muncul satu hal yang nyata dan alami (takwîni). Dalam kisah Nabi Musa tongkatnya berubah menjadi ular yang nyata dan benar-benar me nelan sihirnya para penyihir. Allah Swt berkata kepada Nabi Musa

Kami berkata "Janganlah kamu takut sesungguhnya kamulah yang paling unggul (menang) dan lemparkanlah apa yang ada di tangan kananmu niscaya ia akan menelan apa yang mereka perbuat. Itu adalah tipu daya tukang sihir. Dan tidak akan menang tukang sihir itu dari mana saja ia datang." Lalu tukang-tukang sihir itu tersungkur dengan bersujud seraya berkata; "Kami telah percaya kepada Tuhan Harun dan Musa." (QS. Thaha:68-70).

Saat penyihir melihat ular Nabi Musa menelan alat-alat sihir mereka mereka baru menyadari bahwa perbuat-an Musa itu adalah mukjizat. Dan berbeda total dengan apa yang mereka perbuat. Oleh sebab itu mereka tunduk pasrah dan beriman.

Kedua untuk proyeknya itu penyihir memerlukan latihan- latihan khusus atau mereka membaca zikir-zikir dan wirid-wirid (mantra-mantra) tertentu atau menggambar dan menulis sesuatu. Sementara mukjizat untuk melakukannya tidak memerlukan latihan khusus. Cukup dengan kehendak dan keinginan seorang nabi maka terwujudlah dengan bantuan dan pertolongan Allah.

Ketiga mukjizat tidak akan pernah kalah. Yakni ketika nabi ingin mewujudkan sesuatu maka dengan pasti akan terjadi. Dan tiada seorang pun yang mampu mencegah ke ja di annya atau mendustakannya setelah kejadian. Karena bersumber dari kekuatan Tuhan. Dan sihir tidaklah demikian adanya. Sebab boleh jadi si penyihir yang lebih kuat mengalahkannya atau membatilkannya. Sebagaimana dalam kisah Nabi Musa tadi.

Keempat sihir termasuk ilmu dan profesi. Berbeda dengan mukjizat yang bukanlah objek latih (dapat di pela jari). Manusia biasa dengan belajar dan latihan bisa men jadi pe nyihir dan sama sekali tidak berkaitan dengan ke imanan dan hubungan dengan Tuhan serta bantuan-Nya. Se dan g kan kekuatan atas mukjizat adalah anugerah Tuhan dan tidak diperoleh dengan cara belajar dan latihan. Dan pe mi lik mukjizat memiliki keimanan yang sangat tinggi dan memiliki hubungan yang dalam dengan Allah Swt.


Metode Mengenal Nabi
Untuk mengenal kebenaran klaim nabi dapat dicapai dengan beberapa cara:

1) Mukjizat. Mukjizat adalah jalan pengetahuan yang terbaik dan meyakinkan. Jika pengaku nabi membukti kan kebenaran pengakuannya itu dengan satu mukjizat atau beberapa mukjizat yang dikukuhkan dengan dalil-dalil pasti seperti kesaksian (dari orang yang dapat dipercaya- peny.) atau kabar terpercaya maka de-ngan jalan ini kenabian dapat diputuskan ke be narannya.

2) Pemberitahuan para nabi sebelumnya. Bilamana nabi terdahulu menetapkan kenabian seseorang sesudahnya- yang merupakan kewajibannya untuk mengabar kan pengutusan nabi yang akan datang sesudahnya dan menjelaskan ciri-cirinya dengan sempurna-maka bisa ditetapkan kenabian orang setelahnya itu. Sep erti dalam kasus Nabi Muhammad (saw). Para nabi dahulu membawa kabar gembira tentang kedatangan be liau. Berita gembira itu telah termaktub dalam kitab-kitab mereka. Dalam kaitan ini al-Quran menjelaskan melalui sabda Nabi Isa as Dan (ingatlah) ketika Isa Pu tra Maryam berkata "Hai Bani Israil sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu membenarkan kitab (yang turun) sebelumku yaitu Taurat dan memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang se sudahku yang namanya Ahmad (Muhammad)." (QS. ash-Shaff:6).

3) Menelaah teks undang-undang dan ajaran agama nabi. Jika ilmuwan dan peneliti mengadakan penilaian terhadap segenap pengetahuan hukum undang-undang dan program agama dari berbagai sisi objektif dan tanpa fanatik maka ia akan dapat mengetahui kadar 45 nilai dan komprehensifitas agama itu. Jika terlihat a- gama tersebut berdasarkan standar-standar rasional undang-undangnya dibuat memenuhi kebutuhan-ke butu han hakiki masyarakat membela hak-hak indivi-dual dan sosial satu bangsa memperhatikan keadilan sosial di semua tempat menjamin kebahagiaan dunia-akhirat mewasiatkan moral yang baik dan agar me-ninggalkan moral yang tercela maka ia telah menying-kap validitas dan kesempurnaan agama tersebut. De-ngan jalan ini si peneliti itu dapat menetapkan dan mem be nar kan kenabiannya.

Dua poin yang perlu disebutkan di sini: pertama peneli tian yang cermat dan dalam semua aspek tersebut hanya untuk kalangan terbatas (para pakar saja) dan bukan merupakan tugas semua orang. Kedua taruhlah itu dapat dilakukan melalui petunjuk-petunjuk dan bukti-bukti. Namun tidak dapat menjadi sebuah dalil yang meyakinkan yang akhirnya memaksa kita untuk bersandar kepada bukti mukjizat.

4) Menelaah kehidupan moral dan perilaku pribadi yang mengaku nabi. Jika dia adalah seorang yang amanah semua orang membuktikan perbuatannya benar dan tidak ada setitik pun kelemahan atau kekurangan dalam moral internal dan eksternal (berakhlak baik terhadap dirinya dan orang lain). Ia sendiri melaku kan apa yang dia ucapkan. Hal ini juga bisa dijadikan pendukung dalam pengakuan kenabiannya dan dibenarkan oleh umat. Tetapi masalah ini merupakan dukungan bukan dalil pasti dan hujah syar'i.


Wahyu
Wahyu secara etimologis artinya: penyampaian perkataan secara rahasia dan kilat kepada yang lain. Adapun secara terminologis bermakna percakapan Tuhan dengan para nabi.

Mereka (para nabi) mengaku bahwa mereka punya hubungan khusus dengan Allah Swt. Dan Allah berfirman kepada mereka dan menyampaikan pesan untuk umat. Mereka mengaku mendengar firman Tuhan dan menyaksi kan hakikat-hakikat di alam gaib. Mereka diperintah oleh Allah supaya menyampaikan pesan-pesan-Nya.

Ilmu Para nabi diperoleh melalui wahyu berbeda sepenu h nya dengan cara menimba ilmu manusia pada umum-nya. Kita manusia mempunyai tiga macam pengetahuan:

1) Pengetahuan terhadap objek yang bisa dijangkau in dra (ilmu indrawi/mahsûsât).

2) Pengetahuan akan hal-hal universal (kulliyât).

3) Pengetahuan sensasi-sensasi batiniah dan intuisional (wijdâni).

Pengetahuan indrawi diperoleh secara langsung mela lui pancaindra. Dalam mengetahui pengetahuan universal indra kita juga berperan sebab partikular-partikularnya sudah diketahui sebelumnya dengan indra ini. Lalu dige-neralisasikan dari semua partikular tersebut. Sedangkan jenis pengetahuan ketiga ialah sensasi-sensasi batiniah se-perti: rasa sakit lapar dan haus rasa gembira dan sedih. Semuanya itu dirasakan dan didapati dengan indra lahir atau batin baik langsung maupun tidak. Adapun wahyu bukan bagian dari ketiga macam pengetahuan tersebut.

Di alam gaib para nabi menyaksikan hakikat-hakikat tetapi tidak dengan mata lahir dan mendengar perkataan Tuhan tetapi tidak dengan telinga. Dalam hal ini ilmu-ilmu ini disampaikan dari Tuhan ke dalam kalbu nabi melalui wahyu.

Pada saat itu lahir penyaksian (hakikat-hakikat). Benar-benar berlawanan dengan ilmu-ilmu biasa yang diper oleh melalui indra dan kemudian masuk ke dalam benak dan jiwa kita. Al-Quran menginterpretasikan wahyu di bawah ini

وَإِنَّهُ لَتَنزِيلُ رَبِّ الْعَالَمِينَ (192) نَزَلَ بِهِ الرُّوحُ الْأَمِينُ (193) عَلَى قَلْبِكَ لِتَكُونَ مِنَ الْمُنذِرِينَ (194) بِلِسَانٍ عَرَبِيٍّ مُّبِينٍ (195)

Dan sesungguhnya al-Quran ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam dia dibawa turun oleh ar-Rûh al-Amîn (jibril) ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang mem beri peringatan dengan bahasa Arab yang jelas. (QS. asy-Syu'ara:192-195)

قُلْ مَن كَانَ عَدُوًّا لِّجِبْرِيلَ فَإِنَّهُ نَزَّلَهُ عَلَى قَلْبِكَ

بِإِذْنِ اللّهِ مُصَدِّقاً لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ وَهُدًى وَبُشْرَى لِلْمُؤْمِنِينَ


Katakanlah: "Barangsiapa yang menjadi musuh Jibril maka Jibril itu telah menurunkannya (al-Quran) ke dalam ha timu." (QS. al-Baqarah:97)

Dalam kitab tafsir Rûh al-Bayân diterangkan:

Bilamana (ada wahyu) diwahyukan kepada Muhammad saw pertama-tama turun ke dalam kalbu beliau. Karena itulah beliau sangat menantikan wahyu dan hanyut di dalamnya. Wahyu itu dari kalbu beliau kemudian menuju ke pemahaman dan pendengaran beliau. Ini artinya wahyu turun dari atas ke bawah dan ia adalah derajat kaum khusus (khawâsh). 3

Almarhum Allamah Thabathaba'i mengatakan:

"Yang dimaksud qalb (baca:kalbu) adalah jiwa se or ang manusia yang berpotensi memahami. Hal ini bisa di pa hami dari ayat al-Quran yang mengatakan:

نزل به الروح الأمين (193) على قلبك

Dan tidak mengatakan langsung قلبک yang menun jukkan pada bagaimana nabi menjangkau al-Quran. Juga apa yang diterima oleh ruhnya adalah jiwa mulia beliau tanpa intervensi indra lahir di dalamnya.

Oleh karena itu beliau bisa menyimak apa yang diwahyu kan kepada beliau tanpa menggunakan mata dan telinga lahir. Sebab jika penglihatan dan pendengaran be liau dengan mata dan telinga lahir ini maka apapun yang beliau dengar dan lihat adalah sama sebagaimana yang didengar dan dilihat oleh orang-orang biasa. Dan riwayat-riwayat hadis juga dengan tegas menolak pemahaman ini." 4

Oleh sebab itu ilmu-ilmu para nabi diperoleh melalui wahyu. Bukan merupakan bagian dari ilmu berperantara (hushûli) sensasional dan rasional manusia. Tetapi semacam ilmu yang lebih tinggi yang substansinya tidak jelas bagi kita. Semacam konsensi (syu'ûr) batiniah yang dira ha sia kan yang di dalamnya tidak ada kesalahan dan keke liruan.

Menurut beberapa ayat al-Quran bahwa wahyu di lakukan dengan salah satu dari tiga cara:

Cara pertama Allah Swt menyampaikan wahyu secara langsung ke dalam kalbu nabi.

Cara kedua wahyu disampaikan melalui perantara lain dan dari situ nabi menerimanya. Misalnya taklîm (men ga jak bicara) Nabi Musa di bukit melalui pohon. al-Quran men ga ta kan:

Ketika sampai padanya dari sebelah kanan lembah dan di tempat yang diberkati muncul suara melalui pohon.

Cara ketiga disampaikan dengan perantara malaikat wahyu (Jibril) ke dalam kalbu nabi.

Tiga cara ini disinggung dalam al-Quran

* و ما کان لبشر ان يکلمه الله الا وحيا او من ورايء

حجاب او يرسل رسولا فيوحي باذنه ما يشاء انه علي حکيم


Dan tidak ada bagi seorang manusia pun yang Allah berkata- kata dengan dia kecuali dengan perantara wahyu atau di belakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (Malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Mahatinggi lagi Mahabijaksana. (QS. asy-Syu'ara:51)

Akan tetapi wahyu dengan jalan apapun itu dilakukan dengan wasilah Allah Swt. Karena itu dalam banyak ayat wahyu dinisbahkan kepada Allah dengan perantara dan melalui sebab-sebab di antaranya Jibril.

Oleh karena itu adanya tiga macam wahyu itu disebab kan kondisi-kondisi batiniah nabi dan beragam daya tarik Tuhan. Dalam hal ini terkadang ruh malakûti nabi naik mencapai maqam Jibril dan dia mendengar wahyu darinya. Namun dia tidak melihat dirinya. Dan ada kalanya juga dia bahkan menyaksikan diri Jibril.

Terkadang kenaikan spiritualitasnya sampai batas mendengar firman Tuhan di tempat tertentu seperti pohon. Sekali waktu dia naik sedemikian sehingga tidak ada perantara dan mendengar firman secara langsung dari Allah Swt.

Keterangan ini telah disinggung oleh Allamah Thabathaba'i:

"Penyampaian wahyu itu ada dua macam yaitu adanya tirai (hijab) yakni adanya si pembawa pesan (Jibril) sebagai perantara Allah untuk menyampaikannya dan Allah langsung menyampaikan wahyu kepada Muhammad. Tetapi kedua jalan itu sebenarnya tidak berbeda (karena pada kenyataannya dalam penyampaian wahyu langsung pun masih ada hijab yang tidak disadari Nabi saw-peny.). Sebab wahyu tidak seperti perbuatan-Nya yang lain tanpa perantara.

Pokok masalahnya ialah perhatian si mukhâthab (yang diajak bicara yakni Nabi) yang menerima per kataan. Jadi jika nabi memandang suatu perantara yang membawa perkataan (Tuhan) dan perantara ini datang dari Tuhan membawa perkataan dan risalah kepadanya maka (Dia) terhijab. Seperti perantara malaikat yang dalam hal ini wahyu dari malaikat tersebut. Jadi bilamana nabi ber tawa juh kepada Tuhan maka itu wahyu dari Tuhan. Walaupun ada suatu perantara tapi nabi tidak menyadarinya." 5

6
Mengapa Nabi Diutus

Jumlah Para Nabi
Di sepanjang sejarah banyak nabi diutus untuk membimbing dan mengarahkan umat manusia. Nabi Adam as adalah nabi pertama dan Muhammad adalah nabi terakhir. Jumlah Para nabi tidak diketahui secara pasti tetapi dalam beberapa riwayat jumlah mereka disebutkan 124 ribu orang. Sebagian para nabi memiliki agama dan syariat yang khas. Sebagian yang lain tidak memiliki syariat yang khusus tetapi mengembangkan syariat nabi sebelumnya. Sebagian dari mereka mempunyai kitab dan sebagian lainnya tidak. Kadang di satu zaman banyak nabi di berbagai negeri dan kota melaksanakan perintah Allah.

Diriwayatkan dari Abu Dzar: Pada suatu hari aku ber tanya kepada Nabi (saw) "Berapakah jumlah para nabi?"

Beliau menjawab "Seratus dua puluh empat ribu nabi."

"Berapakah nabi yang sekaligus menjadi rasul (mursal)?"

"Tiga ratus tiga belas orang (rasul) yang perlu diketahui."

"Siapakah nabi pertama?"

"Adam."

"Apakah dia termasuk nabi dan rasul?"

"Ya Allah menciptakan dia dengan "tangan"-Nya sendiri dan meniupkan padanya dengan "ruh"-Nya." Ke mu dian beliau (saw) menambahkan "Hai Abu Dzar em pat orang termasuk para Nabi Suryani: 1-Adam 2-Syits 3-Akhnukh dialah Idris dan orang pertama yang menulis dengan pena. Dan 4-Nuh. Empat orang nabi dari Arab: Hud Saleh Syuaib dan Nabi Muhammad. Awal nabi dari Bani Israil ialah Musa dan yang terakhir ialah Isa yang seluruhnya ada enam puluh nabi."

"Ya Rasulullah berapakah kitab yang turun?"

"Seratus empat kitab; Allah menurunkan kepada Syits lima puluh shahîfah kepada Idris tiga puluh shahîfah dan kepada Ibrahim dua puluh shahîfah. Juga menurunkan Tau rat Injil Zabur dan al-Quran."6

Lima orang nabi agung yang memiliki syariat khusus mereka dinamakan Ulul 'Azmi yaitu: Nuh Ibrahim Musa Isa dan Muhammad saw.

Ismail Ja'fi meriwayatkan dari Imam Baqir as: Para nabi Ulul 'Azmi ada lima orang: Nuh Ibrahim Musa Isa dan Muhammad saw.7

Kami tidak mempunyai informasi tentang nama se mua nabi dalam buku-buku sejarah pun nama-nama nabi hanya disebutkan sebagian. Dalam al-Quran disebutkan 26 nama. Yaitu: Adam Nuh Idris Hud Shaleh Ibrahim Luth Is mail Ilyasa' Dzulkifli Ilyas Ayub Yunus Ishaq Ya'qub Yusuf Syuaib Musa Harun Daud Sulaiman Zakariya Yahya Ismail Shadiqul Wa'd Isa dan Muhammad saw.


Misi Para Nabi
Seperti yang diterangkan di dalam ayat-ayat dan ha dishadis bahwa misi-misi para nabi adalah atas perintah Allah. Misi-misi itu dapat diringkas dalam dua tujuan universal:

Misi pertama: mengarahkan umat manusia kepada nilai dan pentingnya kehidupan spiritual memberi petunjuk kepada hal-hal yang melahirkan penyempurnaan jiwa dan kedekatan dengan Allah serta menjamin kebahagiaan ukhrawi. Juga menjelaskan dan memperingatkan sebab-se bab dan faktor-faktor kemerosotan jiwa dan ke seng sa raan di alam akhirat. Dalam hal ini perhatikanlah be berapa masalah penting di bawah ini:

1. Dasar dakwah para nabi dan awal misi mereka adalah makrifat dan iman kepada Allah Yang Maha Esa me netap kan sifat-sifat sempurna bagi Zat Suci dan menyuci- kan-Nya dari sifat-sifat kelemahan.

2. Mengarahkan dan mengajak beriman kepada hari ke bang ki tan kehidupan setelah kematian surga dan kenikmatan-kenikmatan ukhrawi neraka dan sik saansiksaannya adalah bagian dari risalah mereka. Para nabi menegaskan dan menetapkan adanya alam akhirat pahala dan ganjaran akhirat yang dit er ang kan oleh banyak ayat al-Quran.

3. Membenarkan nabi-nabi dahulu dan menyeru umat agar menerima hukum dan syariat baru serta mengikuti kenabian mereka. Tiga perkara ini adalah asas dakwah para nabi. Nabi saw dalam menyeru kerabat beliau bersabda: "Segala puji bagi Allah Dia yang kupuji dan kepada- Nya aku memohon pertolongan. Aku beriman dan tawakal kepada-Nya. Aku bersaksi bahwa tiada yang patut di sembah kecuali Dia dan Dia tidak bersekutu. Amma ba'du: Pemimpin tidak akan berdusta kepada rakyatnya. Sumpah demi Tuhan yang tiada sesembahan kecuali Dia Aku adalah utusan Tuhan secara khusus kepada kalian dan secara umum kepada umat manusia. Demi Allah! Sebagaimana kalian tidur kalian akan mati dan akan kembali (hidup) sebagaimana kalian (pada waktu) bangun. Kalian kelak akan mengalami hisab untuk perbuatan-perbuatan kalian yang hasilnya adalah surga atau neraka untuk se la manya."8

4. Menganjurkan umat pada akhlak yang utama dan mulia dan memperingatkan mereka supaya menjauhi akhlak yang tercela. Para nabi mengajak umat kepada akhlak yang baik dengan menjelaskan dampak-dam pak du n iawi dan ukhrawi bagi akhlak yang mulia. Dan den gan menjelaskan konsekuensi-konsekuensi akhlak bu ruk dan tercela memberi peringatan kepada umat akan akibat-akibat tersebut. Untuk itu penyucian dan pembinaan jiwa dapat dianggap sebagai salah satu misi besar para nabi. Sebagaimana firman Allah Se sunggu hnya Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka se or ang ra sul dari golongan mereka sendiri yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah membersihkan (jiwa) mereka dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab dan al-Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu mereka ada-lah benar-benar dalam kesesatan yang nyata (QS. Ali Im ran:164). Nabi saw bersabda: "Aku wasiatkan akhlak yang baik kepada kalian yang karenanya Allah mengutusku."9 Imam Ali (as) meriwayatkan dari Nabi (saw): "Aku diutus kepada kebaikan dan (dengan membawa) kemuliaan akhlak."10

5. Menganjurkan umat agar menyembah Allah Yang Maha Esa dan patuh terhadap undang-undang-Nya. Para nabi menerangkan berbagai macam ibadah dan memandangnya sebagai faktor-faktor kesempurnaan jiwa dan upaya mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah yang apabila diamalkan akan berpengaruh posi tif dalam kebahagiaan hidup ukhrawi. Allah ber firman Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiaptiap umat (untuk) menyerukan: "Sembahlah Allah (saja) dan jauhilah Tagut itu." (QS. an-Nahl:36).

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku (QS. adz-Dzariyat:56). Para nabi menyeru umat kepada pencapaian ke bahagiaan ukhrawi dengan menunjukkan program di atas.

Misi kedua: Reformasi kondisi sosial dan kehidupan duniawi masyarakat. Para nabi memberikan perhatian sepenu h nya pada perbaikan urusan-urusan sosial dan ekonomi. Mereka mengajak umat menimba ilmu menggali sumber-sumber alami dan bekerja. Menganjurkan menjaga keadilan dan mencegah kezaliman dan kesewenang-wenangan. Untuk mencegah kezaliman dan pe ny im pan gan dan menegakkan keadilan sosial mereka menetapkan hukum dan undang-undang hak sangsi pengadilan dan ekonomi bagi umat dari Tuhan dan menekankan pem ber lakuan undang- undang tersebut. Mereka memerangi keza liman dan melindungi kaum lemah dan dhuafa.

Dengan menelaah hukum dan undang-undang Islam akan menjadi terang bahwa agama Islam sepenuhnya memper ha ti kan reformasi urusan-urusan duniawi dan kondisikondisi sosial umat.

Dapat disimpulkan dari beberapa ayat al-Quran bahwa salah satu tujuan para nabi ialah mengenai hal tersebut di atas

لَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلَنَا بِالْبَيِّنَاتِ وَأَنزَلْنَا مَعَهُمُ الْكِتَابَ وَالْمِيزَانَ لِيَقُومَ النَّاسُ بِالْقِسْطِ وَأَنزَلْنَا الْحَدِيدَ

فِيهِ بَأْسٌ شَدِيدٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَلِيَعْلَمَ اللَّهُ مَن يَنصُرُهُ وَرُسُلَهُ بِالْغَيْبِ إِنَّ اللَّهَ قَوِيٌّ عَزِيزٌ (25)


Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami den gan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami tu run kan bersama mereka al-Kitab dan neraca (keadilan) su paya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami cip ta kan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia (supaya mereka memper gunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)-Nya dan rasul-rasul-Nya padahal allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Mahakuat lagi Ma haperkasa. (QS. al-Hadid:25)

كَانَ النَّاسُ أُمَّةً وَاحِدَةً فَبَعَثَ اللّهُ النَّبِيِّينَ مُبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ وَأَنزَلَ مَعَهُمُ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيمَا اخْتَلَفُواْ فِيهِ وَمَا اخْتَلَفَ فِيهِ إِلاَّ الَّذِينَ أُوتُوهُ مِن بَعْدِ مَا جَاءتْهُمُ الْبَيِّنَاتُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ فَهَدَى اللّهُ الَّذِينَ آمَنُواْ لِمَا اخْتَلَفُواْ فِيهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَاللّهُ يَهْدِي مَن يَشَاء إِلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ

Manusia itu adalah umat yang satu. (Setelah timbul per selisi han) maka Allah mengutus para nabi sebagai pem beri kabar gembira dan pemberi peringatan dan Allah menu run kan bersama mereka Kitab dengan benar untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-ke-terangan yang nyata karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi pe tun juk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus. (QS. al-Baqarah:213)


Puncak Misi Para Nabi
Telah kami paparkan bahwa para nabi sesuai dengan perintah Tuhan meniti dua misi universal: pertama pen genalan Tuhan dan ibadah serta taqarrub kepada-Nya. Misi ini berkaitan dengan kehidupan batiniah dan kebahagiaan ukhrawi manusia. Kedua penegakkan keadilan dan pem beran tasan kezaliman dan nepotisme. Misi kedua ini ber kaitan dengan kehidupan duniawi manusia.

Kini sampai pada pertanyaan: apakah para nabi itu adalah seorang dualis dalam risalah mereka dengan kata lain mereka mengejar dua tujuan tersebut dalam secara ter p isah? Ataukah memandang misi yang satu sebagai akar dan yang lain sebagai cabangnya? Lalu yang manakah yang akar dan yang cabang? Ada beberapa kemungkinan:

1) Sebagian berpendapat bahwa tujuan pokok para nabi ialah menjamin kebahagiaan duniawi dan me ne gakkan keadilan serta menghapus kezaliman. Para nabi datang dalam rangka mencegah perselisihan dan pe ny im pangan dan membangun kehidupan manusia dengan keamanan dan kesejahteraan. Jika mereka menekankan adanya keharusan mengenal dan menyem bah Tuhan hari kebangkitan pahala dan sik saan ukhrawi dan nilai-nilai moral seperti keadilan perbuatan baik pengorbanan memaafkan dan mem bela kaum lemah itu semua karena mereka berpe-ngaruh dalam realisasi pembangunan keadilan sosial dan penghapusan kezaliman. Mereka (para pen dukung teori ini-peny.) mengatakan tauhid teoritis (nazhâri) dan mengenal Allah semata tidaklah menguntung kan.

Kita mengenal Tuhan atau tidak menyem bah-Nya atau tidak tidak akan memberikan ke un tun gan bagi Tu han. Semua itu harus dipandang sebagai sarana untuk tauhîd (penyatuan) sosial dan mem ban gun masyarakat yang adil.

2) Para peneliti dan Islamolog sejati memandang pembentukan jiwa dan pembenahan kehidupan spiritual sebagai tujuan fundamental. Karena itu untuk men capai tujuan ini menurut mereka hal yang mendasar dan efektif ialah tauhid nazhâri iman kepada hari ke bangkitan dan kenabian tunduk dan pasrah di hada pan Allah Yang Maha Esa penyucian jiwa dan be ra khlak dengan akhlak yang baik. Beberapa masalah yang mendukung pandangan ini adalah sebagai berikut:

a) Dapat disimpulkan dari filsafat Islam dan ayat-ayat al-Quran serta hadis-hadis bahwa manusia dari segi batin adalah ruh malakûti yang riil non-materi dan le-bih tinggi dari materi dan bakal abadi. Tidak binasa dengan kematian tetapi berpindah dari alam ini ke alam akhirat supaya bisa menyaksikan hasil amal per bua tan yang baik atau buruknya. Manusia dalam di mensi ruh malakûti-nya adalah dalam kondisi bergerak dan menyempurna. Secara alami ia pencari Tuhan. Dalam mengenal Tuhan dan menyembah-Nya serta mendekatkan diri kepada-Nya itu ia dalam keadaan mengejar kesempurnaan kebahagiaan dan kebaikan.

b) Dijelaskan dalam banyak ayat dan hadis bahwa dunia dan urusan-urusan duniawi tidak seberapa bernilai sementara kehidupan batiniah dan ukhrawinya ad alah kehidupan orisinal dan bernilai bagi manusia. Ayat-ayat tersebut seperti

الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيوةِ الدُّنْيَا وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِندَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلًا

Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk men jadi harapan. (QS. al-Kahfi:46)

اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ

حُطَامًا وَفِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِّنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ (20) سَابِقُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا كَعَرْضِ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أُعِدَّتْ لِلَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَن يَشَاءُ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ (21)


Ketahuilah bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya ku-ning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan- Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesena-ngan yang menipu. Berlomba-lombalah kamu kepada (menda p at kan) ampunan dari Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi o-rang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-rasul- Nya. Itulah karunia Allah diberikan-Nya kepada siapa yang dike hendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar. (QS. al-Hadid:20-21)

وَمَا أُوتِيتُم مِّن شَيْءٍ فَمَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَزِينَتُهَا وَمَا عِندَ اللَّهِ خَيْرٌ وَأَبْقَى أَفَلَا تَعْقِلُونَ

Dan apa saja yang diberikan kepada kamu maka itu adalah kenikmatan hidup duniawi dan perhiasannya; sedang apa yang di sisi Allah adalah lebih baik dan lebih kekal. Maka apakah kamu tidak memahaminya? (QS. al- Qashash:60)

Dalam banyak hadis disebutkan tentang dunia se bagai satu tempat yang singkat masanya tempat singgah se mentara dan ladang akhirat yang harus dipetik darinya untuk kehidupan abadi akhirat. Di antaranya:

Imam Ali as berkata "Ketahuilah! Dunia yang kalian dambakan dan senangi ini serta dia juga menyenangkan kalian bukanlah rumah dan tempat tinggal kalian yang kalian diciptakan untuknya atau diseru kepadanya. Ke-tahui lah! Dunia tidaklah kekal dan kalian tidak akan tetap tinggal di dalamnya. Dunia ini meskipun memperdaya kalian tetapi juga memperingatkan kalian. Maka tinggal kan keadaan terperdaya olehnya kepada peringatannya dan ketamakan terhadapnya kepada seruannya yang menakut-nakuti. Di dunia ini berlombalah menuju "rumah" yang kalian diseru (kepadanya)."11

Beliau juga bersabda "Sesungguhnya dunia tidak dicip ta kan bagi kalian sebagai tempat tinggal selamanya tetapi sementara waktu dan supaya kalian mengambil perbekalan amal baik dan membawanya ke tempat tinggal yang abadi."12

Beliau berkata: "Hai orang-orang! Dunia adalah persinggahan dan akhiratlah tempat tinggal (sebenarnya). Maka ambillah manfaat dari persinggahan itu untuk tem pat tinggal kalian. Janganlah kalian tampakkan tirai-tirai kalian kepada yang mengetahui rahasia-rahasia kalian. Ke lu ar kan hatihati kalian dari dunia sebelum (nyawa) keluar dari badan. Maka kalian diuji di dunia dan untuk selain du n ialah kalian diciptakan."13

Dapat dipetik dari ayat-ayat dan hadis-hadis di atas bahwa kehidupan yang penting bagi dunia dalam pan dangan Islam ialah kehidupan spiritual dan ukhrawi.

Dan du nia adalah sebuah perantara untuk meraih kebahagiaan ukhrawi. Dari sini dapat disimpulkan bahwa inilah puncak tujuan para nabi. Mereka menetapkan jalan taqarrub dan kesempurnaan serta pencapaian kebahagiaan ukhrawi. Dan selain para nabi yang mendapatkan pengetahuan dari Allah tidak akan mampu menunjukkan jalan ini. Para nabi memberitahukan bahwa iman kepada Allah hari ke bang ki tan dan kenabian menyembah kepada Allah Yang Esa dan berakhlak baik sebagai sebuah jalan menuju ke ba hagiaan ukhrawi.

Oleh karena itu pendapat kedua yang dipilih. Se dangkan pendapat pertama yang menyatakan perbaikan urus- an-urusan penghidupan masyarakat sebagai yang primer dan puncak tujuan para nabi adalah bertentangan dengan ayat-ayat dan hadis-hadis.

Namun maksud kami bukanlah bahwa para nabi tidak memedulikan reformasi kehidupan duniawi masyarakat dan penegakkan keadilan serta penolakan kepada keza liman akan tetapi dalam mencapai misi ini harus memiliki ke sunggu han penuh. Bahkan mereka menjelaskan masalah ini sebagai satu nilai hakiki dan salah satu sarana terpenting bagi penyempurnaan jiwa dan taqarrub kepada Allah. Up aya dan usaha serta pengabdian kepada makhluk Allah dan memperhatikan penegakkan keadilan yang dilakukan den gan niat ikhlas dalam pandangan mereka adalah salah satu ibadah yang paling utama. Karena melalui ini ke hidupan sosial manusia menjadi memungkinkan dan akan ter cipta lingkungan yang baik untuk penyucian jiwa dan ibadah kepada Allah.

Dari sini menjadi jelas kebatilan pernyataan orang-orang yang mengatakan bahwa para nabi adalah kaum dua lis dalam misinya dan memandang sederajat urusan-urus-an duniawi dan ukhrawi. Sebab dunia dalam pandangan para nabi hanya bernilai bersifat batu loncatan (mukadi mah). Yakni dunia adalah ladang akhirat. Inilah tempat dapat dilakukan untuk mengejar kesempurnaan-kesem pur naan spiritual dan kehidupan ukhrawi. Oleh karena itu para nabi tidak memandang dunia lepas dari akhirat. Akan tetapi mereka berusaha menetapkan urusan-urusan duniawi di jalan penyempurnaan jiwa dan meraih kebahagiaan akhirat.

7
Mengapa Nabi Diutus

Dua Pandangan Dunia
Bagaimana Anda memandang dunia? Anda me mandang manusia itu sebagai fenomena yang bagaimanakah? Jawabannya ada dua pandangan yang berbeda secara ke selu ru han: pandangan Ilâhiyah (spiritualisme) dan pan dang-an materialisme. Istilah lainnya: pandangan dunia Il âhiyah dan pandangan dunia materialisme.


Pandangan Dunia Material
Penganut pandangan ini memandang dunia itu mandiri dan eksistensi tanpa kesadaran dan kehendak. Dunia ada-lah sekumpulan fenomena yang terdiri dari unsur-unsur material yang saling tumpang-tindih tanpa tujuan. Se muanya hampa dan tanpa arah. Di tengah kumpulan besar materi ini manusia termasuk eksistensi yang sia-sia bingung dan tanpa tujuan yang bergerak menuju kebinasaan. Tak ber mo ti vasi. Ujungnya ialah keputusasaan kegelapan dan ke tiadaan. Tak punya tempat perlindungan dan harapan. Ia hidup di dunia kegelapan dan menyeramkan.

Kehidupan manusia dalam pandangan ini juga hampa. Tak seorang pun yang mengayomi manusia sebagai wu jud yang mengetahui dan utama yang memahami dan men genal baik dan buruk perilaku manusia. Ia yang mem balas kebaikan atau keburukan. Singkatnya tidak ada stan dar bagi penilaian perbuatan manusia dan bagi baik dan buruk perilakunya.


Pandangan Dunia Ilâhiyah
Dalam pandangan ini alam dunia bukanlah eksistensi yang mandiri tetapi adalah ciptaan dan bergantung. Alam ini adalah ciptaan yang diciptakan berdasarkan perhitung-an detil dengan kesinambungan kerapian dan kese suaian yang khas untuk tujuan tertentu. Alam bergantung pada kemampuan Sang Pencipta Yang Mahakuasa pada ke hendak Yang Perkasa dan eksistensi yang Mahabijaksana lagi Ma hakaya yang senantiasa melindungi dan menjaganya.

Tiada sesuatu pun di dunia ini yang hampa dan tanpa akhir. Di antara seluruh maujud manusia memiliki karunia yang lebih dan tujuan yang lebih tinggi. Sepanjang hidup ia berjalan menuju tujuan ini. Akhir hidupnya adalah harapan dambaan dan tiada keputusasaan. Ia adalah maujud yang abadi. Menempuh perjalanan dari alam fana menuju alam baqa. Manusia bertanggung jawab di hadapan Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Ia memiliki tanggung jawab besar di hadapan Tuhannya. Sebab ia dicip ta kan sebagai yang mukhtâr (bebas memilih) dan mukallaf (yang diberi tugas).

Pandangan dunia spiritual meyakini bahwa manusia memiliki Pencipta Yang Maha Mengetahui Yang Ma ha hadir lagi Maha Melihat atas semua perbuatannya. Pemberi pahala kepada orang-orang baik dan siksaan terhadap orang-orang buruk.


Pandangan Dunia Para Nabi
Pandangan para nabi terhadap dunia dan manusia adalah spiritualis. Mereka memandang fenomena-fenomena alam adalah adaan-adaan (mawjûdât) yang bergantung dan membutuhkan. Mereka adalah tanda-tanda kekua saan dan keagungan Sang Pencipta Yang Maha Mengetahui dan Mahakuasa. Para nabi dan para pengikut mereka meyakini bahwa alam ini adalah ciptaan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Semua kebaikan berasal dari-Nya dan pemeliharaan tiada henti bagi alam adalah di tangan-Nya. Dunia bukanlah sia-sia dan permainan tetapi diciptakan untuk tujuan tertentu.

Mereka juga mempunyai pandangan yang khas ten- tang manusia dan kebahagiaannya. Manusia adalah adaan (mawjûd) mulia dan pilihan yang terdiri dari dua dimensi: jasad yang tercipta dari tanah dan ruh yang diciptakan dari alam Ketuhanan (Rubûbi) dan spiritual (malakûti). Oleh sebab itu ia adalah maujud yang utama abadi penerima dan pembawa amanah Allah Swt yang di hadapan-Nya se bagai yang diberi tugas dan bertanggung jawab.

Dalam pandangan ini kebahagiaan dan kesem pur naan hakiki manusia ialah dalam mengenal Allah bergerak di jalan-Nya rela dengan ridha-Nya karena semua kekuatan dan kebaikan berasal dari-Nya. Menghadap kepada-Nya adalah kecenderungan yang ada pada seluruh kebaikan dan nilai-nilai luhur insani.

Awal seruan para nabi ialah seruan menyembah ke pada Allah dan menauhidkan-Nya serta menafikan segala bentuk kesyirikan. Dalam pandangan mereka: menyem bah Allah dan tauhid adalah fondasi nilai dan kemuliaan manu sia. Dan melupakan Allah dan lalai dari zikir kepada-Nya meru pa kan pangkal semua kesengsaraan. Cinta pada se lain-Nya adalah sumber keburukan nista dan ke seng sa raan.

Masa depan manusia dan hari kebangkitan dalam pandangan para nabi seluruhnya adalah cerah men jan ji kan dan indah. Mereka yakin bahwa orang saleh dan muk min mempunyai masa depan yang amat cerah dan bahagia. Ia akan pergi dari alam ini ke alam akhirat yang jauh lebih luas dan di sana ia akan menyaksikan hasil total amal perbua tannya.

Oleh karena itu mengenai alam dunia manusia dan kebahagiaannya Para nabi mempunyai pandangan sedemikian jelas. Mereka mengimani sepenuh hati pada pandangan yang tinggi dan hakiki mereka ini.


Fondasi Dakwah Para Nabi
Dasar seruan para nabi ialah pandangan dunia spiri tual ini. Mereka membangun agama dan syariat mereka atas dasar yang kokoh ini. Kalimat pertama yang Nabi Nuh as ucapkan kepada kaumnya ialah Sembahlah Allah sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah) aku takut kamu akan ditimpa azab pada hari yang besar (kiamat) (QS. al-A'raf:59).

Demikian pula awal perkataan Hud as kepada kaum

اعْبُدُواْ اللّهَ مَا لَكُم مِّنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ إِنْ أَنتُمْ إِلاَّ مُفْتَرُونَ

Sembahlah Allah sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Kamu hanyalah mengada-ada saja. (QS. Hud:50)

Dan Nabi Shaleh as kepada kaumnya

قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُواْ اللّهَ مَا لَكُم مِّنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ هُوَ أَنشَأَكُم مِّنَ الأَرْضِ وَاسْتَعْمَرَكُمْ فِيهَا فَاسْتَغْفِرُوهُ ثُمَّ

تُوبُواْ إِلَيْهِ إِنَّ رَبِّي قَرِيبٌ مُّجِيبٌ


Hai kaumku sembahlah Allah sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya karena itu mohonlah ampunan-Nya. Kemudian bertobatlah kepada- Nya. Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya). (QS. Hud:61)

Juga Nabi Syu'aib di awal risalahnya berkata kepada kaumnya

قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُواْ اللّهَ مَا لَكُم مِّنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ وَلاَ تَنقُصُواْ الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ إِنِّيَ أَرَاكُم بِخَيْرٍ وَإِنِّيَ أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ مُّحِيطٍ (84) وَيَا قَوْمِ أَوْفُواْ الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ وَلاَ تَبْخَسُواْ النَّاسَ
أَشْيَاءَهُمْ وَلاَ تَعْثَوْاْ فِي الأَرْضِ مُفْسِدِينَ

Hai kaumku sembahlah Allah sekali-kali tiada Tuhan bagimu selain Dia. Dan janganlah kamu kurangi takaran dan timbangan sesungguhnya aku melihat kamu dalam keadaan yang baik (mampu) dan sesungguhnya aku khawatir terhadapmu akan azab yang membinasakan (kiamat). Dan Syu'aib berkata "Hai kaumku cukuplah takaran dan timbangan dengan adil dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusa kan. (QS. Hud:84-85)

Mengenai risalah Nabi Musa Allah berfirman

وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا مُوسَى بِآيَاتِنَا وَسُلْطَانٍ مُّبِينٍ (96) إِلَى فِرْعَوْنَ وَمَلَائِهِ فَاتَّبَعُواْ أَمْرَ فِرْعَوْنَ وَمَا أَمْرُ فِرْعَوْنَ بِرَشِيدٍ (97) يَقْدُمُ قَوْمَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَأَوْرَدَهُمُ النَّارَ وَبِئْسَ الْوِرْدُ الْمَوْرُودُ (98)

Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Musa dengan tanda-tanda (kekuasaan) Kami dan mukjizat yang nyata kepada Fir'aun dan pemimpin-pemimpin kaumnya tetapi mereka mengikuti perintah Fir'aun padahal Fir'aun sekalikali bukanlah (perintah) yang benar. Ia berjalan di muka kaumnya pada hari kiamat lalu memasukkan mereka ke dalam neraka. Neraka itu seburuk-buruk tempat yang di datangi. (QS. Hud:96-98)

يَوْمَ يَأْتِ لاَ تَكَلَّمُ نَفْسٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ فَمِنْهُمْ شَقِيٌّ وَسَعِيدٌ (105) فَأَمَّا الَّذِينَ شَقُواْ فَفِي النَّارِ لَهُمْ فِيهَا زَفِيرٌ وَشَهِيقٌ (106) خَالِدِينَ فِيهَا مَا دَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَالأَرْضُ إِلاَّ مَا شَاءَ رَبُّكَ إِنَّ رَبَّكَ فَعَّالٌ لِّمَا يُرِيدُ

(107) وَأَمَّا الَّذِينَ سُعِدُواْ فَفِي الْجَنَّةِ خَالِدِينَ فِيهَا مَا دَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَالأَرْضُ إِلاَّ مَا شَاءَ رَبُّكَ عَطَاءً غَيْرَ مَجْذُوذٍ (108)

Di kala datang hari itu tidak ada seorang pun yang ber bi cara melainkan dengan seizin-Nya; maka di antara mereka ada yang celaka dan ada yang berbahagia. Adapun orang- orang yang celaka maka (tempatnya) di dalam neraka di dalamnya mereka mengeluarkan dan menarik nafas (de-ngan merintih).
Mereka kekal di dalamnya selama ada la-ngit dan bumi kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki. Adapun orang-orang yang ber ba hagia maka tempatnya di dalam surga mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi kecuali jika Tuhanmu meng h endaki (yang lain); sebagai karunia yang tiada putus-pu tus nya. (QS. Hud:105-108)

Jika kita perhatikan dengan cermat akan kita lihat bahwa dalam dakwah semua nabi itu di samping me n etapkan dan menjelaskan kenabian mereka ada juga dua rukun yang mendasar:

1. Menyembah Allah Yang Maha Esa.

2. Masa depan manusia; bahagia atau sengsara (hari kebang ki tan). Oleh sebab itu keimanan pada dua fon dasi ini: keesaan Tuhan (Tauhid) dan hari kebangkit-an (ma'ad) membentuk fondasi dakwah para nabi. Mereka mengajak manusia beriman kepada dua fon dasi ini dengan mengajukan dalil dan argumen serta mukjizat. Mereka membangkitkan fitrah pencarian Tuhan dengan memotivasi umat agar berpikir dan merenungi rahasia-rahasia alam yang menakjubkan ini. Supaya umat menyembah Allah Yang Maha Esa. Dan dengan pandangan spiritual mereka (umat) meny ak si kan jejakjejak kekuasaan-Nya di setiap sudut alam. Memahami tujuan penciptaan manusia dan mengi mani alam setelah kematian serta memikirkan nasib mereka di masa de- pan apakah bahagia atau sengsara.

Pertama-tama para nabi membenahi keyakinan umat terhadap Tuhan dan hari kebangkitan yang merupakan dasar seluruh amal perbuatan manusia. Kemudian men- yam pai kan program-program samawi hukum-hukum dan un dang-undang Tuhan kepada mereka. Dengan jalan ini para nabi mengajak mereka kepada kebaikan dan kebajikan se hingga setiap manusia bisa berbuat sesuai dengan key akin-annya itu. Akhlak dan perilaku mereka sesuai dengan ke imanan dan keyakinannya. Oleh sebab itu demi kebaikan manusia maka harus memulai dari jalan membenahi "pan dan gan dunia" dan keyakinan mereka. Dan para nabi juga memiliki metode demikian ini. Mereka perkukuh iman ke pada Allah dan hari balasan dalam hati manusia supaya manusia tidak berbuat selain karena Allah dan tidak menaati selain-Nya.

8
Mengapa Nabi Diutus

Para Nabi dan Misi Tunggal
Di sepanjang sejarah ribuan nabi datang dari Tuhan untuk memberi bimbingan dan petunjuk kepada umat. Sebagian mereka memiliki agama dan syariat yang khusus dan sebagian yang lain menyebarkan agama nabi sebelum mereka. Namun dasar-dasar agama samawi dan program seluruh nabi adalah satu. Mereka mengajak seluruh umat manusia pada satu tujuan. Secara garis besar segenap agama samawi berdiri tegak atas tiga dasar fundamental di bawah ini:

Pertama mengenal Allah Yang Esa dan Pencipta alam dan beriman kepada-Nya (Tauhid).

Kedua beriman kepada hari kebangkitan dan alam akhirat serta masa depan abadi manusia (ma'âd).

Ketiga beriman kepada para nabi dan kesatuan jalan dan tujuan mereka (kenabian).

Para nabi menyeru umat manusia supaya menerima tiga dasar fundamental ini. Mereka berharap agar umat menjalankan program-program Tuhan yang memberi petun juk dalam kehidupan mereka. Mematuhi perintah Allah Yang Mahabijaksana. Dan menerima program kehidupan mereka dari agama-Nya. Semua nabi dari Adam sampai nabi penutup (Muhammad saw) mengajak manusia ke pada kebenaran. Mereka harus menerima jalan dan aturan yang bernama "agama Allah" yang telah dipilih oleh Allah Swt bagi kehidupan manusia. Hanya satu agama tidak lebih.

Dasar-dasar dan universalitas dakwah para nabi tiada perbedaan sedikit pun. Setiap nabi memuliakan dan menyebut- nyebut nabi-nabi sebelumnya dan men guku h kan ajaran dan teks dakwahnya. Para nabi juga memberi kabar gembira tentang kehadiran nabi yang akan datang. Mewasiatkan kepada umat mereka agar mengimani nabi yang akan datang. Dan agar menerima seruannya.

Dalam al-Quran Allah berfirman:

Dan ingatlah ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi: "Sungguh apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah kemudian datang kepadamu seorang rasul yang membenarkan apa yang ada padamu niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan me nolong nya." Allah berfirman "Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian?"

Mereka menjawab "Kami mengakui." Allah berfirman "Kalau begitu saksikanlah (hai para nabi) dan Aku men jadi saksi (pula) bersama kamu." (QS. Ali Imran:81).

Mengenai iman kepada para nabi kesatuan jalan dan tujuan mereka al-Quran mengatakan Katakanlah: "Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan ke pada Ibrahim Ismail Ishaq Ya`qub dan anak-anaknya dan apa yang diberikan kepada Musa Isa dan para nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka dan hanya kepada-Nya-lah kami menyer ah kan diri." Barangsiapa mencari agama selain agama Is lam maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi (QS. Ali Imran:84-85).

Islam artinya pasrah di hadapan agama Allah. Dalam makna ini semua nabi adalah "Muslim". Meski demikian Islam dalam maknanya yang khas ditujukan pada agama samawi terakhir dan agama yang dibawa Nabi Mu hammad saw dari Allah seorang yang menerima agama ini disebut Muslim.

Nabi Ibrahim as dalam doa dan munajat kepada Allah demikian beliau mengungkapkan:

Ya Tuhan kami jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadah haji kami dan terimalah tobat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penya-yang.

Ya Tuhan kami utuslah untuk mereka seorang rasul dari kalangan mereka yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab (al-Quran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta menyuci kan mereka. Sesungguhnya Engkaulah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.

Dan tidak ada yang benci kepada agama Ibrahim me lainkan orang yang memperbodoh dirinya sendiri dan sungguh Kami telah memilihnya di dunia dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang saleh.

Ketika Tuhannya berfirman kepadanya "Tunduk patuhlah!" Ibrahim menjawab "Aku tunduk patuh kepada Tu han semesta alam."

Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anakanaknya demikian pula Ya'qub. (Ibrahim berkata) "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu maka janganlah kamu mati kecuali dalam me- me luk agama Islam."

Adakah kamu hadir ketika Ya'qub kedatangan (tandatanda) maut ketika ia berkata kepada anak-anaknya "Apa yang kamu sembah sepeninggalku?" Mereka menjawab "Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu Ibrahim Ismail dan Ishaq (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya." (QS. al-Baqarah:128-133).

Oleh karena itu Allah mengenalkan para nabi dengan satu tujuan yaitu taslîm (berserah diri) di hadapan Tuhan. Dan orang yang berpaling dari jalan mereka adalah ter ma suk orang dungu dan bodoh.

Allah mengajarkan kepadanya kitab hikmah Taurat dan Injil. Dan memilihnya sebagai nabi kepada Bani Israil. Nabi Isa berkata kepada mereka "Sesungguhnya aku telah datang kepadamu dengan mem bawa sesuatu tanda (mukjizat) dari Tuhanmu yaitu aku membuat untuk kamu dari tanah berbentuk burung; ke mu dian aku meniupnya maka ia menjadi seekor burung de-ngan seizin Allah; dan aku menyembuhkan orang yang buta sejak dari lahirnya dan orang yang berpenyakit sopak; dan aku menghidupkan orang mati dengan seizin Allah; dan aku kabarkan kepadamu apa yang kamu makan dan apa yang kamu simpan di rumahmu.

Sesungguhnya pada yang demikian itu adalah suatu tanda (kebenaran kerasulanku) bagimu jika kamu sungguh-sungguh beriman."

"Dan (aku datang kepadamu) membenarkan Taurat yang datang sebelumku dan untuk menghalalkan bagimu sebagian yang telah diharamkan untukmu dan aku datang ke padamu dengan membawa suatu tanda (mukjizat) dari Tu hanmu. Karena itu bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku.

Sesungguhnya Allah Tuhanku dan Tuhanmu karena itu sembahlah Dia. Inilah jalan yang lurus."

Namun ketika Isa as merasa bahwa seruannya mereka (Bani Israil) tolak dan tidak diikuti maka beliau ber s abda "Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk (menegakkan agama) Allah?" Para hawariyyin (sahabat-sahabat setia) menjawab "Kamilah penolong-penolong (agama) Allah. Kami beriman kepada Allah; dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berserah diri." (QS. Ali Imran:49-53).

Para utusan Tuhan layaknya para guru sekolah. Yang satu diutus sesudah yang lainnya untuk mengajak manusia berserah diri di hadapan agama Allah.

Dengan petunjukpetunjuk mereka manusia berada di jalan peningkatan dan kesempurnaan yang merupakan jalan yang lurus. Agama dan misi para nabi adalah sama. Mereka semua berusaha untuk mencapai keridhaan Allah dan mendekatkan diri kepada- Nya. Tiada perbedaan sedikit pun di antara agama-agama samawi para nabi kecuali dalam hukum-hukum yang bersifat sekunder yang disebabkan situasi dan kon disi zaman dan kesiapan personal.

Kondisi zaman dan tingkatan potensi manusia tidak sama pada semua zaman. Karena itu para nabi berbicara dengan mereka sesuai tingkat wawasan dan kesiapan umat. Secara bertahap mereka memberikan pemahaman pengetahuan- pengetahuan agama kematangan dan kesempur naan. Sampai giliran utusan terakhir Nabi Muhammad saw.

Nabi Muhammad saw datang dengan penge tahua n dan hukum-hukum agama yang luas dan sa-ngat akurat yang tidak didapati dalam agama-agama se belum nya. Ia diutus untuk memberi petunjuk kepada umat manusia.

Berdasarkan keluasan dan keagungan pengetahuan dan keluasan hukum Islam pencerahan pikiran penelitian dan penyimpulan teks-teks agama maka Allah men gu mum kan Islam sebagai agama samawi terakhir dan terbaik.

Mengenai kandungan agama Islam dan hubungannya dengan agama-agama dahulu Allah berfirman Dia telah mensyariatkan kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan- Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim Musa dan Isa yaitu:

Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah ten- tang nya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya) (QS. asy-Syura:13).


Keteguhan Para Nabi
Iman kepada Allah dan alam akhirat tertanam jauh di dalam lubuk jiwa para nabi hingga sampai pada tingkatan yakin dan syuhûd (penyaksian batin). Mereka bersentuhan dengan alam gaib dan sedikit pun tidak meragukan apa yang diperintahkan Allah Swt kepada mereka. Mereka ber san dar pada kekuasaan Tuhan yang tiada batas dan tidak merasa takut sedikit pun kepada kekuatan apapun selain Allah Swt. Aral dan rintangan dari para musuh tidak menggoyah kan tekad mereka yang kukuh. Dengan kon sisten dan teguh para nabi selalu berusaha menyelesaikan problem-problem sosial. Keyakinan dan keteguhan ini dapat di anggap sebagai salah satu faktor penting kesuksesan mereka. Sangatlah menarik dan bermanfaat menelaah kehidupan dan kerja keras para nabi. Kami bawakan beberapa contoh di bawah ini:


Keteguhan Nabi Ibrahim as
Nabi agung ini bangkit melawan kesyirikan dan pemujaan berhala. Berdiri memberontak kekuatan tagut Namrud sang pelindung dan penyembah berhala. Ia tidak takut pada kekuatan besarnya dan dengan yakin ia berkata Demi Allah sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhalamu sesudah kamu pergi men inggal kannya (QS. al-Anbiya:57).

Ia bangkit sendirian untuk menghancurkan berhala-berhala. Pada suatu hari para pemuja berhala pergi ke luar kota. Ia masuk ke dalam rumah berhala besar dan menggulingkan berhala-berhalanya. Di pengadilan si tagut Nam rud ia dihukum dengan dibakar dalam api karena telah menghancurkan berhala-berhala.

Tapi tak sedikit pun ia menampakkan kelemahan dan rasa sedih. Malah ia begitu kukuh dalam mempertahankan keyakinannya. Bahkan ke tika dilempar dengan ketapel besar (manjanik) ke tengah kobaran api beliau tidak meminta pertolongan kepada siapa pun kecuali kepada Allah. Hingga dengan kehendak Allah api itu menjadi sejuk dan menyelamatkan Nabi Ibra him as.

Keteguhan Nabi Ibrahim as dalam melawan pemujaan berhala dan penegakkan Tauhid sampai batas seperti di gam- bar kan oleh al-Quran disifati sebagai merepresentasi kan kekuatan satu umat

إِنَّ إِبْرَاهِيمَ كَانَ أُمَّةً قَانِتًا لِلّهِ حَنِيفًا وَلَمْ يَكُ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang memperseku tu kan (Tuhan). (QS. an-Nahl:120)


Keteguhan Nabi Musa as
Nabi Musa as diutus menjadi rasul. Ia diperintahkan untuk menyampaikan kenabiannya dan menyelamatkan kaum teraniaya Bani Israil dari tangan si Tagut Fir'aun dan agar ia menasihatinya. Dengan pakaian sederhana dan sebuah tong- kat beliau menemui saudaranya Harun. Tanpa rasa takut dan goyah sedikit pun ia pergi ke istana be sar Fir'aun yang zalim. Dengan penuh rasa percaya diri beliau berkata "Hai Fir'aun sesungguhnya aku ini adalah se or ang utusan dari Tuhan Semesta alam wajib atasku tidak me-ngatakan sesuatu terhadap Allah kecuali yang hak. Se sunggu h nya aku datang kepadamu dengan membawa bukti yang nyata dari Tuhanmu maka lepaskanlah Bani Israil (pergi) bersama aku (QS. al-A'raf:104-105).

Untuk mengajak umat kepada tauhid dan menyelamatkan Bani Israil Nabi Musa bertahun-tahun melawan Fir'aun yang zalim dan pemerintahannya yang sewenang-wenang. Beliau bersabar dan teguh di hadapan semua masalah dan siksaan para pengikut Fir'aun. Pada saat yang sama beliau menyeru Bani Israil kepada kesabaran dan keteguhan di tengah kesulitan dan penderitaan yang mereka alami.

قَالَ مُوسَى لِقَوْمِهِ اسْتَعِينُوا بِاللّهِ وَاصْبِرُواْ إِنَّ الأَرْضَ لِلّهِ يُورِثُهَا مَن يَشَاء مِنْ عِبَادِهِ وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ

Musa Berkata kepada kaumnya "Mohonlah pertolongan kepada Allah dan bersabarlah; Sesungguhnya bumi (ini) kepunyaan Allah; dipusakakan-Nya kepada siapa yang di hendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya. dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa." (QS. al-A'raf:128)

Kaum Musa yang sudah tidak kuat untuk bersabar lagi menimpali "Kami telah ditindas (oleh Fir'aun) sebelum kamu datang kepada kami dan sesudah kamu datang." (QS. alA'raf: 129).

Untuk memberikan spirit kepada mereka Nabi Musa berkata "Mudah-mudahan Allah membinasakan musuhmu dan menjadikan kamu khalifah di bumi-(Nya) maka Allah akan me li hat bagaimana perbuatanmu." (QS. al-A'raf:129).

Sedemikian teguhnya Nabi Musa dalam melak sanakan tugasnya yang penting dan beresiko ini hingga pada akhirnya berhasil juga membinasakan Fir'aun dan menggul ing kan rezim kezalimannya. Ia selamatkan Bani Israil dari kehinaan perbudakan kezaliman siksaan dan ke sa disan orang-orang Fir'aun.


Keteguhan Nabi Muhammad saw
Nabi Muhammad saw adalah sosok pejuang yang bang- kit melawan kesyirikan dan pemuja ber hala. Dengan tekad kukuh dan niat bulat beliau beru paya untuk men ca pai tu juan tinggi. Beliau konsisten ke tika di h adap kan berbagai macam ujian. Sepa n jang dua pu luh tiga tahun beliau sekuat tenaga meng h adapi ratusan prob lem dengan tidak me nampa kkan kelema han dan kera guan sedi kit pun. Karena be liau telah di per in tah kan oleh Allah agar tabah di jalan men ca pai pun cak tu juan ini. Dalam al-Quran dit er ang kan Maka tetaplah kamu pada jalan yang be nar se bagaimana diperintahkan ke padamu dan (juga) orang yang telah tobat beserta kamu dan janganlah kamu melam paui batas. Se sunggu h nya Dia Maha Me li hat apa yang kamu ker ja kan (QS. Hud:112).

Nabi saw di sepanjang masa risalah bahkan di awal dakwah menjelaskan risalah beliau dengan tegas dan pasti. Beliau tidak gentar sedikit pun dengan banyaknya musuh. Saat itu turun ayat:

وَأَنذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ

Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu. (QS. asy-Syu'ara:214)

Beliau diperintahkan mengumumkan dakwah beliau. Beliau menyuruh Ali bin Abi Thalib as menyiapkan ma kanan dan mengundang karib kerabat untuk menyeru mereka kepada Islam.

Maka Ali as pun mempersiapkan makanan sesuai pesan Rasulullah (saw) dan kemudian me-ngundang sekitar empat puluh orang kerabat dekat. Set elah makan ketika beliau hendak bicara Abu Lahab mencegah beliau saw hingga para tamu bubar.

Ali bin Abi Thalib as mengatakan "Untuk kedua kalinya atas perintah Nabi aku laksanakan tugas ini. Kali ini pun mereka tidak me-ngizinkan beliau berbicara. Ketiga kalinya aku kembali men gun dang.

Kali ini Nabi usai acara makan berkata 'Hai Bani Abdul Muthalib demi Allah tidak ku temukan seorang pemuda di Arab yang memiliki tu gas untuk kaumnya lebih baik dariku. Aku tawarkan kepada kalian kebaikan dunia dan akhirat. Allah te lah memerintah kanku untuk menyeru kalian ke padanya.

Siapakah yang akan membantuku dalam urusan ini supaya ia menjadi washî (pengemban wa siat) dan wakilku?' [Imam Ali as melaporkan reaksi mereka bahwa] Mereka semua berpaling dan menolak.

Maka aku meski yang termuda tetapi paling tajam pandan gan serta paling cermat dari mereka berkata 'Akulah wahai utusan Allah yang bersedia sebagai wakil dan pembantumu.'

Beliau menepuk pundakku seraya berkata 'Ini saudaraku washî-ku dan khalifahku di tengah kalian.

Dengarkanlah ia dan taatilah ia!'

Kemudian para hadirin berdiri sambil tertawa dan berkata kepada Abu Thalib 'Ia menyuruhmu agar kamu dengarkan anakmu dan mematuhi perintahnya.'"14

Kaum musyrik menggunakan segala cara untuk meng-halangi pesan Muhammad saw. Tetapi beliau tetap sedemikian teguh. Suatu hari para tokoh Quraisy pergi menemui Abu Thalib paman Nabi saw. Mereka mengatakan:

"Hai Abu Thalib Anda seorang tua dan lelaki mulia. Kami sebelumnya telah memohon kepada Anda agar mence gah keponakan Anda itu tetapi tidak Anda laku kan. Demi Allah kami tidak akan sabar atas keadaan ini. Orang yang telah mencela tuhan-tuhan dan ayah-ayah kami ini akankah Anda mencegah dia atau kami sendiri harus me m erangi dia dan Anda sekalian sampai binasa salah satu dari kita."

Bolak baliknya kaum kafir dan kebencian mereka men jadi kan Abu Thalib sangat tertekan. Di satu sisi beliau sa-ngat keberatan untuk menolak Islam dan di sisi lain tidak kuasa untuk menolak permintaan mereka agar menahan Nabi saw. Maka ia mengutus seorang ajudan untuk me-nyampaikan hal tersebut kepada Nabi saw dengan me-ngatakan "Jagalah dirimu dan diriku! Aku sama sekali tidak berdaya maka janganlah kamu membebani diriku!" Nabi saw mengira paman beliau merestui dan tidak mencegah nya. Karena itu Nabi saw berkata "Paman seandainya mereka letakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku agar aku tinggalkan urusan ini sekali-kali tidak! (aku akan terus hingga) Aku menangkan urusan ini atau aku binasa (karenanya)."15

Nabi saw menghadapi dunia yang penuh kesyirikan dan kekufuran. Dalam perjalanan dakwah banyak prob lem dan masalah yang beliau alami. Beliau disakiti beru lang-kali.

Para pengikut beliau disiksa dengan berbagai macam siksaan yang menyakitkan. Beliau bersama pengikut nya ditahan di Syi'b (jalan di bukit). Bersama Abu Thalib be rada di bawah pemboikotan ekonomi. Jiwanya selalu ter an cam. Tak jarang para musuh hendak membunuh be liau dan gangguan-gangguan lainnya.

Tetapi dengan keteguh-an dan keyakinan beliau laksanakan perintah Tuhan hingga pada akhirnya beliau menang atas para musuh. Maka berkibar lah bendera Tauhid di alam jagat ini.

Dari peristiwa ini kaum Muslim para penyembah Allah dan kaum reformis bisa mendapatkan pelajaran ke sa ba ran keteguhan dan bagaimana memanggul misi kenabian.

9
Mengapa Nabi Diutus

Bagian Kedua

Kenabian Khusus

Nabi Muhammad saw

Penetapan Kenabian Muhammad saw
Mengenal para nabi Allah-antara lain Nabi Mu hammad saw-dapat di ca pai mela lui beberapa cara:

1) Menelaah dan mengkaji akhlak pe r ilaku dan pola hidup pribadi yang men gaku nabi secara akurat.

2) Menelaah dan meneliti semua akidah hu kum-hukum undang-undang dan mo rali tas agama yang dibawanya.

3) Kabar gembira (bisyârah) yang dis am pai kan para nabi tentang si pengaku nabi itu. 4) Adanya kasus-kasus di luar ke bi asaan (mukjizat) yang tidak bisa dilakukan manu sia lainnya.

Dengan menelaah sejarah awal Islam akan jelas bahwa kaum Muslim menerima Islam tidak sama tingka tannya. Yakni ada sebagian mereka langsung beriman dengan tidak menuntut mukjizat dari Nabi saw. Ada juga sebagian tetap tidak mengimani Islam meskipun setelah meny ak si kan mukjizat. Secara umum mereka bisa yakin dan mem per cayai kenabian beliau dan membenarkan seruan beliau disebabkan atau melalui jalan yang lain (bukan dengan jalan mukjizat- peny.).

Di sini kami sebutkan sebagian jalan itu:


Jalan Pertama
Dengan menelaah sejarah awal Islam akan dida p at kan bahwa sebagian individu (sahabat) terkesan dengan kepribadian beliau yang luar biasa akhlak yang terpuji perilaku yang baik berpegang teguh pada kejujuran dan kebenaran dan juga amanah yang dimiliki Nabi Mu hammad saw. Dengan jalan ini mereka bisa melihat dan mengi mani kebenaran pengakuan beliau sebagai seorang nabi.

Nabi Muhammad saw sebelum diutus dan bahkan se jak masa kanak-kanak memiliki kepribadian yang is timewa dan dikenal cinta kebaikan amanah pembela kaum lemah dan dhuafa jujur dan lurus.

Sayidah Khadijah wanita pertama yang menerima se ruan beliau dan masuk Islam dapat dinilai sebagai ter masuk orang pertama yang masuk Islam. Ia mengenal Nabi Muhammad sebagai yang terbaik dibandingkan dengan 89 yang lain. Sangat mengenal beliau dengan sifat-sifat dan kesempurnaan-kesempurnaan batiniah tingkat-tingkat kebenaran dan ketakwaan beliau. Karena itulah ia bisa me-nerima seruan beliau di awal dakwah dan sebelum orang lain (masuk Islam). Dia menganggap kesempurnaan-kesem pur naan es en sial tersebut sebagai bukti kebenaran se ruan beliau dan memotivasi dia dalam meniti risalah.

Diterangkan dalam sejarah bahwa Nabi Muhammad saw setelah menyaksikan Jibril di gua Hira dan pada awal turunnya wahyu bergegas pulang ke rumah dan men ceri takan kejadian tersebut kepada istri beliau (Khadijah).

Beliau menceritakan "Aku menemui Khadijah dan aku sampaikan 'Aku merasa khawatir atas diriku.'" Lantas beliau ceri ta kan kepada Khadijah tentang per te muannya dengan Jibril dan pesannya.

Khadijah menjawab "Gembiralah! Demi Allah dia sama sekali tidak me r endah kan engkau. Demi Allah! Eng kau menjaga si la tur ahmi jujur dan amanah (turut) memikul beban hidup orang lain meng hor mati tamu dan menolong kesulitan hidup masyarakat."16

Rasulullah saw terkadang menjadikan masalah (kesan sahabat atau jalan pertama) ini sebagai bukti kebenaran kenabian be liau. Dan beliau berharap kepada orang-orang agar menerima kenabian beliau.

Baladzuri mengatakan "Ketika turun ayat berikut kepada Nabi Muhammad

وَأَنذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ

Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang ter de kat (QS. asy-Syu'ara:214) beliau naik ke atas bu kit Shafa dan memanggil kaum Quraisy den gan suara yang keras. Quraisy pun mendengar jer itan be liau dan berkata 'Muhammad di atas bukit Shafa dan memanggil kalian.' Semua orang bergegas kepada be liau dan mengatakan 'Hai Mu hammad untuk apa kamu memanggil kami?'

Beliau berkata 'Seandainya aku beri tahu bahwa di balik bukit ini pasukan musuh berkuda siap menyerang apakah kalian per caya?'

'Ya' jawab mereka. 'Kami percaya apa yang kamu katakan. Sebab kamu di mata kami bukan pembohong dan kami tidak per nah mendengar kebohongan berasal darimu.'

'Kalau begitu aku peringatkan kalian akan azab pedih di hari kiamat. Hai anak-anak Abdul Muthalib! Hai Bani Abdu Manaf! Hai Bani Zuhrah (beliau sebutkan suku-suku Quraisy yang lain)! Allah telah menyu ru hku supaya me-ngajak kerabat dekatku ke pada Is lam. Aku tidak meng harap kan ke untun gan duniawi dari kalian dan aku tidak tahu nasib akhirat kalian (saat ini) melainkan ka ta kan lah 'lâ il âha illallâh!'"

Ali bin Abi Thalib as pun menerima Is lam dari jalan ini. Ialah lelaki pertama yang tersentuh di awal bi'tsah (pengutusan Nabi saw). Ia meya kini Nabi saw. Menerima dan mengimani seruan beliau.

Abu Bakar juga melalui jalan ini menjadi Muslim. Abul Fida menukil dari Ishaq "Sebelum bi'tsah Abu Bakar sudah bergaul den gan Rasulullah. Ia mengenal beliau sebagai orang jujur amanah berperangai baik dan berbudi pekerti terjaga dari berkata bohong kepada orang-orang. Apalagi berbohong kepada Allah Swt."17

Mayoritas Muslim di awal Islam beriman karena faktor ini. Mereka percaya kepada kejujuran kesucian amanah dan kebenaran beliau. Mereka menyatakan "Dia sama sekali belum pernah berbohong dan tidak akan per nah ber bo hong." Karena itu dengan yakin mereka menerima klaim kenabian dan kerasulan be liau dan mengimaninya.

Nanti akan kami bahas tentang ke pri ba dian istimewa dan memikat yang di mi liki oleh Nabi Muhammad saw juga akhlak sifat dan perilaku baik beliau saw.


Jalan Kedua
Mengenal validitas dan kemelangitan satu agama dan membenarkan pembawa pesannya dapat ditempuh mela Bagian Kedua KENABIAN KHUSUS lui jalan menelaah dan mengkaji teks-teks akidah dan un dang-undang moralitas agama tersebut. Jika akidah yang ditawarkan memiliki be berapa ciri antara lain: sesuai de-ngan stan dar akal bukan khayalan dan takhayul me nam pung dan menyingkap problem-problem moral-sosial masyarakat men ga n jur kan akhlak dan perilaku yang baik dan melarang kerusakan-kerusakan sosial dan moral. Maka agama itu adalah hak dan samawi. Pembawanya dari Tu han dan dia adalah seorang nabi Allah yang nyata.

Namun jika agama itu akidahnya khayalan dan batil hukum-hukumnya lemah dan tak berdasar serta tidak mampu mengatasi problem-problem sosial dan moral maka pengaku nabi itu pastilah se or ang pembohong agamanya batil dan tak bermakna.

Sebagian Muslim awal Islam menerima Islam dengan jalan ini. Setelah menelaah dan merenungi akidah dan un dang-undang Is lam mereka sampai pada suatu kesimpul-an bahwa penyampaian dan penyusunan akidah tersebut seratus persen benar dan sempurna tidak mungkin disu-sun oleh se or ang manusia. Ia tentulah dari Tuhan yang dis am pai kan pada masyarakat terbelakang di pusat pe mu jaan berhala dan kebejatan moral di Jazirah Arab. Di bawah ini kami bawakan beberapa misal:

'Amr bin 'Anbasah mengatakan "Di awal bi'tsah di Mekkah aku datangi Ra su lullah saw yang sedang melaku kan dak wah. Aku bertanya ke padanya 'Siapa Anda?'

'Aku seorang rasul ' jawabnya.

'Rasul siapa?' tanyaku.

'Rasulullah!'

'Benarkah Allah mengutus Anda?'

'Ya.'

'Untuk apa?'

Ia menjawab 'Agar kamu hanya menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya. Dan agar kamu meng hancur kan berhala serta menjalin hubungan baik dengan ke luar gamu.'

'Dia mengutus Anda untuk perkara-perkara yang baik' tambahku."

'Amr mengatakan "Aku masuk Islam karena mendengar perkataan ini."18

Tentang masuk Islamnya Khalid bin Sa'id Abul Fida mengatakan "Khalid ber temu dengan Rasulullah saw dan berkata 'Untuk apakah Anda menyeru kami?'
Nabi menjawab 'Iman kepada Allah Yang Esa dan kenabian Muhammad serta berlepas dari penyembahan batu yang tidak mendengar dan tidak melihat tidak mem beri manfaat dan mudarat kepada siapa pun dan tidak bisa membedakan para penyem bah nya dari selain mereka.'

Saat itu Khalid berucap 'Asyhadu an lâ ilâha illallâh wa asyhadu anna muhammadan rasû lullâh.' Maka Rasulullah gembira den gan masuk Islamnya Khalid."19

Kata-kata yang disampaikan kaum Mu haji rin kepada raja Habasyah Najasyi men guatkan jalan ini.

Ibn Atsir menyampaikan secara detil kisah hijrahnya kaum muslimin. Ringkasnya sebagai berikut:

Pada tahun kelima bi'tsah sebagian Muslim merasa le lah karena siksaan dan gangguan para musuh. Untuk men jaga jiwa dan agama mereka terpaksa mereka hijrah ke Habasyah. Tidak lama kemudian kaum Quraisy mengirim dua orang delegasi ke Habasyah dengan membawa banyak hadiah dengan tujuan agar raja Habasyah menahan dan mendeportasi kaum Mus lim yang lari itu ke Mekkah. De-legasi (Quraisy) itu datang menemui Raja Najasyi dan men jelas kan maksud dan perkara mereka. Raja Najasyi me manggil pengungsi Muslim itu dan bertanya "Agama apa kah yang menyebabkan Anda meninggalkan ajaran ayah-ayah kalian dan tidak memeluk agama kami atau agama-agama lainnya?"

Ja'far bin Abi Thalib-jubir kaum Muslim-men jawab:

"Kami di masa jahiliyah menyembah berhala-berhala ma kan daging binatang yang haram berbuat keburukan me mu tuskan tali keluarga sendiri tidak menghormati tamu dan para penguasa kami merampas hak kaum lemah. Sam pai Allah mengutus seorang nabi kepada kami yang kami kenal nasabnya dan dipercaya kejujuran amanah dan kesucian nya. Ia mengajak kepada pengesaan Tuhan (Tau hid) dan penafian kesyirikan serta meninggalkan penyem bahan berhala. Ia memerintahkan kami untuk jujur menu-naikan amanah bersilaturahmi dengan kerabat berbuat baik kepada tetangga dan menjauhi semua dosa seperti mem bunuh. Ia mengajak kami mendirikan shalat dan ber puasa."

Ja'far juga menjelaskan beberapa undang-undang Is lam lainnya. Kemudian berkata:

"Kami mengimani Nabi (saw) dan membenarkannya. Bagi kami apa yang dihalalkan beliau adalah halal dan apa yang diharamkan beliau adalah haram. Karena itu kami dianiaya dan disakiti oleh sahabat-sa habat kami (sendiri). Mereka menyiksa dan mendera kami dengan sewenang-wenang agar kami tinggalkan agama kami dan kembali memuja berhala. Karena mereka berkuasa kami dizalimi dan dilarang men jalan kan kewajiban-kewajiban agama kami. Maka kami hijrah ke negeri Anda dan berharap di sini kami tidak teraniaya."

Najasyi bertanya "Apakah sesuatu yang dia (Nabi) bawa dari Tuhan untuk kalian itu ada bersama kalian?"

"Ya" jawab Ja'far. Kemudian dia membacakan beberapa ayat dari surah Maryam.

Raja Najasyi dan para uskup yang hadir menangis mendengar ayat-ayat itu.

Raja Najasyi berkata "Perkataan ini dan apa yang tu run kepada Isa berasal dari satu sumber yang bercahaya. Kalian bebas di negeri kami. Pergilah kemana pun yang kalian mau. Saya tidak akan pernah menyerahkan kalian kepada mereka."20

Oleh karena itu jalan menelaah dan mengkaji akidah dan hukum-hukum Islam dapat dinilai sebagai satu per ant ara mengenal agama yang hak. Di awal Islam dan masa sesudahnya banyak yang menjadi Islam lewat jalan ini. Di zaman ini pun sebagian para pencari kebenaran memeluk Islam melalui jalan ini.

Perlu kami sebutkan poin berikut ini: Walaupun banyak kaum Muslim pada awal Islam dan masa sesudahnya meyakini dan mempercayai kebenaran pengakuan Nabi saw kemudian memeluk Islam dan meyakini bahwa mereka (para Nabi) adalah hujah Allah tetapi boleh jadi jalan-jalan terse- but tidak memuaskan bagi yang lain. Sehingga tidak dapat dijadikan argumen kepada setiap orang. Ia hanya dapat dipandang sebagai bukti-bukti yang mendu-kung kebenaran ajaran suatu agama bukan bagian dari ar gumen-argumen (rasional) yang pasti dan niscaya.


Jalan Ketiga: Nabi saw dan Berita Gembira
Cara ketiga yang dapat mendukung kebenaran orang yang mengaku nabi ialah bisyârah (berita gembira) dari nabi sebelumnya yang menetapkan kenabian orang itu. Jalan ini pun bisa diterapkan untuk meneguhkan kenabian Nabi Muhammad saw. Misalnya al-Quran menerangkan dan memastikan berita-berita tentang kenabian Muhammad saw. Di antaranya sebagaimana berikut:

Dan setelah datang kepada mereka al-Quran dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka padahal sebe-lumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir maka set elah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui mereka lalu ingkar kepadanya. Maka laknat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu (QS. al-Baqarah:89).

Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri al-Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan se sunggu hnya sebagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran padahal mereka mengetahui (QS. al-Baqarah:146).

(Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Tau rat dan Injil yang ada di sisi mereka yang menyuruh mereka mengerjakan yang makruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya memuliakannya me nolong nya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (al-Quran) mereka itulah orang- orang yang beruntung (QS. al-A'raf:157).

Dan (ingatlah) ketika Isa Putra Maryam berkata "Hai Bani Israil sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu membenarkan kitab (yang turun) sebelumku yaitu Taurat dan memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku yang namanya Ah mad (Muhammad)." Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata mereka berkata "Ini adalah sihir yang nyata." (QS. ashShaff: 6).

Dari ayat-ayat di atas dapat disimpulkan bahwa di masa pengutusan Nabi saw dan turunnya al-Quran orang- orang Yahudi dan Nasrani tinggal di Jazirah Arab dalam penantian kemunculan seorang nabi yang diutus di tanah itu membela keyakinan penyembahan Tuhan dan tauhid dan melindungi orang-orang mukmin dan agama-agama samawi. Kaum Yahudi dan Nasrani sangat mengetahui si- fat-sifat dan tanda-tanda nabi yang dijanjikan itu seperti mereka mengenal anak-anak mereka sendiri. Bahkan mereka tahu namanya Ahmad.

Sudah dimaklumi bahwa Nabi Isa Musa dan para nabi lainnya memberi kabar gembira tentang kedatangan nabi tersebut dan menerangkan sifat-sifatnya bahkan nama dan tanda-tandanya termaktub dalam Taurat dan Injil. Yahudi dan Nasrani sangat yakin dengan kedatangan nabi terse but sehingga apabila mereka disakiti oleh kaum musyrik dan kafir dan orang-orang berkuasa maka mereka me-ngancam kaum musyrik tersebut bahwa akan segera diu tus nabi yang dijanjikan untuk melindungi mereka.

Ibn Hisyam mengatakan "'Ashim putra Umar bin Qatadah menukil dari orang-orang sekabilahnya bahwa mereka mengatakan 'Dengan kasih sayang Allah dan hidayah-Nya Hammad menyeru kami kepada Islam. Kami (dulu) musyrik. Terkadang muncul perbuatan zalim dan sewenang-wenang antara kami dan sebagian tokoh Yahudi. Ketika kami berbuat buruk terhadap mereka mereka mengatakan 'Zaman pengutusan nabi yang dijanjikan te lah dekat setelah ia diutus kami akan membunuh kalian seperti 'Ad dan Eram.' Kami selalu mendengar ancaman mereka ini.

Ketika Nabi Muhammad saw diutus menjadi rasul kami sambut seruan beliau dan kami tahu dialah nabi yang pengutusannya dijadikan ancaman oleh orang Yahudi kepada kami. Karena itu kami mendahului beriman kepadanya daripada kaum Yahudi itu. Sementara mereka menjadi kafir. Kemudian turunlah surah al-Baqarah mengenai kami dan mereka."21

Baladzuri mengatakan "Shafiyah putri Abdul Muthalib berkata kepada Abu Lahab 'Saudaraku bisakah kamu biarkan putra saudaramu dan (agama) Islamnya? Demi Allah ulama Yahudi selalu memberitahu bahwa akan lahir seorang nabi dari keturunan Abdul Muthalib dan Mu hammad-lah nabi yang dijanjikan itu.'"22

Dalam buku-buku sejarah terlihat banyak nama ulama Ahlulkitab dan para pendeta yang menanti kemunculan beliau sebelum pengutusan Nabi saw dan mereka mem beritahu kan hal tersebut kepada yang lain. Kami akan menyebut kan beberapa contoh di bawah ini:

Nabi Muhammad saw di masa kanak-kanak me lakukan perjalanan ke Syam bersama paman beliau Abu Thalib. Di tengah perjalanan beliau sampai di tempat seorang pen deta yang bernama Buhaira. Pendeta itu mengundang kafilah Nabi. Setelah menyaksikan tanda-tanda yang luar biasa yang ada pada diri beliau ia menyampaikan beberapa pert an yaan kepada paman beliau. Kemudian dengan pelan ia berkata "Kembalikan putra saudara Anda ke kampung halamannya!

Jagalah ia dari bahaya Yahudi. Demi Tuhan jika mereka melihatnya dan mengenalnya maka mereka akan mencelakakannya. Ketahuilah putra saudara Anda ini akan sampai pada maqam yang amat tinggi."23

Pendeta bernama 'Aisha tinggal di "Mur Zhuhran". Ia adalah seorang yang berilmu tinggi. Setiap tahun ia pergi ke Mekkah dan bertemu dengan penduduknya. Di antara sekian kepergiannya itu dia berkata kepada orang-orang "Hai penduduk Mekkah akan lahir segera di tengah kalian seorang yang bangsa Arab dan bangsa non-Arab (Ajam) akan tunduk kepadanya! Masanya sudah dekat. Siapa yang sezaman dengannya dan beriman kepadanya niscaya harap-annya tercapai. Dan siapa yang bertentangan dengan nya maka dia telah melakukan kesalahan. Demi Tuhan aku se dang menantikan dirinya."24

Muhammad bin Salamah menyampaikan "Pada suku Bani Abdul Asyhal ada seorang Yahudi bernama Yusya'. Di masa kecilku aku pernah mendengar ia berkata 'Masa-nya sudah dekat akan diutus seorang nabi dari "Bait" (Ka'bah) ini. Siapa yang melihatnya harus membenarkan nya.' Ketika kami hidup sampai Nabi saw diutus maka kami masuk Islam. Tetapi Yahudi itu karena hasud tidak mau menerima Islam."25

'Ashim bin Umar berkata "Seorang lelaki tua dari Bani Quraizhah berkata kepadaku 'Tahukah kamu apa yang menyebabkan Tsa'labah bin Sa'yah Asid bin Sa'yah Asad bin 'Ubaid dan sejumlah orang dari Bani Hadal menjadi muslim?'

'Tidak' kataku.

Ia berkata 'Seorang Yahudi bernama Ibn Hayiban beberapa tahun sebelum Islam datang dari Syam kepada kami dan bermukim. Demi Allah aku tidak melihat orang lebih baik dari dia. Sekian lama dia diam di hadapan kami. Ketika ajalnya sudah dekat dia berkata 'Hai jemaah Yahudi tahukah kalian kenapa aku me milih kota ini?'

'Tidak' jawabku.

Ia berkata 'Karena aku menunggu seorang nabi yang sudah dekat masa kemunculannya dan akan hijrah ke kota ini. Aku berharap ia diutus dan aku mengikutinya. Masa nabi tersebut sebentar lagi. Dalam mengimaninya jangan sampai kalian didahului mereka. Ia akan memerangi para penentangnya.'

Ketika Nabi saw sudah diutus dan mengepung Bani Quraizhah para pemuda tersebut berkata 'Hai Bani Quraizhah inilah nabi yang telah Ibn Haiban katakan itu!'

Bani Quraizhah menjawab 'Bukan dia.'

Mereka berkata 'Demi Allah dialah orangnya! Sebab dia mempunyai sifat-sifat dan tanda-tanda itu.' Setelah mendengar itu mereka masuk Islam dan dikarenakan hal ini jiwa-jiwa dan harta benda serta keluarga mereka ter jaga."26

Tentang perjalanan Salman Farisi dan keislamannya diriwayatkan Salman berkata "Aku pergi bersama seo-rang pendeta besar menuju Baitul Maqdis. Ada seorang pria yang sangat baik mulia dan dihormati. Di tengah per jalanan ia memandangku dan berkata 'Kami memiliki Tu han dan akan ada kiamat surga neraka dan perhitungan (amal perbuatan).' Setelah beberapa nasihat ia berkata 'Hai Salman Tuhan akan segera mengutus seorang nabi yang ber nama Ahmad. Ia akan di utus di tanah Mekkah. Ia me n erima hadiah tetapi tidak menerima sedekah. Di tengah pundaknya terdapat (tanda) penutup kenabian. Masanya sudah dekat. Tetapi karena aku sudah tua mungkin aku tidak akan mencapainya. Jika kamu melihatnya akuilah dia dan berimanlah kepadanya.'"

Salman berkata "Meskipun dia menyuruhku untuk meninggalkan agamamu?"

"Ya" jawabnya "Sebab kebenaran ada padanya. Mengiku ti nya akan diridhai Allah."27

Ketika Khadijah mendengar laporan dari pendeta dan apa yang dilihat oleh pembantunya dalam perjalanan ke Syam tentang Nabi Muhammad saw kemudian ia sampaikan kepada Waraqah bin Naufal seorang Nasrani yang berilmu ia berkata "Jika benar laporan ini maka Mu hammad adalah nabi bagi umat ini! Aku yakin bahwa telah ada bagi umat ini seorang nabi yang sedang kami tunggu!"28

Yang jelas kita tidak bisa menyatakan bahwa isnâd (jalur periwayatan) semua "berita gembira" itu adalah be nar. Tetapi mungkin sebagiannya dapat diambil (ke benarannya- penerj.). Namun kita dapat menyimpulkan dari ayat-ayat di atas dan dari seluruh berita gembira tersebut bahwa di tengah umat berita-berita itu telah menyebar di masa pengutusan Nabi saw dan sesudah itu dan umumnya orang-orang khususnya ulama Ahlulkitab sedang dalam penantian seorang nabi yang akan di utus di Jazirah Arab. Dan mereka mengetahui sifat-sifat dan tanda-tandanya.

Kemungkinan berita gembira ini bisa tersebar dengan dua jalan: pertama dari lisan ke lisan dalam bentuk per kataanperkataan dan ramalan-ramalan para tokoh. De-ngan jalan itu berita ini tersebar di tengah umat. Di sam-ping itu juga termaktub di kitab-kitab sehingga bisa dinukil dari sabda nabi-nabi dahulu. Kedua dengan menukil kitab-kitab samawi seperti Taurat Injil Zabur dan lain-lain.

Dalam ayat 157 surah al-A'raf bisa disimpulkan bahwa sebagian tanda dan sifat Nabi saw terdapat dalam Tau rat dan Injil. Yahudi dan Nasrani telah mengetahui ten tang nya. Ayat tersebut telah sampai ke telinga mereka. Mereka tidak akan pernah bisa mengingkarinya. Bahkan dengan jalan ini sebagian mereka menerima Islam se bagaimana contoh-contoh yang telah kami sebutkan di atas.

Namun sayangnya kebanyakan Yahudi dan Nasrani menolak untuk menerima Islam dan membenarkan perbuat- an ini. Alasan mereka: nabi yang dijanjikan harus dari Bani Israil. Sedangkan Muhammad bukan dari Bani Israil! Karena itu tokoh-tokoh mereka menerima kon sekuensi nya yang serius dan oleh sebab itu mereka menghalangi orang- or ang agar tidak menerima Islam. Fanatisme keagamaan cinta harta dan kedudukan tidak akan mengizinkan mereka menerima kebenaran.

Penelitian dua macam bisyârah (berita gembira dari perkataan para nabi dan dari kitab-kitab samawi) serta pengkajian Taurat dan Injil komparasi berbagai Injil untuk menyeleksi Injil yang orisinal dan penilaian adanya pe rubahan (tahrîf) dalam dua kitab tersebut sebagaimana yang dinyatakan memerlukan pembahasan yang panjang lebar yang tidak mungkin dilakukan di sini. Karena itu bagi yang berminat kami anjurkan supaya merujuk buku-buku ten tang berita-berita gembira tersebut.


10
Mengapa Nabi Diutus

Nabi saw dan Mukjizat
Jalan keempat untuk mengenal para utusan samawi itu ialah mukjizat. Mukjizat adalah hal di luar kebiasaan sehingga orang biasa tidak mampu melakukannya dan tidak dapat dilacak dengan sebab-sebab dan faktor-faktor pada umumnya. Ketika para nabi mengklaim bahwa mereka memiliki hubungan (khusus) dengan Allah Swt dan mendengar pesan-pesan-Nya maka untuk menetapkan pengakuannya itu mereka harus mempunyai mukjizat. Karena mukjizat takkan terjadi dari selain Allah (sehingga bisa membuktikan bahwa mereka adalah utusan Allah Swt-peny.).

Semua nabi memiliki mukjizat. Nabi saw mengakui mukjizat yang dilakukan para nabi sebelumnya. Dalam al- Quran disinggung puluhan mukjizat para nabi terdahulu. Oleh karena itu Nabi saw pun memiliki mukjizat. Sebab tidak pada tempatnya menceritakan kisah mukjizat para nabi terdahulu tersebut tetapi pada saat yang sama beliau sendiri tidak mampu menunjukkan mukjizat setelah itu beliau mengatakan "Untuk menetapkan kenabian para nabi dahulu mempunyai mukjizat sedangkan aku tidak memi-likinya! Maka (meski demikian) terimalah seruanku tanpa mukjizat."

Oleh karena itu Nabi saw juga memiliki berbagai mukjizat sebagaimana yang diceritakan dalam buku-buku sejarah.

Baladzuri mengatakan "Waraqah berkata kepada Nabi Muhammad saw 'Tidak akan diutus seorang nabi kecuali mempunyai tanda dan bukti. Lantas apa bukti Anda?'

Maka Rasulullah saw memanggil pohon "Samurah". Maka pohon itu pun membelah tanah dan berjalan meng hampiri beliau. Waraqah berkata 'Aku bersaksi pada kena bian Anda. Jika Anda menyuruh kami berjihad niscaya aku terima dan akan menolong Anda!'"29

Amirul Mukminin (Ali) as bersabda "Suatu ketika aku bersama Rasulullah saw sekelompok Quraisy mendatangi beliau dan mengatakan: 'Hai Muhammad engkau mem buat perkara yang besar (mengaku nabi) yang tidak per nah dilakukan oleh ayah-ayah dan keluargamu. Kami minta bukti! Jika engkau bisa melakukannya maka kami akan mengakui bahwa engkau adalah seorang nabi dan jika tidak maka kami menganggap kamu adalah penyihir dan pen dusta.'

Nabi saw berkata '(Bukti) apa yang kalian minta?'

Mereka mengatakan 'Buatlah pohon ini terangkat dari tanah dengan akar-akarnya dan berjalan menghampiri Anda.'

Beliau berkata 'Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.

Jika aku penuhi apa yang kalian inginkan apakah kalian beriman dan bersaksi atas kebenaran?'

'Ya' jawab mereka.

Beliau bersabda 'Aku penuhi keinginan kalian tetapi aku tahu kalian (tetap) tidak akan beriman. Sebagian dari kalian suatu saat akan jatuh ke dalam sumur.'

Ada sebagian yang menyebarkan fitnah dan berusaha memecah belah umat. Ketika itu beliau berbicara dengan pohon 'Jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhir dan bersaksi bahwa aku adalah rasul Allah maka ter cabut lah kamu dari tanah dan dengan izin Allah datanglah ke padaku.'"

Amirul Mukminin (Ali) as berkata "Demi Allah po hon itu tercabut dan berjalan menghampiri Nabi saw. Saat itu ia bersuara seperti suara kepakan burung-burung. Pohon itu datang dan berdiri di hadapan Rasulullah. Se bagian rantingnya menjorok ke atas kepala Nabi saw dan se bagian lainnya ke atas bahuku. Saat itu aku berdiri di se belah kanan beliau."

Ketika kaum Quraisy menyaksikan kejadian ini dengan takabur mereka berkata "Buatlah pohon ini sepa ru h nya datang kepadamu dan separuhnya lagi tetap di tem pat nya." Maka Nabi saw memerintahkannya dan pohon itu melakukannya.

Kemudian mereka mengatakan "Separuh pohon yang datang kepadamu itu perintahkan agar kembali kepada separuhnya yang lain dan menjadi satu pohon yang sempurna." Nabi pun melakukannya dan pohon kembali se-perti semula.

Imam Ali as berkata "Setelah menyaksikan mukjizat ini aku berucap 'Asyhadu an lâ ilâha illallâh! Aku yang pertama masuk Islam dan bersaksi bahwa apa yang dilakukan pohon ini adalah atas seizin Allah dan (ditujukan) untuk pembuktian kenabianmu.'

Tetapi orang-orang itu mengatakan 'Ia adalah pe nyi hir dan pembohong yang aneh. Adakah selain orang ini (Imam Ali) yang membenarkanmu?'"30

Oleh karena itu kisah berjalannya pohon atas perintah Nabi saw yang dinukil dari Imam Ali as dan juga dari Waraqah bin Naufal adalah sebuah mukjizat.

Dalam kitab-kitab hadis sejarah dan sebagainya tercatat ratusan mukjizat bagi Nabi saw yang cukup untuk mendukung kenabiannya. Yang jelas kami tidak mengatakan semua mukjizat yang dinisbahkan kepada Nabi saw adalah pasti dan tidak diragukan. Tetapi di antaranya ada yang benar dan diakui sehingga cukup untuk menetap kan adanya kenabiannya. Mukjizat-mukjizat ini bukan mukjizat-mukjizat yang dimiliki Nabi Musa as dan Isa as untuk menetapkan kenabian mereka.

Al-Quran dan buku-buku sejarah menyampaikan bahwa mereka menuduh Nabi Muhammad saw sebagai se or ang penyihir dan pendusta. Karena itu wajar apabila per bua tan-perbuatan tidak biasa yang beliau lakukan di pandang sihir oleh mereka. Tetapi karena beliau bukan se or ang pe nyi hir maka harus kita katakan bahwa perbuatan-per bua tan tersebut adalah mukjizat.

Alhasil satu catatan yang perlu kita ketahui: mukjizat adalah perkara yang di luar kebiasaan yang dimanfaatkan oleh nabi dalam situasi yang darurat dan ditujukan untuk penetapan kenabian. Karena itu nabi tidak melakukannya menuruti kecenderungan dan keinginan pribadi. Nabi bukan lah pesulap dan selebriti yang tugasnya menghibur dan memikat para penonton. Tetapi dia utusan Tuhan yang diutus untuk menyampaikan pesan-pesan yang menghidup kan dan memberi petunjuk kepada manusia.

Umat hendaklah memperhatikan sepenuhnya kebenaran amanah dan program-program nabi. Yang jelas dia (Muhammad saw) juga memiliki mukjizat. Tetapi beliau menggunakannya untuk menyempurnakan hujah dan menetapkan kenabiannya. Lebih dari itu bagi orang-or ang yang mencari mencari keuntungan saja beliau tidak perlu mengeluarkan mukjizat lagi.

Al-Quran yang dikenalkan sebagai mukjizat abadi dan dimiliki oleh semua orang lebih penting dari semua mukjizat. Tetapi dengan adanya semua itu masih saja ada golongan yang menentang dan mencari keuntungan den gan tidak mau menerima Islam dan menuduh Nabi saw se or ang penyihir dan gila. Orang-orang pendengki ini ber kata ke pada Nabi Muhammad saw "Kami akan menerima se ru anmu apabila engkau melakukan hal di luar ke bi asaan." Dalam perkara semacam ini tidak perlu mendatangkan mukjizat. Sebagaimana disampaikan juga oleh al-Quran ten tang per mintaan kaum musyrik kepada Nabi

قُل لَّئِنِ اجْتَمَعَتِ الإِنسُ وَالْجِنُّ عَلَى أَن يَأْتُواْ بِمِثْلِ هَذَا الْقُرْآنِ لاَ يَأْتُونَ بِمِثْلِهِ وَلَوْ كَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيرًا (88) وَلَقَدْ صَرَّفْنَا لِلنَّاسِ فِي هَذَا الْقُرْآنِ مِن كُلِّ مَثَلٍ فَأَبَى أَكْثَرُ النَّاسِ إِلاَّ كُفُورًا (89)

وَقَالُواْ لَن نُّؤْمِنَ لَكَ حَتَّى تَفْجُرَ لَنَا مِنَ الأَرْضِ يَنبُوعًا (90) أَوْ تَكُونَ لَكَ جَنَّةٌ مِّن نَّخِيلٍ وَعِنَبٍ فَتُفَجِّرَ الأَنْهَارَ خِلالَهَا تَفْجِيرًا (91) أَوْ تُسْقِطَ

السَّمَاءَ كَمَا زَعَمْتَ عَلَيْنَا كِسَفًا أَوْ تَأْتِيَ بِاللّهِ وَالْمَلآئِكَةِ قَبِيلاً (92) أَوْ يَكُونَ لَكَ بَيْتٌ مِّن زُخْرُفٍ أَوْ تَرْقَى فِي السَّمَاءِ وَلَن نُّؤْمِنَ لِرُقِيِّكَ حَتَّى تُنَزِّلَ عَلَيْنَا كِتَابًانَّقْرَؤُهُ قُلْ سُبْحَانَ رَبِّي هَلْ كُنتُ إَلاَّ بَشَرًا

رَّسُولاً (93)

Katakanlah: "Sesungguhnya jika manusia dan jin ber kumpul untuk membuat yang serupa al-Quran ini niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi se bagian yang lain."

Dan sesungguhnya Kami telah mengulang-ulang kepada manusia dalam al-Quran ini tiap-tiap macam perumpama- an tapi kebanyakan manusia tidak menyukai kecuali meng ingkari (nya).

Dan mereka berkata: "Kami sekali-kali tidak percaya kepadamu hingga kamu memancarkan mata air dari bumi untuk kami atau kamu mempunyai sebuah kebun kurma dan anggur lalu kamu alirkan sungai-sungai di celah ke bun yang deras alirannya atau kamu jatuhkan langit berkeping-keping atas kami sebagaimana kamu katakan atau kamu datangkan Allah dan malaikat-malaikat berhadapan muka dengan kami. Atau kamu mempunyai sebuah rumah dari emas atau kamu naik ke langit. Dan kami sekali-kali tidak akan mempercayai kenaikanmu itu hingga kamu tu run kan atas kami sebuah kitab yang kami baca." Ka ta kan lah:
"Mahasuci Tuhanku bukankah aku ini hanya seorang manusia yang menjadi rasul?" (QS. al-Isra:88-93)

Dalam ayat ini pertama-tama al-Quran dikenalkan sebagai sebuah mukjizat abadi yang jin dan manusia tidak mampu menciptakan sepertinya. Kemudian diteruskan dengan menyebutkan kehendak para penentangnya. Kaum penentang tidak mampu mendatangkan mukjizat meski demikian mereka tetap masa bodoh dengan mukjizat (al- Quran) ini. Dan beralasan akan beriman jika dituruti apa yang mereka pinta (berupa mukjizat-mukjizat lainnya). Misalnya mereka mengatakan "Akan kami terima se ru anmu apabila engkau sanggup membelah tanah dan men ga lir kan mata airnya." Atau "Engkau memiliki kebun yang penuh dengan kurma dan anggur yang di dalamnya me-ngalir sungai-sungai…" dan sebagainya. Dalam hal ini di fir mankan kepada Nabi saw: "Jawablah kepada kaum be bal ini: 'Tuhanku Mahasuci. Aku tidak lebih hanyalah manu sia yang diutus oleh Tuhan kepada kalian supaya aku me-nyampaikan pesan-pesan-Nya.'"


Al-Quran Mukjizat Abadi
Di satu sisi al-Quran adalah mukjizat terpenting bagi Nabi saw dan dalil terbaik bagi kenabian beliau. Mukjizat agung ini memiliki keistimewaan atas seluruh mukjizat karena memiliki:

1) Keabadian dan kesinambungan. Selalu hadir di ten gah umat manusia dan di sepanjang sejarah mereka (manusia) menjadi saksi kemukjizatan al-Quran. Hal ini berbeda dengan seluruh mukjizat lain yang di tu run kan untuk zaman tertentu saja (terbatas oleh zaman).

2) Tidak terbatas oleh tempat. Dimana pun dan kapan pun al-Quran ada akan tampak kemukjizatannya bagi semua orang. Berbeda dengan semua mukjizat lain yang terjadi di tempat tertentu dan disaksikan oleh orang-orang tertentu.

3) Di samping sebagai mukjizat dan bukti kenabian al-Quran juga merupakan program hidup dan sumber petunjuk. Sedangkan semua mukjizat selainnya tidak memiliki keistimewaan ini. Al-Quran adalah kalam Tuhan dan mukjizat yang makh luk selain-Nya tidak mampu mendatangkan kalam seperti ini. Al-Quran mengenalkan dirinya sebagai se buah mukjizat dan melemparkan tantangan kepada semua ma khluk Katakanlah: "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa al-Quran ini niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi se bagian yang lain." (QS. al-Isra:88).

Bahkan mereka mengatakan "Muhammad telah membuatbuat al-Quran itu." Katakanlah: "(Kalau demikian) maka datangkanlah sepuluh surat-surat yang dibuat-buat yang menyamainya dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah jika kamu memang orang-orang yang benar."

Jika mereka yang kamu seru itu tidak menerima seruanmu (ajakanmu) itu maka (katakanlah olehmu): "Ketahuilah sesungguhnya al-Quran itu diturunkan dengan ilmu Allah dan bahwasanya tidak ada Tuhan selain Dia maka maukah kamu berserah diri (kepada Allah)?" (QS. Hud:13-14).

Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang al-Quran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad) buatlah satu surat (saja) yang semisal al-Quran itu dan ajaklah penolong-penolong selain Allah jika kamu orang-orang yang memang benar. Maka jika kamu tidak dapat membuat(nya) dan pasti kamu tidak akan dapat membuat(nya) peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu yang disediakan bagi orang- orang kafir (QS. al-Baqarah:23-24).

Ayat-ayat di atas menerangkan bahwa al-Quran ada-lah mukjizat dan dalil bagi kebenaran pengakuan ke nabian Muhammad saw serta menegaskan kepada orang-orang bahwa jika mereka meragukan kemukjizatan al-Quran atau risalah Nabi Muhammad saw maka datangkan seperti al-Quran atau sepuluh surah atau satu surah sepertinya.

Seandainya kaum penentang Islam mampu melaku kan tantangan ini pastilah mereka melakukannya. Minimal satu surah seperti al-Quran lalu mereka perlihatkan kepada Nabi saw dan kaum Muslim. Dengan jalan ini (bila mereka mampu melakukannya-penerj.) maka tentunya mereka akan meragukan kebenaran kenabian beliau saw. Cara ini ada-lah sebaik-baik bentuk perlawanan dan penaklukan. Karena itu jika mereka mampu melakukan pekerjaan ini maka mereka dapat mencegah pengaruh dan penyebaran Islam. Membuat kaum Muslim lari dari sisi Nabi Muhammad saw dan tidak akan lahir semua peperangan pertumpahan darah dan penderitaan ini (karena Nabi hanya seorang diri saja tanpa pendukung).

Alhasil tantangan al-Quran tidak hanya untuk umat di masa Nabi saw dan bangsa Arab. Tetapi ditujukan juga pada semua bangsa manusia di dunia dimana pun dan kapan pun. Jika mereka meragukan risalah Nabi Muhammad saw hendaklah golongan cerdik pandai dan sastrawannya membuat seperti al-Quran atau satu surah sepertinya. Tetapi sebagaimana yang telah diramalkan al-Quran hingga kini pekerjaan ini tidak pernah dilakukan. Musuh-musuh Islam walaupun telah menulis buku menolak dan merendahkan al-Quran tetapi sampai kini mereka tidak pernah berhasil menulis sebuah kitab yang menyamai al-Quran.

Dalam firman Allah terdapat kelembutan yang indah dan daya tarik yang khas yang tidak dimiliki oleh semua kitab lainnya. Karena itu ia benar-benar mempengaruhi intuisi- intuisi yang jernih dan bernas. Banyak orang di awal Islam terpikat mendengar ayat-ayat al-Quran. Lalu mereka menerima Islam. Hal ini banyak kasusnya seperti yang disebutkan dalam sejarah Islam. Daya tarik al-Quran bah kan memikat musuh-musuh Islam dan membuat mereka takjub.

Sehingga mereka mengakui keluarbiasaannya. Berikut ini kami bawakan beberapa contoh mengenainya:

Abul Fida mencatat: "Walid putra Mughirah datang kepada Rasulullah saw. Lalu beliau membacakan al-Quran untuknya sampai hatinya luluh dan menerima Islam. Be-rita ini sampai ke telinga Abu Jahal. Maka Abu Jahal mendatanginya dan berkata 'Paman kerabatmu punya niat mengum pulkan harta untukmu.'

'Untuk apa?' tanya Walid.

Ia menjawab 'Untuk diberikan kepadamu! Sebab kamu telah menemui Muhammad demi mendapatkan se suatu.'

Walid berkata 'Kaum Quraisy mengakui bahwa aku adalah orang terkaya dibanding semua orang.'

'Kalau begitu sampaikan pada keluargamu agar mereka tahu bahwa kamu mengingkari Muhammad ' ujarnya.

Walid menegaskan 'Apa yang harus saya sampaikan? Demi Allah tak seorang pun di antara kalian yang lebih tahu dariku soal syi'ir (baca: syair sajak puisi) dan sastra Arab dan syi'ir bangsa jin. Demi Tuhan! Al-Qurannya Muhammad tak satu pun yang serupa dengan semua itu. Demi Allah! Perkataan Muhammad mengandung keelokan keindahan dan daya tarik yang khas. Kalimatnya lebih baik dari semua kalimat. Sama sekali tidak ada kalimat yang lebih baik darinya.'

Abu Jahal mengatakan 'Kerabatmu tidak akan me-restuimu kecuali kamu menyampaikan hal yang di ingin kan mereka.'

Ia berkata 'Beri aku waktu untuk berpikir.'

Setelah berpikir ia berkata 'Perkataan Muhammad adalah sihir yang bisa menguasai orang lain.'"31

Jabir bin Abdillah menyampaikan "Pada suatu hari kaum Quraisy mengadakan rapat. Mereka mengatakan 'Kita harus berusaha menemukan seseorang yang paling pintar dalam sihir ramalan dan syi'ir dari semua orang yang ada. Kemudian kita kirim dia kepada orang (Muhammad) yang telah menceraiberaikan kita dan mencela agama kita. Supaya ia berdialog dengannya.'

Semua mengatakan 'Kami memandang tidak ada yang lebih baik daripada 'Utbah bin Rabi'ah.' Akhirnya mereka mempercayakan misi ini ke pundak 'Utbah.

Maka 'Utbah mendatangi Nabi saw dan berkata 'Sia pakah yang terbaik kamu ataukah ayahmu?'

Nabi tidak menjawab. Ia bertanya lagi 'Siapakah yang terbaik kamu atau Abdul Muthalib?'

Rasulullah juga tidak menjawab.

Ia menambahkan 'Sekiranya menurutmu mereka le-bih baik dari dirimu sesungguhnya mereka yang kamu rendahkan itu (karena mereka) penyembah berhala.

Dan seandainya menurutmu dirimu lebih baik dari mereka maka katakan saja. Sungguh akan kami dengar! Demi Allah dam pak adu domba (yang dilakukan dirimu) bagiku tidak le-bih buruk darimu. Telah kau pecah belah jemaah kami dan kau hinakan agama kami. Kau telah menyebarkan aib di tengah bangsa Arab sehingga ada yang mengatakan bahwa ada penyihir dan paranormal di kalangan Quraisy. Hal ini menyebabkan di antara kami terjadi peperangan dan membinasakan kami semua.

Hai Muhammad! Jika kau perlu harta akan kami kumpul kan yang banyak untukmu yang menjadikanmu orang terkaya di Quraisy. Dan jika kau perlu wanita niscaya kami mengawinkanmu dengan wanita mana pun yang kau mau.'

Saat itu Nabi berkata pada 'Utbah 'Pembicaraanmu sudah selesai?'

'Ya' jawabnya.

Beliau berkata 'Simaklah ini

بسم الله الرحمن الرحيم

حم (1) تَنزِيلٌ مِّنَ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (2) كِتَابٌ فُصِّلَتْ آيَاتُهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لِّقَوْمٍ يَعْلَمُونَ (3) . . .

فَإِنْ أَعْرَضُوا فَقُلْ أَنذَرْتُكُمْ صَاعِقَةً مِّثْلَ صَاعِقَةِ عَادٍ وَثَمُودَ (13)

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Hâ Mîm. Diturunkan dari Tuhan Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya yakni bacaan dalam bahasa arab untuk kaum yang mengetahui…

Jika mereka berpaling maka katakanlah: "Aku telah memperingatkan kamu dengan petir seperti petir yang men impa kaum 'Aad dan kaum Tsamud." (QS. Fushilat:1-13)

Kemudian 'Utbah mengatakan 'Cukup! Adakah se suatu yang lain selain ini?' 'Tidak' jawab beliau. Setelah pembicaraan ini 'Utbah kembali ke Quraisy.

Mereka bertanya 'Apa yang telah kamu lakukan?'

'Aku sudah bicara dengan Muhammad ' jawabnya.

Mereka bertanya 'Terus dia bicara apa?'

Ia menjawab 'Demi Zat yang telah membangun Ka'bah! Aku tidak paham sedikit pun pembicaraan Mu hammad selain dia memperingatkan kalian akan petir seperti petir 'Aad dan Tsamud!'

'Yang bicara denganmu itu orang Arab kenapa kamu tidak memahami perkataannya?' tanya mereka heran.

'Ya aku tidak memahami apapun selain kata Shâ'iqah (petir) ' tegas 'Utbah."32

Dalam riwayat lain 'Utbah mengatakan "Aku den gar dari orang ini perkataan yang tidak pernah kudengar sepertinya sampai sekarang."33

Riwayat lainnya 'Utbah mengungkapkan: "Demi Allah tidak pernah kudengar perkataan macam ini; bukan syi'ir juga bukan ramalan! Hai kaum Quraisy biarkan le laki ini! Perkataannya memberitakan masa datang yang amat besar. Jika bangsa Arab berdamai dengannya maka dia akan mencukupkan kalian! Dan jika dia menguasai bangsa Arab maka keagungan dan kemuliaannya menjadi ke agungan dan kemuliaan kalian. Dan kalian akan mem per oleh manfaat darinya lebih dari semua orang."

Kaum Quraisy menjawab "Muhammad telah me nyihirmu dengan lisannya."34


Segi-segi Kemukjizatan Al-Quran
Telah disampaikan sebelumnya bahwa al-Quran ada lah mukjizat yang berbeda dengan perkataan semua manusia. Hal ini diakui baik oleh kawan maupun lawan. Di sini perlu dijelaskan sebab kemukjizatannya. Mengenai hal ini telah disinggung beberapa segi oleh ulama para teolog sastrawan dan mufasir al-Quran.
Kami bawakan se bagi annya di bawah ini:


Metode Unik
Dengan meneliti al-Quran secara akurat akan jelas bahwa kitab agung ini memiliki metode unik dan baru yang tentunya berbeda sepenuhnya dengan metode penulisan-penulisan lainnya. Ayat-ayat al-Quran bukanlah syi'ir. Sebab tidak disusun sesuai standar-standar syi'ir dan tidak ber bentuk. Selain itu syi'ir dilantunkan dengan ungkapan kha-yalan dan berlebihan. Sedang al-Quran tidak demikian.

Meskipun al-Quran bukan kitab syi'ir tetapi ayat-ayatnya dalam setiap surah mirip penggalan-penggalan syi'ir yang disusun dengan keselarasan dan gaya yang khas. Dan di bagian akhir ayat bagi setiap surah ada keserasian dan keserupaan khas yang memberikan keindahan dan daya pikat. Ayat-ayat al-Quran tidak memiliki standar syi'ir tetapi memiliki kesesuaian yang memukau dan memikat.

Al-Quran disusun dalam bentuk metode prosa. Tetapi berbeda secara keseluruhan dengan prosa-prosa lainnya:

a) Dari segi kefasihan balâghah dan pilihan kata dan kalimat al-Quran menempati tingkat tertinggi. Menu angkan konsep paling ilmiah melalui susunan kalimat yang terbaik dan paling tepat serta memiliki kelem-butan dan keindahan yang khas tetapi secara sed er hana. Ciri khas ini tidak ada dalam semua kalimat lain bahkan ce ra mah-ceramah hadis-hadis dan doa-doa Nabi saw sendiri tidak memiliki daya tarik ini.

Amirul Mukminin as adalah seorang yang tergolong orang Arab yang paling fasih (dalam bicara). Beliau sejak kecil sudah akrab dengan al-Quran seorang pengha fal dan pencatat al-Quran. Kitab Nahj al-Balâghah-nya merupakan kitab yang paling balîgh (fasih). Na mun tetap tidak memiliki daya tarik dan keindahan (seperti yang dimiliki) al-Quran. Ayat-ayat al-Quran yang terkadang dikutip dalam khotbah-khotbah Nahj al-Balâghah atau hadis-hadis laksana bintang ber cahaya di langit.

b) Tema-tema dan makna-makna dalam al-Quran tersusun dengan metode yang khas yang berbeda jelas de-ngan kitab-kitab lainnya. Dalam kitab samawi ini terdapat berbagai macam topik seperti: mengenal Allah hari kebangkitan kiamat hisab (perhitungan amal) dan kitab (catatan amal) surga dan neraka kenabian kisah-kisah dampak-dampak akhlak yang baik dan buruk penciptaan bumi langit manusia binatang tetumbuhan lautan awan angin dan hujan hukumhukum undang-undang hal-hal yang haram dan halal sejarah. Tetapi semuanya dibuatnya saling berkait dan se suai.

Tujuan al-Quran (dengan sistematika seperti ini) an-tara lain bertujuan mengenal diri alam Tuhan hari ke bang ki tan kehidupan setelah kematian. Mengarahkan manu sia kepada menyembah Allah Yang Esa. Mengajak kepada pel ak san aan kewajiban-kewajiban sosial dan in di vidual penyucian jiwa dari akhlak buruk pembinaan jiwa be ra khlak mulia dan taqarrub dan sair wa sulûk (perjalanan ru hani) kepada Allah.


11
Mengapa Nabi Diutus

Ketajaman dalam Penjelasan
Konsep-konsep al-Quran yang tinggi dan dalam dijelas kan dengan tegas dan ketajaman yang khas se h ingga menyentuh kedalaman jiwa si pendengar. Seolah-olah dia menyaksikan realitas-realitasnya dan langsung menge tahui yang gaib. Oleh karena itu berita-berita al-Quran menjanjikan dan ancaman-ancamannya sangat memukul.

Tafakur dan merenungi ayat-ayatnya akan men cerahkan ruh manusia mengangkatnya dari alam materi dan mengenalkannya dengan alam gaib. Karena itu dalam daya-daya tarik ini ruh manusia bisa saja menyaksikan hakikat-hakikat yang tak kasat mata. Daya tarik al-Quran ini sampai pada batas dianggap kekuatan sihir oleh para penentang Islam. Ketika mendengar ayat-ayatnya terk adang sampai membuat mereka bingung dan tak terkendali tidak tahu bagaimana harus memahami ayat-ayatnya. Se be l um nya juga telah disampaikan bahwa 'Ut bah setelah mende-ngar ayat-ayat:

Hâ mîm. Diturunkan dari Tuhan Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya yakni bacaan dalam bahasa Arab untuk kaum yang mengetahui… Jika mereka berpaling maka katakanlah: "Aku te lah memperingatkan kamu dengan petir seperti petir yang menimpa kaum 'Aad dan Tsamud." (QS. Fushilat:1-13).

Ia menjadi goyah. Mengaku tidak mampu memahami dan menginterpretasikan ayat-ayat al-Quran. Dalam jawabannya kepada kaum Quraisy ia berterus terang "Aku tidak memahami apa yang dia telah ucapkan kecuali (yang aku pahami) dia memberi peringatan kepada kalian den gan petir seperti petir 'Aad dan Tsamud."

Lantaran khawatir dengan daya tarik spiritual ayat-ayat al-Quran tokoh-tokoh musyrik berkata kepada orang-orang "Jangan dengarkan perkataan Muhammad karena kalian bisa terperdaya."

Ibn Atsir mengatakan "Thufail bin 'Amr Dusi seorang lelaki terhormat penyair dan cerdas berkata 'Pada masa Rasulullah saw masih di Mekkah aku pergi ke kota itu. Beberapa tokoh Quraisy datang kepadaku dan mengatakan 'Hai Thufail kamu datang ke kota kami tempat o-rang ini (Muhammad) hidup di tengah kami. Ia telah menyulitkan kami dan menyebabkan perselisihan dan per peca han. Perkataannya persis sihir yang (sanggup) memi-sahkan hubungan antara ayah dan anak suami dan istri dan sesama saudara. Karena itu kami takut kamu akan ter per daya. Maka janganlah kamu bicara dengan Muhammad dan jangan dengarkan perkataannya.'

Thufail mengatakan 'Sedemikian serius mereka berpesan kepadaku supaya aku membatalkan niat untuk men den gar kan perkataan Muhammad dan tidak berbicara de-ngannya. Sampai kusumbat kedua telingaku dengan ka pas.'

Pagi sekali aku pergi ke Masjidil-Haram. Aku me li hat Rasulullah sedang menunaikan shalat. Kudekati beliau. Sungguh Allah berkehendak agar beliau menyampai kan fir- man-Nya kepadaku. Firman yang indah sampai di teli-ngaku. Aku bergumam kepada diriku sendiri 'Jangan per malu kan ibumu! Kau seorang pujangga dan bijak bisa mem be da kan yang baik dan yang buruk. Lalu apa salah nya kau dengarkan perkataan lelaki ini. Jika baik dan be nar maka terimalah dan jika jelek dan batil maka tinggal kan!'

Thufail berkata 'Aku menunggu sebentar sampai Muhammad berjalan ke rumahnya. Aku mengikutinya. Saat masuk rumah aku pun ikut masuk. Ketika itu aku berkata:

'Hai Muhammad tokoh-tokoh Quraisy berkata demikian (tentangmu) kepadaku. Tetapi Allah berkehendak agar aku mendengarkan perkataanmu. Aku telah mendengar perkataan yang indah dan baik darimu. Sampaikanlah tujuan dan urusanmu kepadaku!'

Maka Muhammad menyampaikan Islam kepadaku dan membacakan al-Quran untukku. Demi Allah tidak pernah kudengar suatu perkataan yang lebih baik dan suatu per intah yang lebih kukuh darinya.'"35

Jika Anda mengenal dan akrab dengan sastra Arab dan tafsir al-Quran maka renungilah me tode luar biasa yang ada dalam penyusunan ayat-ayat penger tian-pengertian al- Quran dan pilihan kata dan kalimatnya. Akan Anda ke-tahui bagian keindahan dan ke lu ar bi asaan al-Qu ran ini.


Ayat-ayatnya Tidak Bertentangan
Bukti lain kemukjizatan al-Quran ialah tidak adanya perselisihan di antara ayat-ayatnya. Masalah ini dis inggung oleh al-Quran sendiri. Maka apakah mereka tidak memperhatikan al-Quran? Ka lau kiranya al-Quran itu bukan dari sisi Allah tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya (QS.an-Nisa:82).

Ayat ini mencela sejumlah orang yang tidak mau me renungi al-Quran sehingga mereka tidak mengetahui bahwa ayat-ayatnya tiada pertentangan dan turun dari Allah. Karena perkataan manusia (pasti) ada pertentangan.

Dalam buku-buku karangan manusia akan terlihat dua macam pertentangan yang tidak ada dalam al-Quran:

Pertama pertentangan berkaitan dengan gaya tulisan penggunaan diksi bentuk penyusunan kalimat poin-poin kesastraan kefasihan dan keindahan.

Manusia selalu dalam perubahan dan penyem pur naan. Semakin banyak menulis dan berlatih ia akan semakin ma hir tulisannya akan menjadi lebih baik lebih fasih dan le-bih indah. Begitu pula dengan kondisi-kondisi batiniah temperamen berbagai kejadian dan kondisi kehidupan se or ang penulis berpengaruh dalam gaya tulisannya. Tidak sama hasilnya seseorang yang menulis dalam keadaan se hat atau sakit semangat atau malas gembira dan sedih merasa sukses dan gagal percaya diri atau merasa rendah. Tiap-tiap dari semua kondisi tersebut membawa pengaruh dalam kualitas penulisan dan dalam keindahan kali mat nya.

Oleh karena itu jika Anda mengkaji sebuah buku de ngan seksama akan Anda dapati berbagai babnya tidak sama dalam kebaikan dan keindahan ungkapannya. Ha-nya satu kitab yang di dalamnya tidak ada perbedaan-per be daan tersebut yaitu al-Quran. Surah-surah yang turun sejak awal bi'tsah (pengutusan Nabi saw) tidak berten tang-an dengan surah-surah yang terakhir turun. Juga di ant ara surah-surah dan ayat-ayatnya tidak ada pertentangan.

Al-Quran selama 23 tahun turun kepada Rasulullah saw secara bertahap dan dalam berbagai macam masa tem pat dan kondisi. Namun pada saat yang sama tidak akan didapati perselisihan dari segi kefasihan balâghah dan keinda han kalam dalam berbagai bab dan masalah. Maka ter ang lah bahwa al-Quran adalah kalam Tuhan yang tiada berubah dalam eksistensi dan perbuatan-Nya.

Kedua adanya masalah-masalah kontradiktif dalam karya-karya tulisan manusia. Jika seorang penulis yang tidak belajar selama 23 tahun berdiskusi dan mendiktekan ke pada orang lain berbagai macam tema dan judul maka tidak diragukan lagi akan ada kontradiksi dalam masalah-masalah universal dan partikular bagi buku itu.

Boleh jadi penulis menulis suatu masalah di masa tertentu kemudian di masa selanjutnya disebabkan pe ruba han keyakinan atau kelalaian ia mengatakan pendapat yang berbeda dengan sebelumnya. Di samping mungkin saja ada penulis selain dirinya mengritik masalah-masalah yang diutarakan berdasarkan argumen yang baru. Seringkali terjadi para penulis generasi lama menulis masalah-masalah dengan argumen yang kuat namun dengan berlalunya za man para penulis yang lain (generasi baru) menolak masalahmasalah tersebut dengan argumen lainnya.

Berdasarkan fakta sejarah Nabi Muhammad saw tidak belajar.36 Dalam al-Quran beliau dikenal sebagai Nabi Ummi.37 Seluruh ayat dan surah al-Quran telah turun ke pada beliau selama 23 tahun dalam berbagai kondisi dan se cara terpisah-pisah.

Nabi saw tidak menulis sendiri ayat-ayat al-Quran terse- but tetapi beliau mendiktekannya kepada orang lain. Dalam hal ini Nabi saw tidak pernah memperbaharui per kataanperkataannya yang dulu. Dengan fakta ini maka di antara ayat-ayat al-Quran tidak akan ditemukan per be daan kontradiksi dan ketidaksesuaian yang paling kecil sekalipun.

Dalam hukum-hukum dan undang-undang sosial dan ritual al-Quran tidak akan didapati suatu perkara yang tidak sesuai dengan dasar-dasar keyakinan dan moral al-Quran. Dalam masalah-masalah moral tidak akan ada sesuatu yang kontradiksi dengan prinsip-prinsip keyakinan. Dalam kisahkisah al-Quran sejarah para nabi dan umat-umat dahulu tidak akan didapati sesuatu yang bertentangan dengan prinsip- prinsip keyakinan atau moral. Dalam masalah-masalah alami tidak pernah muncul kontradiksi dengan prinsipprinsip rasional.

Dalam masalah-masalah ber kaitan dengan hari kebangkitan pahala dan siksaan akhirat tidak ada yang tidak sesuai dengan keadilan dan sifat-sifat kesem pur naan dan keindahan-Nya. Dalam masalah-masalah berkenaan dengan kenabian umum (para nabi) dan kena bian khusus (Nabi Muhammad saw) tidak pernah ada kon tradiksi dengan dasar-dasar pengenalan Tuhan.

Oleh karena itu walaupun di dalam al-Quran disampaikan berbagai macam tema dan masalah namun semua nya berhubungan dan serasi. Di antara semua itu tidak ada ketidaksesuaian sedikit pun. Karena itu mustahil (al-Quran) merupakan perkataan manusia. Tetapi adalah kalam Ilahi yang diturunkan dengan wahyu kepada kalbu suci Nabi saw. Dan manusia tidak akan mampu membuat kitab yang serupa dengannya.


Berita-berita Gaib
Al-Quran memberitahu kejadian sebagian peristiwa masa datang. Hal ini merupakan salah satu mukjizatnya. Sebab pencapaian ilmu yang demikian ini tidak mungkin melalui jalan biasa. Berikut ini kami bawakan contohnya. Al-Quran mengatakan

غُلِبَتِ الرُّومُ (2) فِي أَدْنَى الْأَرْضِ وَهُم مِّن بَعْدِ غَلَبِهِمْ سَيَغْلِبُونَ (3) فِي بِضْعِ سِنِينَ لِلَّهِ الْأَمْرُ مِن قَبْلُ وَمِن بَعْدُ وَيَوْمَئِذٍ يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُونَ (4) بِنَصْرِ اللَّهِ يَنصُرُ مَن يَشَاءُ وَهُوَ الْعَزِيزُ الرَّحِيمُ (5) وَعْدَ اللَّهِ

لَا يُخْلِفُ اللَّهُ وَعْدَهُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ (6)


Telah dikalahkan bangsa Romawi di negeri yang terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang dalam beberapa tahun (lagi). Bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang). Dan hari (kemenangan bangsa Romawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendaki- Nya. Dan Dia-lah Yang Mahaperkasa lagi Maha Penyayang (sebagai) janji yang sebenar-benarnya dari Allah. Allah tidak akan menyalahi janji-Nya tetapi kebanya kan manusia tidak mengetahui. (QS. ar-Rum:2-6)

Dapat disimpulkan dari ayat ini bahwa pada awal Islam kekalahan yang berat akan dialami pasukan Romawi. Ke ja dian ini muncul di satu tempat dekat tanah Hijaz dan dike t ahui bahwa bangsa Arab di Jazirah Arab khususnya kaum Muslim sangat menyesalkan dan sedih dengan kekalahan bangsa Romawi ini. Ketika itu ayat turun dan memberi kabar gembira kepada muslimin bahwa sesudah kekala han ini dalam waktu sepuluh tahun kurang pasukan Ro mawi akan menang atas musuh-musuhnya sehingga or ang-orang muk min menjadi gembira dengan pertolongan Allah ini.

Ramalan al-Quran ini terbukti. Dalam sejarah bangsa Romawi bangsa Ahlulkitab mengalahkan bangsa Persia. Dengan kemenangan ini kaum Muslim turut gembira.

Untuk mengetahui lebih banyak tentang kejadian berse jarah ini perlu kami singgung sedikit kondisi politis dan kemiliteran dua imperium besar masa itu (Romawi dan Iran) dan konflik antara mereka:

Sebelum Islam lahir terdapat dua imperium raksasa dan adidaya di Asia yang saling bersaing menunjukkan kekuatan mereka di Arab yaitu pertama Iran dan Ro mawi. Yang pertama berkuasa di atas tanah yang luasnya lebih luas dari Iran yang sekarang. Dan yang kedua wilayah pe mer intah annya meliputi Mesir dan Syam (Suriah).

Dua imperium ini selalu bersaing dan saling perang dalam perluasan negara dan kekuasaan. Masing-masing memandang remeh saingannya dan menyerangnya lalu merampas tanah dan menjarah harta benda yang kalah. Setelah sekian lama saingan yang kalah bangkit kembali ia membalas lawannya dan mengambil kembali tanah-tanah yang terampas. Peperangan dan perluasan kekuasaan an-tara dua penguasa yang bersaing ini terus berkelanjutan.

Daerah-daerah bangsa Arab yang berdekatan dengan keduanya tidak luput dari kesewenang-wenangan dan dominasi dua kekuatan ini. Ibu kota keluarga para sultan kabilah Lukhm terletak di kota Hirah (dekat Kufah) yang dilindungi para raja Sasani yang memerintah selama ber tahun-tahun. Kekuasaan mereka berlangsung kira-kira hingga tahun 602

M. Di masa itu Khasru Parwez berniat mengakhiri kekuasaan mereka (sultan kabilah Lukhm) dan menjadikan tanah wilayah mereka sebagai bagian negara-nya.38 Ketika salah seorang raja Sasani mengetahui bahwa Hamir (seorang raja yang berada dalam kontrol kerajaan Sasani) ingin merdeka dan memisahkan diri dari kekua saan bangsa Sasani maka ia mengirim pasukan ber senjata ke bagian selatan negeri Arab. Ia kemudian menang set elah peperangan hebat dan menjadikan bagian selatan negeri Arab itu sebagai salah satu wilayah pemerintahan Sasani.39

Di satu sisi pemerintahan Romawi Bizanes juga punya perhatian pada bagian selatan negeri Arab dan melindungi tanah tersebut terhadap para pesaingnya. Sebab sejumlah penganut seajaran Kristen mereka tinggal di sana.

Karena alasan itulah rakyat negeri Arab sangat sen si tif terhadap menang dan kalahnya salah satu dari dua penguasa zalim ini. Bilamana bangsa Sasani mencapai ke menan gan di satu wilayah maka kaum Kristen Arab resah tapi kaum musyrik merasa senang. Sebab mereka me man dang bangsa Iran sebagai bangsa yang memiliki ajaran yang sama dengan mereka yaitu kaum Majusi dan penyembah api. Karenanya mereka menganggap kemenangan mereka ad alah kemenangan diri mereka juga.

Sebaliknya bila imperium Romawi menang maka kaum Kristen Arab senang. Tetapi kaum musyrik Arab se baliknya karena mereka merasa dalam bahaya.

Sekarang kami jelaskan pokok masalahnya:

Nabi saw diutus di Mekkah menjadi rasul pada tahun 610 Masehi. Tahun-tahun 602 hingga 610 Masehi adalah masa yang buruk bagi imperium Bizanes. Sebab mereka menjadi lumpuh disebabkan adanya revolusi rakyat dan kekacauan internal. Pada masa itu Khasru Parwez raja Sasani mengetahui kelemahan imperium Romawi ini. Karena itu ia menggunakan kesempatan ini untuk menyerang pesaingnya itu dan melancarkan serangan yang hebat ter hadap mereka. Serangan ini dimulai sejak tahun 601 Masehi dan berlangsung hingga tahun 619. Pasukan kuat Sasani dalam serangan yang berkesinambungan ini meraih ke menan gan-kemenangan yang gemilang di beberapa medan pertempuran.

Pada tahun 605-613 M kota-kota yang dikuasai bangsa Sasani antara lain: Dara Amad Adsa Nashirapulis Halab Apaya dan Damaskus.

Khasru Parwez tidak mampu mengontrol dirinya dari pengaruh berbagai kemenangan ini sehingga dia men gumum kan perang terhadap kaum Kristen. Tidak sedikit kelompok kaum Yahudi bergabung dengan pasukannya. Pada tahun 614 ia menyerang Yerusalem. Ia membunuh sekitar 90.000 orang Kristen dan mendudukinya. Banyak gereja di antaranya gereja Kiamat dibakarnya. Pada peristiwa pe-rang ini benda berharga kaum Kristen (salib suci) yang san gat fundamental dan paling disayangi dibawa ke Iran. Parwiz menulis surat kepada Herkules: "Dari Khasru Parwez Tuhan terbesar dan raja se lu ruh bumi kepada Herkules budak hina dan dungu: Eng-kau berkoar sangat setia kepada Tuhanmu lalu kenapa Yerusalem tidak kau selamatkan dari tanganku?"

Pada tahun 616 masehi Khasru mengirim pasukan besar bersenjata ke Iskandaria dan pada tahun 619 me-nguasai negeri Mesir. Pasukan lainnya bergerak ke arah Asia kecil. Dan pada tahun 617 ia menguasai Khalakdun.40

Kemenangan kilat dan menyebarnya pasukan Sasani di berbagai medan pertempuran benar-benar gemilang. Lama- lama kemenangan-kemenangan ini sampai juga di telinga rakyat negeri Arab yang bertetangga dengan mereka. Dari berita-berita ini muncul dua reaksi rakyat: 1) Kaum musyrik merasa senang sebab mereka menilai kemenang-an mereka sebagai kemenangan pihak yang anti terhadap ajaran keesaan Tuhan. Sebaliknya 2) kaum Kristen men jadi resah dan merasa tidak aman. Sementara muslimin awal Islam yang minoritas diganggu dan disiksa kaum musyrik.

Kemenangan- kemenangan kilat dan menyilaukan mata bagi imperium zalim bangsa Sasani itu mengkhawatirkan kaum Muslim. Mereka takut tanah negeri Arab akan dirampas. Sebab pasukan musuh sudah sampai di "Adzer'at" daerah paling dekat dengan wilayah negeri Arab yang di dalam al-Quran disebut "Adnal ardh". Mereka sangat ketakutan.

Dalam kondisi sensitif inilah turun ayat ini yang memberi kabar gembira kepada Muslim bahwa dalam waktu kurang dari sepuluh tahun pasukan Romawi akan mengalah kan pasukan Persia. Dan orang-orang mukmin akan merasa senang dengan pertolongan Tuhan ini.

Ibn Atsir mengatakan: "Yang dimaksud Adnal ardh ialah Adzer'at. Karena itu adalah wilayah Romawi yang paling dekat dengan wilayah negeri Arab. Dan bangsa Romawi di beberapa peperangan mundur sampai wilayah itu. Nabi saw dan kaum Muslim merasa sedih dengan ke menan gan bangsa Persia. Karena bangsa Romawi adalah Ahlulkitab sementara orang-orang kafir merasa senang dengan kemenangan ini sebab mereka (orang-orang kafir) menganggap kaum Majusi sama dengan diri mereka. Ke tika ayat tersebut turun Abu Bakar bertaruh seratus unta dengan Ubay bin Khalaf dalam masalah ini. Waktu itu taruh-an tidak haram.41

Kaum Muslim terus berharap dan menanti tibanya hari yang dinantikan (yaitu kemenangan Romawi) seperti yang dijanjikan oleh Allah. Dan akhirnya janji itu terbukti tidak meleset. Bangsa Romawi mengalahkan bangsa Persia.

Diterangkan dalam sejarah bahwa Herkules (Herkules I) raja imperium Romawi sangat tertekan karena pasukannya kalah oleh pasukan Persia. Ia bangkit memulihkan pa su kannya yang lemah mempersiapkan langkah-langkah pendahuluan untuk serangan balik dan mengambil kembali tanah-tanah yang dirampas musuh. Ia melakukan per baikan- perbaikan dan menyiapkan pasukan-pasukannya un tuk serangan besar dan luas. Pada tahun 622 Masehi ia mengirim pasukan armada lautnya dari laut Hitam menuju Armenia. Ia akan melakukan serangan yang hebat ter hadap pasukan Iran dari arah belakang. Pada tahun berikutnya ia telah menguasai Azerbaijan memporakporandakan tem pat kelahiran Zoroaster dan memadamkan api abadi yang disucikan. Ia selamatkan Salib suci dari bangsa Iran dan mengembalikannya ke Baitul-Maqdis.42

Kekalahan Romawi di Adzer'at (Adnal Ardh) terjadi pada tahun 613. Dan pada tahun 622 bangsa Romawi melakukan serangan dahsyat hingga mengalahkan bangsa Persia. Artinya sekitar sembilan tahun setelah kekalahan Romawi yang diungkap oleh al-Quran "fî bidh'i sinîn" mereka akhirnya menang. Oleh karena itu ramalan al-Qu ran yang mengatakan: Kemenangan Romawi dalam waktu kurang dari sepuluh tahun setelah mengalami kekalahan ternyata benar adanya. Di masa itu kaum Kristen dan kaum Muslim bergembira dengan kemenangan Romawi atas pa su kan Persia ini.

Terwujudnya janji Allah ini menjadi salah satu bukti kemukjizatan al-Quran.43

12
Mengapa Nabi Diutus

Muhammad saw Nabi Terakhir
Nabi Muhammad saw adalah nabi yang terakhir. Sesudah beliau tidak akan diutus nabi lagi. Sejak awal dakwah beliau mengumumkan diri beliau sebagai penutup para nabi dan hal ini diterima oleh kaum Muslim. Masalah khâtamiyah (kepenutupan) dalam ajaran Islam merupakan hal yang pasti (dharûri) dan tidak butuh ar gu men tasi.

Kepenutupan Nabi saw diterangkan dalam al-Quran juga dalam kitab-kitab hadis. Al-Quran menerangkan

مَّا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِّن رِّجَالِكُمْ وَلَكِن رَّسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا (40)

Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kalian tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. al-Ahzab:40)

Jika kata خَاتَمَ dalam ayat ini kita baca tâ' kasrah (baca: khâtim) seperti yang dibaca oleh sebagian pembaca al-Qu ran (qâri') maka kata ini bermakna penutup.

Dan menegas kan bahwa Nabi Muhammad saw adalah nabi terakhir. Namun jika dibaca tâ' fathah (baca: khâtam) maka makna-nya ialah sesuatu yang menutup sesuatu yang lain. Karena itu cincin dan stempel juga disebut khâtam. Sebab setiap akhir surah dibubuhi (dicap) olehnya sebagai tanda penu-tupnya. Dengan kemungkinan makna kedua pun kepenu-tupan Nabi saw tetap dapat disimpulkan dari ayat itu. Sebab diberitahukan dengan tanda stempel yang menunjukkan akhir surah (sebagai simbol bahwa Nabi saw adalah nabi yang terakhir-peny.).

Oleh karena itu setelah beliau saw tidak akan diutus nabi lain. Jadi kepenutupan Nabi saw dapat di-sim pul kan dengan jelas dari ayat al-Quran. Sebagaimana sudah umum dipahami demikian oleh kaum Muslim di awal Is lam. Mereka tidak meragukan akan kepenutupan beliau saw.

Selain ayat di atas terdapat juga ayat-ayat lain yang membahasnya yang tidak sempat disebutkan di sini.

Adapun hadis mengenainya banyak sekali namun kami bawakan sebagiannya saja sebagai berikut:

Sa'ad bin Abi Waqash meriwayatkan dari ayahnya bahwa Rasulullah saw bersabda kepada Ali as:

"Kedudukanmu di sisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa hanya saja tidak ada seorang nabi se sudahku."44

Hadis ini disebut hadis Manzilah dinukil dalam kitabkitab Syi'ah dan Suni dengan berbagai jalur. Hal ini menunjukkan tiadanya pengutusan seorang nabi sesudah Nabi saw.

Dinukil dari Abu Hurairah Rasulullah saw bersabda:

"Aku diutus untuk seluruh manusia di dunia dan kena bian akan berakhir denganku."45

Abu Umamah meriwayatkan dari Rasulullah saw yang bersabda:

"Hai manusia setelahku tidak akan ada seorang nabi. Dan setelah kalian tidak ada satu umat (lagi). Maka sembahlah

Allah. Dirikanlah shalat yang lima waktu. Ber pua salah di bulan Ramadhan. Laksanakan haji di Baitullah. Tun ai kanlah zakat bagi harta benda kalian supaya jiwa-jiwa kalian menjadi suci. Taatilah para pengemban urusan (Waliyul Amri) kalian niscaya kalian akan masuk surga."46

Amirul Mukminin (Ali) as berkata: "Allah mengutus nabi di masa kosongnya nabi (fatrah) sehingga tidak ada keterputusan dalam pengutusan para nabi yang akan menyebabkan umat saling berselisih. Maka Allah sempurnakan risalah den gan mengutus dia dan menu tup wahyu."47

Dari hadis-hadis di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Muhammad saw adalah penutup para nabi. Se sudah beliau tidak ada nabi dan tidak akan pernah ada.

Telah disampaikan sebelumnya bahwa Nabi saw mengumumkan dirinya sebagai khâtamul anbiyâ' (penutup para nabi). Siapa yang menerima kenabian beliau niscaya menerima pula kepenutupan beliau. Oleh karena itu penetapan ke penutupan Nabi saw tidak memerlukan dalil secara mandiri.

Soal: Apa sebabnya kenabian ditutup? Padahal umat me- mer lu kan nabi dan undang-undang samawi sepanjang zaman. Dan jika setelah pengutusan Nabi saw kebutuhan ini terpenuhi maka para nabi dahulu sudah me menu hinya? Kenapa salah seorang di antara mereka tidak menjadi penutup para nabi?

Jawab: Beberapa masalah perlu disinggung di sini:

1) Agama adalah sebuah hakikat dan sebuah jalan yang dimiliki semua agama samawi. Ushûl (dasar-dasar) bagi agama dapat diringkas dalam beberapa bagian:

Pertama iman kepada Allah dan mengenal-Nya. Kedua iman kepada hari kebangkitan kehidupan setelah kematian pahala dan siksaan akhirat.

Ketiga iman kepada para nabi.

Keempat tugas-tugas dan kewajiban-kewajiban moral ritual dan sosial manusia.

Semua nabi dan agama samawi adalah sama dalam ushûl tersebut. Dan mereka mengajak para pengikut mereka kepada ushûl ini.

2) Walaupun agama-agama samawi sama dalam dasardasar tersebut namun semua tidak berada dalam satu tingkat. Terdapat banyak perbedaan dari segi kedalaman makrifat dan masalah rasional undang-undang dan ketetapan-ketetapan sosial kualitas dan kuan ti tas serta bentuk ritual. Di sepanjang sejarah agama-agama secara bertahap menyempurna dan berkembang. Perbedaan- perbedaan tersebut adalah akibat penyempurnaan rasional perluasan ilmu dan wawasan manusia perubahan dan pergantian yang lahir secara bertahap dalam kehidupan manusia.

Ilmu pengetahuan dan potensi akal manusia dahulu sudah pasti tidak berada dalam tingkat ilmu dan po tensi akal manusia sekarang. Di satu sisi kehidupan individual dan sosial manusia tempo dulu sama sekali tidak se luas dan serumit kehidupan manusia kini. Makrifat hukum dan undang-undang agama juga di turun kan oleh Allah melalui para nabi sesuai potensi dan kebutu han manusia. Dan para nabi diperintahkan ber bi c ara menurut kemampuan umat mereka.
Karena itu Nabi saw bersabda:

"Kami Para nabi diperintahkan agar berbicara dengan umat sesuai kadar akal mereka."48 Di sepanjang sejarah para nabi bagaikan kedua or angtua yang penyayang. Mereka meraih tangan manu sia dengan penuh perhatian dan memajukan mereka langkah demi langkah hingga sampai pada tingkat sekarang ini.

Oleh karena itu manusia semakin men ca pai kematangan akal dan memiliki potensi yang le-bih baik dan dapat menjangkau pengetahuan-penge tahuan yang lebih tinggi. Demikian halnya jika manu sia memerlukan undang-undang dan ketetapan-ke tetap-an yang lebih sempurna dan lebih luas maka di ada kan lah baginya hukum-hukum dan ketetapan-ke tetap-an yang lebih sempurna pula.

Gerakan takâmuli (penyempurnaan) manusia dengan pen ga wasan dan upaya para nabi di sepanjang sejarah terus berlanjut hingga sampai pada suatu waktu saat manusia mencapai kemampuan menjangkau makrifat dan ilmu yang paling tinggi. Karenanya Nabi saw diutus untuk memenuhi kebutuhan manusia ini.

Al-Quran turun kepada umat melalui perantara Nabi saw agar manusia sampai pada hakikat dan makrifat agama yang tertinggi. Dan tidak hanya untuk umat di masa itu saja tetapi juga untuk orang-orang berilmu di setiap zaman dan masa datang. Al-Quran tidak akan menjadi usang.

Al-Quran dan sejarah hidup Nabi saw adalah dua warisan yang kaya dengan warisan ilmu dan ajaran agama yang dimiliki oleh kaum Muslim.

3) Nabi saw juga memikirkan strategi lanjutan untuk menjaga ilmu-ilmu kenabian hukum-hukum Islam dan pelaksanaannya yang dilakukan dengan mengangkat imam. Nabi saw atas perintah Allah mengenalkan para imam yang suci (kepada umat) sebagai tempat rujuk-an yang memiliki kapabilitas keilmuan dan keagamaan. Mereka adalah pengawal al-Quran. Sabda-sabda dan sejarah hidup mereka adalah hujah.

4) Dibolehkannya ijtihad dan penyimpulan hukum (istinbâth) dari al-Quran Sunah dan sejarah hidup para imam serta maksimalisasi akal. Di samping al-Quran
ulama dan fukaha memiliki warisan yang amat kaya dan ber harga berupa hadis-hadis (Nabi saw dan para imam-penerj.) yang dengan upaya ijtihad dan pengkajian mereka dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan umat. Juga dengan ijtihad dan penggalian sumbersumber hukum Islam (al-Quran dan hadis-penerj.) mereka mampu menjawab berbagai kebutuhan hidup yang berubah di setiap zaman.

5) Orang-orang yang sezaman dengan Nabi saw memiliki kematangan akal dan telah menyadari sepenu h nya untuk menghargai sepenuhnya ilmu-ilmu kena bian dan berupaya menjaga dan menyampaikannya (ke pada yang lain).

Kaum Muslim awal Islam telah sanggup menjaga kitab samawi mereka (al-Quran) dengan menghafal dan men catat secara sempurna serta tanpa mengadakan tahrîf (pe ruba han; penambahan atau pengurangan ayat-ayat al-Quran). Mereka mengabadikannya untuk generasi mendatang. Mereka juga mempunyai kemampuan dalam mengumpul kan ratusan ribu hadis Nabi dan para imam mengenai ber b agai macam hal dan menjaganya dari pengaruh berbagai faktor.

Untuk itu Nabi saw diutus pada zaman dan kemampuan yang khas ini. Beliau membawa al-Quran dan menyampaikan pengetahuan yang paling tinggi hukum-hu kum dan undang-undang yang paling sempurna. Melalui Imamah (kepemimpinan Islam) beliau sempurnakan agama dan mengenalkan para imam suci as sebagai para pen jaga agama dan para pelanjut jalan beliau. Dengan pro gram terse but umat Islam sudah terpenuhi kebutuhannya dan tidak lagi memerlukan nabi baru.

Inilah hikmah penutup kenabian yang tidak dimiliki para nabi dahulu dan umat-umat dahulu tidak memiliki potensi-potensi tersebut.


Ketetapan Hukum-hukum Agama dan Perubahan Kehidupan Manusia
Di sini mungkin ada yang mengritik dengan mengatakan: Anda memandang hukum dan undang-undang Islam itu permanen dan sanggup menyingkap problem di setiap zaman dan tempat. Padahal kondisi-kondisi kehidupan manusia selalu dalam perubahan dan pergantian. Mun cul kejadian-kejadian baru yang memerlukan hukum dan undang- undang baru. Dengan kata lain bagaimana ke teta pan hukum-hukum agama bisa meliputi perubahan ke hidup-an dan kebutuhan-kebutuhan baru manusia?

Hukum-hukum Islam yang turun pada seribu empat ratus dua puluh tahun silam adalah (sesuai) untuk ke hidupan umat Jazirah Arab di masa itu. Tetapi tidak sesuai un tuk kehidupan zaman yang maju dan beradab ini dan di masa datang. Karena itu kehidupan masa sekarang yang sulit dan rumit ini membutuhkan hukum dan undang-un dang yang lebih progresif. Jika manusia memerlukan un dang-undang samawi maka sebaiknya setiap zaman diu tus nabi yang baru untuk membawa hukum dan undang-undang yang lebih sempurna sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan yang baru.

Menjawab keraguan ini harus dijelaskan: kebutuhankebutuhan manusia yang melatarbelakangi pembuatan hukum dan undang-undang ada dua sisi: Tetap dan berubah. Sisi yang tetap dan kekal berasal dari penciptaan khas manusia insting dan potensi alaminya. Semua manusia kapan pun dan dimana pun dalam hal ini sama. Misalnya semua manusia perlu makanan minuman pakaian dan tempat tinggal. Dalam kebutuhan alami ini tidak ada perbedaan di antara mereka walaupun dalam cara dan macam mereka terdapat banyak perbedaan. Berangkat dari kebutuhan inilah manusia memerlukan macam-macam pertukaran se-perti: jual beli rental penggadaian dan sebagainya. Manusia hidup dalam masyarakat. Mereka perlu bantuan dan pertolongan satu sama lain. Dan kehidupan sosial yang maju juga memerlukan undang-undang dan hukum yang sem purna dan benar supaya dengan menjalankannya hak-hak tiap individu terjamin dan terjaga dari kesewenangan.

Hukum dan undang-undang berkaitan dengan buruh dan atasan kepemilikan dan batasannya jual beli persewaan penggadaian keputusan dan kesaksian batas-ba tas denda qishash dan sebagainya dilahirkan oleh kebu-tuhankebutuhan alami ini.

Pemenuhan insting seksual juga adalah satu kebutuh-an alami bagi semua manusia yang melahirkan (hukum) pernikahan dan perceraian. Dan menyebabkan pembuatan dan penataan hukum-hukum dan undang-undang perni ka han hak-hak suami istri dan orangtua dengan anak.

Oleh karena itu hukum-hukum dan undang-undang yang ada dalam syariat Islam dan mengikuti insting dan kebutuhan alami manusia adalah tetap dan permanen. Dan sesuai dengan kepenutupan Nabi saw.

Mengenai kebutuhan-kebutuhan yang berubah merujuk pada kondisi-kondisi alam yang berubah perkembangan ilmu pengetahuan dalam setiap waktu industri-in dus tri dan berbagai macam penemuan dalam kehidupan meng hendaki solusi-solusi yang tepat dan hukum-hukum baru. Dan agamalah yang menjawab semua itu. Si pembuat undang- undang Islam memandang dua jalan penyelesaian dalam hal ini:

Jalan pertama adalah ijtihad. Telah disampaikan se be lum nya bahwa Islam meninggalkan warisan yang ber harga berupa ilmu pengetahuan makrifat hukum-hukum dan undang-undang melalui al-Quran dan hadis. Jika fukaha merujuk pada tuntutan-tuntutan setiap zaman mengkaji dan meneliti sumber-sumber keilmuan Islam yang kaya maka mereka akan mampu menyimpulkan hukum (dari sumbernya: al-Quran dan hadis) menemukan jalan penyele saian yang tepat dan jawaban bagi masalah-masalah baru. Lalu mereka sampaikan jawaban mereka itu kepada umat sehingga bisa menyejajarkan masyarakat Islam dengan masyarakat dunia yang maju dan berkembang.

Seorang mujtahid harus mengenal zaman dan tempat serta kebutuhan-kebutuhan baru bagi masyarakat manu sia. Ia menjawab semua masalah dengan bersandarkan ke pada khazanah-khazanah Islam yang kaya (al-Quran dan hadis) dengan wawasan yang luas dan kelapangan dada. Dengan jalan ini ia telah menetapkan kepada dunia bahwa undangundang Islam dapat diamalkan di setiap ruang dan waktu dan mampu menjamin kebahagiaan dunia dan akhirat manusia.

Jalan kedua adalah memprioritaskan hakim yang kom-peten secara syariat. Sudah ditetapkan bahwa pe mer- in tahan Islam terdapat dalam kandungan hukum-hukum dan undang-undang Islam. Sebagian besar hukum dan undang- undang syariat berkaitan dengan manajemen sosial urus-an-urusan politik dan sosial. Untuk menjalan kannya tidak mungkin tanpa keberadaan pemimpin yang religius ko mitmen dan ahli.

Pemimpin Muslimin bertugas mengatur pe mer in tahan Islam dalam garis undang-undang syariat. Dengan men jalankan hukum-hukum Islam ia telah mencegah kezaliman kerusakan-kerusakan moral dan sosial dan menegakkan keadilan. Hakim syar'i memiliki tugas memper hatikan se cara serius setiap zaman dan kondisi.

Walaupun hukum dan undang-undang Islam diben tuk dalam rangka ini (menegakkan keadilan mencegah kezaliman dll) dan apabila dijalankan akan sampai pada tujuan tersebut. Tetapi hakim syar'i dalam menata negara Islam terkadang menghadapi kasus-kasus luar biasa yang penyelesaiannya memerlukan prioritas-prioritas khusus.

Hakim memiliki mandat menjaga prinsip-prinsip uni versal Islam dengan memperhatikan maslahat-maslahat umat menyusun hukum-hukum dan ketetapan-ke teta pannya dan mengatur negara. Hukum-hukum demikian ini disebut hukum-hukum pemerintahan.

Nabi saw memiliki hak-hak khusus ini dan me man faatkannya. Sepeninggal beliau hak-hak ini dialihkan ke pada para imam suci as. Dalam hukum-hukum inilah kaum Muslim ditugaskan mematuhi Nabi saw dan para imam suci as-yang disebut Ulul Amri.

Al-Quran menerangkan Hai orang-orang beriman taa ti lah Allah Rasulullah dan Para pemilik amr (pemerintahan) dari diri kalian (QS. an-Nisa:59).

Berdasarkan banyak riwayat hadis yang kami miliki dalam kegaiban imam maksum tugas dan tanggung jawab mengatur negara Islam dipikul oleh seorang fakih adil sekali gus sebagai seorang pemimpin dan politikus. Se be lum diangkat sebagai seorang fakih pilihan ia diperke nal kan kepada umat oleh para fakih (fukaha).

Wali (pemimpin) urusan muslimin juga memiliki dan menggunakan hak-hak khusus para imam as dalam men gatur negara.

Oleh karena itu pemerintahan Islam tidak dibentuk dalam kondisi mengalami krisis hukum. Sebab dalam penyele saian masalah-masalah pemerintahan ia menggunakan ijtihad fukaha yang mengenal zaman atau memanfaatkan hak-hak khususnya.

Dengan keterangan di atas maka jelas bahwa hukumhukum dan undang-undang Islam dapat mengabadi dan menjamin kebahagiaan umat dunia dan akhirat dalam se-gala kondisi. Oleh karena itu tidak ada problem dalam kepenutu pan kenabian Nabi saw.


Kenapa Pengutusan "Nabi Mubalig" Terputus?
Barangkali ada juga yang melontar kritik lainnya bahwa: Kami bisa menerima bahwa setelah pengutusan Nabi saw tidak perlu lagi pengutusan nabi yang membawa syariat. Tetapi kami menolak berakhirnya pengutusan nabi se bagai penyampai dan penyebar agama. Menurut kami para nabi dahulu ada dua golongan: 1-Golongan Ulul 'azmi dan pembawa syariat. 2-Golongan yang menyebarkan agama para nabi Ulul 'azmi yang berfungsi dan berpengaruh dalam membimbing dan mengarahkan umat. Sesudah Nabi saw pun pasti ada nabi-nabi (golongan kedua) ini. Jadi kenapa mereka tidak diutus?

Jawabannya bahwa pengutusan nabi dilakukan untuk penyempurnaan hujah dalam kondisi-kondisi mendesak. Sedangkan pasca pengutusan Nabi saw kebutuhan ini tidak ada. Sebab manusia (umat) di masa itu telah sampai pada kematangan akal dan keilmuan. Ia mampu menjaga dan menyebarkan warisan keilmuan dan keagamaannya. Pada masa itu agama telah sempurna dan sampai pada titik akhir.

Allah berfirman Hari ini orang-orang kafir telah putus asa dari (melancarkan serangan terhadap) agama kalian. Maka janganlah kalian takut pada mereka takutlah kepada-Ku. Hari ini Aku sempurnakan agama kalian Aku lengkapkan nikmat-Ku atas kalian dan Aku ridhai Islam kalian (QS. al-Maidah:3).

Islam membebankan tanggung jawab menjaga dan menyampaikan agama kepada tiga golongan:

Pertama imam maksum. Kaum Syi'ah meyakini set elah Nabi saw tanggung jawab menjaga dan men yam pai kan agama serta mengatur umat Islam berada di atas pundak para imam maksum. Oleh karena itu ketika Ra su lullah saw masih hidup beliau memilih Imam Ali as dan memberikan wawasan-wawasan yang seharusnya ke pada-nya. Supaya sepeninggal beliau ia berupaya menjaga dan menyebarkan agama.

Amirul Mukminin (Imam Ali) as pun di masa hidup nya melaksanakan tugasnya dan berusaha sekuat tenaga membela agama dan memimpin umat Islam. Dan sepen inggalnya beliau mengangkat putranya Imam Hasan as untuk menempati kedudukannya. Dan Imam Ali mem beri kan wasiat-wasiat seharusnya kepadanya. Sesudah Imam Hasan Imam Husain menduduki jabatan Imamah (kepemimpi nan). Dengan jalan ini setiap imam me nen tu kan imam sesudahnya.

Keadaan ini terus berlangsung hingga masa wafat (kesyahidan) Imam Hasan Askari as (255 hijriah).

Dengan upaya dan kesungguhan para imam maksum as ini tersebarlah ratusan ribu hadis dalam berbagai bidang di tengah muslimin yang tertulis dengan baik dalam kitab-kitab hadis untuk generasi mendatang. Di samping itu upaya para imam suci juga telah melahirkan ribuan ulama Islamolog dan penyebar agama.

Imam kesebelas (Imam Hasan Askari) sebelum ke syahidannya telah mengangkat putranya Hujjah bin Hasan as (Imam Mahdi) untuk menempati kedudukannya dan memikul tugas menjaga dan membela agama. Mulai saat itu Imam kedua belas (Imam Mahdi as) sampai sekarang dalam keadaan gaib melaksanakan tugasnya dalam bentuk lain. Alhasil setiap saat adalah merupakan penantian sampainya "hari" saat umat manusia mencapai kesiapan yang sempurna untuk menyambut kebangkitan Islam dan pemerintahan Imam Zaman yang mutlak adil. Di masa itu beliau mengadakan revolusi universal menyebarkan Is lam ke seluruh dunia dan menciptakan keadilan sebagai ganti kezaliman.

Dari keterangan di atas disimpulkan bahwa pensyariatan jabatan Imamah menyebabkan tidak diperlukannya lagi "nabi penyebar" Islam. Sebab tanggung jawab ini diserahkan kepada para imam suci.

Kedua Fukaha dan Ulama. Di masa para imam as la hir ulama besar dan banyak ulama. Mereka menimba ilmu-ilmu dan hukum-hukum Islam dengan baik. Mereka ber po tensi menyampaikan dan menyebarkannya. Nabi saw dan para imam suci berusaha keras mendidik orang-orang tersebut.

Banyak hadis mengenai hal ini yang sebagiannya kami bawakan di bawah ini:

Imam Shadiq as berkata: "Ulama adalah pewaris para nabi. Para nabi tidak mewarisi dinar dan dirham tetapi mereka mewarisi hadis-hadis. Barangsiapa menerima hadis dari mereka niscaya memperoleh keuntungan yang banyak. Perhatikanlah baik-baik dari siapa kalian menerima ilmu! Pada setiap generasi dari kalangan kami akan lahir orang-orang yang adil yang akan mencegah tah-rîf-nya kaum ceroboh dan penyimpangan kaum batil serta takwil orang-orang bodoh."49

Nabi saw bersabda: "Ulamanya umatku seperti para nabinya Bani Israil." 50

"Allah merahmati khulafa (para pengganti)-ku."

Beliau ditanya "Ya Rasulullah siapakah khulafa-mu ?"

Beliau bersabda "Mereka yang menghidupkan Su nah ku dan mengajarkannya kepada hamba-hamba Allah."51

"Perumpamaan ulama di bumi ini seperti bintangbin tang di langit yang dengannya manusia memperoleh pe tun juk dalam kegelapan di darat dan di laut. Jika mereka tiada maka ditakutkan orang-orang yang telah mem per oleh petunjuk menjadi tersesat."52

Amirul Mukminin as menukil dari Rasulullah saw: "Pada hari kiamat pena ulama ditimbang dengan darah syuhada dan pena ulama lebih berat (utama) dari darah syuhada."53

Nabi saw bersabda "Barangsiapa yang ajalnya da tang sementara ia dalam keadaan menuntut ilmu yang akan menghidupkan Islam maka tiada jarak antara dia dan para nabi di surga dan mereka sederajat."54

Dapat dipetik dari hadis-hadis tersebut bahwa pembawa syariat Islam menyerahkan tugas membimbing umat dan menyampaikan agama kepada ulama. Dengan demikian pengutusan nabi mubalig (penyampai dan penyebar agama) tidak diperlukan lagi.

Ketiga Akal manusia. Salah satu tujuan besar para nabi ialah membina dan menyempurnakan akal. Untuk misi ini para nabi dahulu telah melakukan peranan yang besar. Akal manusia sepanjang sejarah dan melalui upaya para nabi menyempurna secara bertahap. Hingga pada zaman Nabi saw akal itu mencapai batas relatif matang (sempurna). Nabi saw juga punya perhatian yang lebih dalam perkembangan dan penyempurnaan akal manusia. Beliau berpesan ke pada umat agar mereka menggunakan akal mereka dan melakukan pengkajian untuk menyingkap hakikat-hakikat dan memahami segala sesuatu. Dengan berpikir mereka pilah kebenaran dari kebatilan sehingga mereka bisa me-nerima kebenaran.

Al-Quran dalam banyak ayat menyeru manusia agar berpikir merenung dan memahami. Juga banyak riwayat dalam kitab-kitab hadis yang meninggikan akal dan men gajak manusia kepada berpikir. Nabi saw dan para imam as menjelaskan kepada umat bahwa akal sebagai petunjuk dan hujah syar'i dalam mengetahui masalah-masalah rasio-nal. Oleh karena itu mereka mengajak umat agar menggunakan dan mengikuti akal dalam mengenal berbagai ha-kikat.

Jadi kami simpulkan bahwa dengan pengutusan Nabi saw menyebabkan tidak diperlukannya lagi nabi mubalig. Karena alasan itulah maka Nabi saw menjadi penutup para nabi dan menyebabkan kenabian berakhir.

Muhammad saw Sebelum Diangkat Menjadi Nabi (Bi'tsah) Nabi Muhammad saw dilahirkan pada tanggal 17 Rabiul Awal tahun 570 Masehi di Mekkah.55

Ayah beliau Abdullah dan ibu beliau Aminah. Se be lum beliau lahir ayah beliau telah meninggal dunia dan dimakamkan di Madinah. Kemudian beliau diasuh oleh kakek beliau Abdul Muthalib seorang pembesar Quraisy yang sangat mencintai Muhammad. Ia per nah berkata: "Pu traku Muhammad memiliki masa depan yang ce mer lang."56

Menginjak usia lima tahun ibu beliau meninggal dunia. Pada usia sembilan tahun kakek beliau pun men inggal dunia. Sebelum wafat Abdul Muthalib men itip kan cucu-nya ini (saw) kepada putranya Abu Thalib agar menjaga dan merawatnya.

Nabi saw pada usia 25 tahun menikah dengan Khadijah binti Khuwailid. Seorang wanita Quraisy terhormat konglomerat dan suci. Dari pernikahan dengan beliau saw Khadijah melahirkan dua putra yang kemudian meninggal di masa kanak mereka. Dan melahirkan empat putri: Zai-nab Ruqayah Ummu Kultsum dan Fatimah.

Sejarah mengatakan bahwa Nabi Muhammad saw pada masa kecilnya dan remajanya telah memiliki keutamaan di atas orang-orang seusianya. Ber dasar kan ucapan dan perilakunya jelas dia bukan manusia biasa.

Tentang beliau saw Abu Thalib bercerita: "Di satu malam aku mendengar kata-kata yang luar biasa dari Muhammad saw. Bila kami makan dan minum kami tidak menyebut Allah. Kemudian aku mendengar dari Muhammad ketika (hendak) makan mengucapkan: Bimillâhi al-`ahad (maksudnya: "Dengan nama Allah Yang Esa"). Sesudah makan ia mengucapkan: Alhamdu lillâhi katsîran (baca: "Segala puji bagi Allah sebanyak-banyaknya"). Aku sangat heran dengan perilaku ini.

Terkadang tiba-tiba aku menemuinya dan melihat di atas kepalanya cahaya yang melambung ke langit. Tidak pernah aku men den- gar dusta dari Muhammad. Tingkah laku ja hiliyah takkan tersentuh olehnya. Tak pernah aku melihat ia tertawa-tawa berlebihan atau bermain dengan anak anak atau memperhatikan mereka. Ia suka sendiri dan berendah hati."57

Ibn Abbas menceritakan:

"Waktu subuh anak-anak Abu Thalib sudah bangun tidur kedua mata mereka tidak bersih. Tapi kedua mata Mu hammad jernih dan terang. Pagi hari Abu Thalib memberi makan anak-anaknya. Mereka saling berebut makanan. Tetapi Muhammad tidak berebut dengan mereka. Melihat hal demikian Abu Thalib menyediakan makanan untuknya se cara terpisah."58

Abul Fida menyampaikan:

"Rasulullah saw dibesarkan Abu Thalib. Allah menjaga beliau dari melakukan perbuatan-perbuatan ja hiliyah dan keburukan-keburukannya. Sebab Dia menghendaki karamah beliau hingga beliau menjadi dewasa dan memiliki keutamaan di atas semua orang dari segi kemuliaan budi pekerti etika bergaul sikap baik terhadap tetangga kesabaran amanah dan keju ju ran. Tidak pernah beliau bersenda gurau atau ber de bat dengan orang lain. Semua sifat terpuji ada pada dirinya sehingga beliau disebut Muhammad al-Amîn (yang terpercaya)."59

"Pada awal wahyu Nabi saw pulang ke rumah dengan rasa takut. Beliau sampaikan kepada Khadijah istri beliau: "Aku merasa khawatir dengan diriku."

Khadijah menghibur beliau ia menjawab:

"Bergembira lah karena Allah tidak akan menjadikan engkau terhina. Sebab engkau telah menjalin silaturahmi berkata jujur menanggung kesulitan-kesulitan orang lain membantu fukara menghormati tamu dan menolong orang lain dalam musibah."60

Anas bin Malik menyampaikan: "Sebelum bi'tsah orang-orang memanggil beliau al` Amîn. Sebab beliau dikenal amanah dan adil."

Rabi' bin Hatim mengatakan: "Di zaman jahiliyah bila ada orang-orang yang ber selisih mereka merujuk kepada Nabi Muhammad saw. Nadhar bin Harits berkata kepada kaum Quraisy: 'Kalian mengakui Muhammad di masa kecil paling terpuji paling jujur dan paling terpercaya di antara kalian. Tetapi di masa rambutnya sudah beruban dan dia diutus oleh Allah ke pada kalian kalian men ga ta kan: 'Dia penyihir!' Tidak demi Allah dia bukan pe nyi hir.'"61

Pada usia dua puluh tahun beliau saw ikut serta dalam Hilfu al-Fudhûl (sumpah pemuda). Sejumlah orang yang beritikad baik mengadakan kesepakatan di rumah Ab dullah bin Jad'an dan mengikat janji: Selama mereka hidup akan membela kaum tertindas yang tanpa perlindungan dan mengembalikan hak-hak mereka dari para penindas. Nabi Muhammad saw menceritakan tentang hal ini:

"Aku hadir dalam perjanjian yang disepakati di rumah Abdullah bin Jad'an dan aku tidak akan mau menukarnya dengan unta-unta yang berbulu merah (yang paling bagus sekalipun-penerj.). Dan pada masa Islam pun aku (masih komitmen) menyambut seruan mereka itu."62

Dengan bukti-bukti historis di atas disimpulkan bahwa Nabi Muhammad saw sebelum bi'tsah dikenal oleh masyarakat dengan perilaku yang baik amanah jujur sa bar pro-keadilan tidak menyakiti dan menjaga kesucian.

Berdasarkan saksi hidup yang baik ini orang-orang bisa menerima pengakuan beliau sebagai nabi dan mengiman inya.

13
Mengapa Nabi Diutus

Agama Muhammad saw Sebelum Bi'tsah
Apakah Muhammad sebelum pengutusan nabi ber pegang pada suatu agama dan syariat ataukah tidak? Jika ya lalu agama apakah yang beliau ikuti?

Perlu kami sampaikan sebelumnya bahwa dalam sejarah dan dokumen Islam tidak kami temukan sesuatu yang menyampaikan masalah ini secara jelas. Namun beberapa fakta sebagai bukti-bukti historisnya dapat dijelaskan. Antara lain:

Abul Fida menyampaikan: "Sudah menjadi kebiasaan Rasulullah saw dalam setahun beliau pergi ke bukit Hira sebulan lamanya dan di sana beliau melakukan ibadah. Kaum Quraisy pun berbuat demikian. Di masa itu beliau memberi makan kepada setiap fakir yang datang. Usai melaksanakan upacara-upacara ibadah sebelum pulang ke rumah beliau melakukan thawaf mengelilingi Ka'bah."63

Ghiyats bin Ibrahim meriwayatkan dari Imam Shadiq as:

"Nabi saw setelah datang ke Madinah tidak pergi haji melainkan sekali. Namun (selama) di Mekkah beliau beberapa kali bersama kerabat beliau melaksanakan upacara-upacara haji."64

Diriwayatkan; "Muhammad saw di usia empat puluh tahun melakukan shalat."65

Paman beliau Abu Thalib juga menceritakan Nabi Muhammad pada masa kecilnya:

"Ketika memulai makan ia selalu membaca: Bismillah dan setelahnya mengucapkan `Alhamdulillah."66

Dari keterangan ini disimpulkan bahwa Nabi saw se belum bi'tsah telah melakukan amalan-amalan sebagai ibadah melakukan shalat sebulan dalam setahun melaku kan i'tikaf di bukit Hira melaksanakan ritual-ritual haji thawaf seputar Ka'bah membaca Bismillah ketika hendak makan. Maka jelas beliau adalah seorang pribadi religius dan rajin melakukan ibadah-ibadah.

Di samping itu dalam pembahasan Imamah diteta p kan bahwa para nabi seumur hidupnya maksum (ter pe li hara) dari kekufuran kesyirikan dan dosa. Oleh karena itu harus diakui Nabi saw sebelum bi'tsah adalah seorang religius. Sebab kekufuran dan kesyirikan tidak sesuai de-ngan kemaksuman beliau.

Al-Quran menafikan kesesatan dan kekufuran se lu ru hnya dari diri beliau bahkan sebelum beliau diutus.

Demi bintang ketika terbenam kawanmu (Mu hammad) tidak sesat dan tidak pula keliru (QS. an-Najm:1-2).

Oleh karena itu mengenai keberagamaan Nabi Muhammad sebelum bi'tsah tiada keraguan sedikit pun.

Kini sampai kepada pertanyaan "Agama apakah yang beliau peluk?"

Ada beberapa kemungkinan:

Kemungkinan pertama: mengikuti syariat Nabi Musa atau Nabi Isa. Karena ajaran samawi zaman itu cuma ada dua agama dan wajib bagi semua mengikutinya maka Muhammad saw sebelum diutus menganut salah satu dari dua agama ini.

Namun kemungkinan ini tidak benar. Sebab jika be liau seorang (penganut) agama Yahudi atau Nasrani tentu beliau akan ikut serta dalam ritual-ritual keagamaan mereka menjalin hubungan dengan mereka dan pasti tercatat dalam sejarah. Tetapi fakta ini tidak ada dalam sejarah di sisi lain kaum Yahudi dan Nasrani tidak mengakuinya.

Sebagaimana keterangan sebelumnya Nabi Mu hammad melakukan ibadah-ibadah tertentu yang bukan bagian dari dua agama tersebut. Seperti haji thawaf Ka'bah sembahyang dan i'tikaf di bukit Hira. Oleh karena itu ber dasar kan semua ini beliau saw sebelum bi'tsah bukan se or ang Yahudi atau Nasrani.

Kemungkinan kedua: mengikuti syariat Nabi Ibrahim as. Penjelasannya adalah bahwa Nabi Ibrahim as di Hijaz telah menanamkan tauhid dan ibadah kepada Allah. Ajar- an Ibrahim yang disebut Hanifiyah tersebar di tengah umat wilayah itu. Putranya Ismail juga menyebarkan aja ran terse but. Bangsa Arab di sana yang umumnya adalah anak keturunan Ismail menerima dan mempertahankan ajaran kakek mereka Ibrahim.

Agama Ibrahim hingga beberapa masa adalah agama resmi masyarakat jazirah Arab. Tetapi dengan berlalunya zaman hukum-hukum ibadah-ibadah ritual agama yang lurus ini lama kelamaan terlupakan. Yang tersisa hanya ritual-ritual khusus seperti haji wukuf di Arafah Masy'ar dan Mina kurban lontar jumrah thawaf Ka'bah sa'i ant ara Shafa dan Marwa dan amalan-amalan lainnya. Bahkan den gan berlalunya zaman kesyirikan mempengaruhi a-kidah masyarakat.

Karena adanya petunjuk-petunjuk yang salah mereka menjadikan sejumlah objek tertentu sebagai sekutu Tuhan dan mereka menyembahnya. Dengan semua penyimpangan ini mereka menyatakan diri mengikuti Nabi Ibrahim.

Yang jelas di antara mereka terdapat sejumlah in di vidu yang tidak senang dengan kondisi yang berlaku. Mereka merasa hakikat agama Ibrahim telah hilang dan berganti kesesatan. Terkadang mereka berusaha me n emu kan (mengembalikan) hukum dan ritual-ritual ibadah agama Hanifiyah ini dan membersihkannya dari hal-hal ta-khayul (khurafat). Berikut ini antara lain se jarah nya:

Ibn Hisyam menyampaikan: "Di salah satu hari raya saat kaum Quraisy berkumpul mengelilingi salah satu berhala mereka berkurban untuknya dengan segala peng horma tan terhadapnya. Empat orang dari mereka memis ah kan diri secara diam-diam. Di satu sudut mereka men ga ta kan 'Kita berjanji akan merahasiakan keyakinan kita dari yang lain.' Mereka adalah: Waraqah bin Naufal Abdullah bin Jahsy Usman bin Huwairits dan Zaid bin Umar. Mereka mengatakan 'Demi Allah kalian tahu bahwa kaum kalian tidak memeluk agama yang benar. Mereka keliru mengikuti agama kakek mereka Ibrahim. Untuk apa kita men ge lil ingi batu tadi? Berhala ini tidak mendengar tidak melihat tidak mendatangkan mudarat juga tidak ber man faat. Sau dara saudara! Pilihlah agama yang lurus untuk diri kalian.' Kemudian mereka berpencar ke berbagai negeri untuk menemukan agama Ibrahim yang lurus."67

"Zaid bin Umar bimbang. Ia keluar dari agama kerabat nya. Tetapi tidak juga ia masuk agama Yahudi dan Na-srani. Ia berhenti menyembah berhala. Ia menjauhi me ma kan daging bangkai darah dan daging hewan yang di jadi kan persembahan kurban untuk berhala-berhala. Ia melarang membunuh anak kecil (khususnya perempuan). Ia mengatakan 'Aku hanya menyembah Tuhannya Ibra him.' Karena itu dia memprotes agama kaumnya."68

Dari beberapa hadis disimpulkan bahwa kakek-kakek Nabi saw mengikuti agama Nabi Ibrahim.

Ashbagh bin Nabatah menyampaikan "Aku men dengar Amirul Mukminin (Ali) as berkata 'Demi Allah ayah dan datukku Abu Thalib Abdul Muthalib Hasyim dan Abdu Manaf tidak pernah menyembah berhala.'"

Ditanyakan kepada beliau "Lantas bagaimana mereka melakukan ibadah?"

Beliau menjawab "Mereka melakukan amalan (ritual) menurut agama Nabi Ibrahim dan melakukan shalat mengh adap Ka'bah."69

Oleh karena itu sampailah pada kesimpulan bahwa Nabi Muhammad saw sebelum diutus mengikuti agama dan syariat Nabi Ibrahim: Menyembah Tuhan Yang Esa menentang kesyirikan dan penyembahan berhala melaksana kan shalat melaksanakan ritual-ritual haji yang merupa kan bagian ritual-ritual ibadah ajaran Nabi Ibrahim suka berkhalwat berzikir dan beribadah kepada Allah dan memperhatikan akhlak yang baik.

Seperti yang disebutkan dalam beberapa riwayat se belum bi'tsah Nabi Muhammad saw tidak terlepas dari duku ngan dan pertolongan Allah dalam mengenal kemuliaan-kemuliaan agama yang lurus dan memegang teguhnya.

Hal ini diceritakan oleh Amirul Mukminin as sebagai berikut "Ketika Muhammad saw memasuki masa menyusu Allah memerintahkan malaikat yang paling besar un tuk menjaga beliau siang dan malam dan membimbing beliau kepada perilaku dan akhlak yang baik."70

Diriwayatkan sebagian sahabat Imam Muhammad Baqir as bertanya tentang tafsir ayat

إلا من ارتضى من رسول فإنه يسلك من بين يديه ومن خلفه رصدا

Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya maka se sunggu hnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya.
Beliau menjawab "Allah memerintahkan malaikat-malaikat untuk mengawasi apa yang dilakukan oleh para nabi- Nya dan menolong mereka dalam menyampaikan risalah. Dia memerintahkan malaikat yang besar untuk men jaga Muhammad saw sejak masa menyusu mem bimbing beliau pada perbuatan-perbuatan baik dan akhlak terpuji dan mencegah beliau dari perbuatan-perbuatan buruk. Malaikat ini ialah yang mengucapkan: Assalamu 'alaika ya Muhammad Rasulullah! kepada Nabi saw. Masa itu ketika beliau belum diutus menjadi rasul dan Nabi saw mengira (suara) Islam ini berasal dari batu dan tanah lalu beliau mencari tahu (dari mana asalnya) namun beliau tidak me-nemukan apa-apa."71


Pengutusan Nabi saw
Pada tanggal 27 Rajab tahun 610 Masehi Nabi saw pada usia empat puluh tahun diutus menjadi rasul.72 Dit erang kan dalam sejarah bahwa sebelum bi'tsah terkadang dia menyaksikan tanda-tanda dalam tidur atau bangunnya. Dia melihat Jibril dan mendengar suara-suara tertentu. Bah kan terkadang diajak berbicara sebagai utusan Allah.

Baladzuri menyampaikan "Ketika Allah berke hendak memuliakan Muhammad saw dan mengaktifkan kenabian beliau saat itu beliau keluar kota untuk suatu keperluan. Beliau melewati lembah-lembah dan bukit-bukit dan se-tiap pohon yang beliau lewati mengucapkan 'Assalamu 'alaika ya Rasulallah.' Beliau menoleh ke kanan-kiri dan ke be la kang tetapi tidak ada seorang pun.73

Terkadang pada saat tidur atau terjaga beliau melihat ada satu sosok yang mengucapkan 'Assalamu 'alaika ya Rasula llah.'

Beliau bertanya padanya 'Siapa engkau?'

Ia menjawab 'Aku Jibril. Allah mengutusku untuk memilih engkau sebagai seorang nabi.'

Rasulullah menyaksikan kejadian ini namun tidak beliau ceritakan kepada siapa pun.74

Pada suatu kesempatan beliau mengutarakan masalahnya kepada istri beliau Khadijah. Sang istri menjawab 'Aku berharap demikian.'75

Awal tahap wahyu ialah mimpi yang benar. Ia tidak bermimpi kecuali terang dan jelas seperti cahaya subuh. Maka ia cenderung menyepi. Ia pergi ke gua Hira dan berkhalwat. Di sana beliau melakukan ibadah kepada Tuhannya beri'tikaf beberapa malam lalu pulang menemui Khadijah dan menyiapkan perbekalan.

Hingga ketika se dang berada di gua Hira kebenaran menjadi terang bagi-nya dan Jibril berbicara dengannya.76

Begitulah perjalanan Rasulullah saw. Setiap tahunnya beliau berada dalam gua Hira selama minimal sebulan un tuk aktif melakukan ibadah."77

Ubaid bin Umair berkata "Rasulullah dalam setahun selama sebulan berada di gua Hira dan melakukan ibadah. Di masa itu beliau memberi kaum fakir makan.

Ketika masa waktu khalwatnya selesai beliau kembali ke Mekkah. Se belum ke rumah beliau melakukan thawaf di Ka'bah se banyak tujuh kali atau lebih."78

Hira adalah nama satu bukit tinggi dan terletak di sebelah utara Mekkah ke arah Mina. Dulu jaraknya satu farsakh (6 km) dekat dengan kota. Kini rumah-rumah kota menjalar sampai dekat bukit ini. Di tengah bukit ini ter dapat sebuah gua yang dapat menampung tiga orang yang bernama Gua Hira. Gua ini adalah tempat i'tikaf dan ibadah Nabi Muhammad saw dan turunnya malaikat wahyu (Jibril). Beliau melakukan i'tikaf dalam gua yang bercahaya dan suci ini selama berbulan-bulan. Siang dan malam sibuk melakukan ibadah kepada Tuhan semesta alam dan ber munajat dengan-Nya.

Beliau duduk di atas papan batu dan bertafakur se- lama berjam-jam. Merenungi keajaiban-keajaiban ciptaan- Nya. Menatap langit yang bertabur bintang dan keinda han Mekkah. Memandangi terbit dan terbenamnya ma tahari. Bertafakur tentang keajaiban-keajaiban tubuh manusia pepohonan tetumbuhan binatang bukit-bukit tanah-tanah datar lautan dan samudra beserta gelombang-gelombang nya yang bergemuruh. Dan bersujud di hadapan kekuasaan dan keagungan Tuhan Sang Pencipta alam.

Terkadang beliau menyesali kebodohan masyarakat yang melupakan Tuhan semesta alam dan menyembah berhala- berhala yang tak berarti.

Terkadang beliau memikirkan kezaliman dan kesewenang- wenangan yang dilakukan kaum bangsawan dan konglomerat dan penderitaan yang dialami kaum lemah dan tertindas sekaligus berupaya mencari solusinya. Ke tika merasa putus asa dari semuanya beliau bertawajuh ke pada Allah Swt dan bermunajat.

Beliau selalu memohon (kepada Allah) dalam menyelesaikan problem-problem ideologis sosial dan moral masyarakat.

Ketika masa i'tikaf sebulannya berakhir beliau kembali ke Mekkah dengan hati sejuk tenang bercahaya yakin dan optimis. Dan setelah thawaf di Ka'bah beliau pulang ke rumah dan menjalani kehidupan sehari-hari.

Demikianlah kehidupan Nabi saw berlangsung hingga menginjak usia empat puluh tahun sampailah masa bi'tsah.

Pada usia empat puluh tahun sebagaimana biasanya beliau saw berkhalwat di bukit Hira berniat bertafakur dan beribadah. Pada usia ini beliau memilih bulan Rajab untuk i'tikaf. Tafakur dan ibadah beliau pada kesempatan ini lebih banyak dan lebih mendalam ketimbang masa-masa sebelumnya. Sujud-sujud beliau lebih panjang munajat-munajat beliau lebih menyentuh tafakur-tafakur beliau lebih dalam nuansa dan hawanya tidak seperti biasanya daya tarik Ilahiah mengguncang keadaan dan menerangi jati di rinya cenderung terbang. Terbang menuju alam malakut tertinggi dan alam nuraniah.

Bergantinya siang dan malam bulan Rajab mengiringi daya-daya tarik spiritual yang semakin kuat. Ruh Muhammad saw lebih meninggi dan siap untuk mengada kan kon tak dengan alam gaib dan menerima wahyu.

Tiba waktunya tanggal 27 Rajab. Nabi saw tenggelam dalam tafakur. Saat itulah Jibril turun dan berkata "Engkau adalah utusan Allah dan engkau diperintahkan untuk menyampaikan pesan Tuhan kepada umat manusia."79

Imam (Ali bin Muhammad) Hadi as menerangkan ten- tang kejadian ini:

"Rasulullah saw membagikan seluruh apa yang beliau peroleh dari perniagaan di Syam kepada fakir miskin. Se-tiap hari beliau pergi ke bukit Hira dan menaiki puncak bukit. Menyaksikan tanda-tanda rahmat Allah keajaiban-keajaiban dan keindahan-keindahan hikmah-Nya me mandangi langit bumi laut dan darat. Lalu mengambil hikmah darinya ('ibrah). Beliau menyembah Allah se bagaimana Dia patut disembah.

Menginjak usia empat puluh tahun Allah menjadikan hati beliau sebaik-baik hati hati yang paling taat dan yang paling khusyuk. Lalu Dia membuka pintu-pintu langit di hadapan beliau agar dapat melihatnya. Dia mem per si lah kan para malaikat untuk turun sehingga Muhammad saw bisa melihat mereka. Dia menurunkan rahmat-Nya kepada beliau dan meliputi dari kaki 'Arsy sampai kepala Mu hammad saw. Jibril turun. Meraih kedua bahu Nabi Mu hammad saw dan menekannya seraya berkata "Ya Mu hammad! Bacalah!"

"Apa yang kubaca?" jawab beliau.

Jibril berkata "Wahai Muhammad

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (1) خَلَقَ الْإِنسَانَ مِنْ عَلَقٍ (2) اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ (3) الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (4) عَلَّمَ الْإِنسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ (5)

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang mencip ta kan Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah yang paling pemurah yang mengajar (manusia) dengan perantara kalam. Dia men ga jar kan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. al-Alaq:1-5)

Saat itu apa yang Jibril terima dari Allah ia wahyukan kepada Muhammad saw dan kemudian naik ke langit.

Muhammad saw turun dari bukit Hira. Beliau men jadi tak terkendali karena menyaksikan keagungan Tuhan. Terasa begitu berat menyaksikan Jibril dan memikul wahyu Ilahi menggigil seperti demam. Khawatir Quraisy men dus ta kan beliau dan menuduh beliau gila. Padahal beliau ada-lah manusia yang paling bijak dan paling mulia. Dan sa-ngat jauh dari setan dan dari ucapan dan perbuatan orang-orang gila.

Maka Allah berkehendak mengkaruniai beliau ke la- pan gan dada dan menjadikan hati beliau tenang. Karena itu bukit-bukit batu-batu besar pasir-pasir dan benda yang beliau lewati mengucapkan salam kepada beliau: "Assalamu 'alaika ya Muhammad! Assalamu 'alaika ya Waliyallah! Assalamu 'alaika ya Rasulallah! Berbahagialah! Karena Allah memberi Anda keutamaan dan keindahan. Anda memiliki kemuliaan di atas semua manusia dari awal sampai akhir. Janganlah bersedih karena Quraisy menyebut Anda orang gila. Sebab manusia utama ialah yang diutamakan Allah. Manusia mulia ialah yang dimuliakan Allah. Janganlah gun dah dengan pendustaan Quraisy dan kaum Arab bebal. Karena Allah segera akan mengantarkan Anda menuju derajat yang paling tinggi dan paling mulia."80

Dengan menyaksikan Jibril dan menerima wahyu se- g enap eksistensi beliau menjadi terang. Dengan keimanan yang kukuh hati yang tenang dan niat yang pasti beliau dari bukit Hira pulang ke rumah.

Ibn Syahr Asyub menyampaikan "Muhammad saw pulang ke rumah dan rumah menjadi bercahaya. Khadijah sang istri terkejut sambil bertanya 'Cahaya apakah ini?'

Nabi saw menjawab 'Cahaya kenabian. Maka ucap kanlah: Asyhadu an lâ ilâha illallâh Muhammad Rasûlullâh.'

Khadijah mengungkapkan 'Hal ini sudah aku ketahui sejak lama. Ketika itu aku sebagai muslim.'"81

Mengenai awal surah yang turun kepada Nabi saw antara ulama berbeda pendapat. Mayoritas sejarahwan berpendapat: Awal surah yang turun ialah al-'Alaq.

Hal ini juga diterangkan dalam beberapa hadis.

Ali bin Sari meriwayatkan dari Imam Shadiq as yang berkata:

"Awal surah yang turun kepada Rasulullah saw ialah (al-'Alaq):

بسم الله الرحمن الرحيم * اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ ...

Dan akhir surah ialah (an-Nashr)":

بسم الله الرحمن الرحيم * إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ ... [82]

Turunnya Al-Quran dan Penjagaannya Al-Quran adalah kitab samawi dan firman Tuhan. Makna-makna dan pengertian-pengertiannya yang tinggi tertuang pada kata-kata dan kalimat-kalimat bahasa Arab kemudian diturunkan pada kalbu Nabi saw melalui Jibril.

Selama dua puluh tiga tahun ayat-ayatnya turun ke pada Rasulullah saw dalam berbagai macam kejadian dan kesempatan. Dalam keadaan perjalanan atau dalam pepe-rangan dan perdamaian.

Terkadang turun satu ayat atau beberapa ayat atau satu surah lengkap.

Al-Quran memuat 114 surah. Semua surah dimulai dengan "Bismillâhirrahmânirrahîm" kecuali surah at-Taubah. Setiap surah terdiri dari beberapa ayat.

Surah-surah yang besar dinamakan surah-surah yang panjang dan surah-surah yang kecil dinamakan surah-surah yang pendek.

Sebagian surah yang turun di Mekkah atau sekitar-nya disebut surah Makkiyah. Dan sebagian surah lainnya yang turun di Madinah atau sekitarnya disebut surah Madaniyah.

Nabi saw memiliki perhatian penuh dalam menjaga seluruh al-Quran dan pencegahan sempurna dari pe rubahan dan tahrîf. Untuk upaya ini beliau memprioritaskan tiga langkah berikut:

1) Setiap ayat yang turun pada kalbu nurani Nabi saw langsung beliau tuangkan secara lisan dan melan tunkannya beliau senantiasa memelihara dalam ingatannya dan tidak akan melupakannya. Sebab beliau ada-lah seorang maksum yang tercegah dari lupa dan ke sala han.

Al-Quran mengatakan "Kami akan membacakan (al-Quran) kepadamu (Muhammad) maka kamu tidak akan lupa." (QS. al-A'la:6).

Nabi saw sangat peduli membaca al-Quran dan mengulang- ulangnya. Beliau selalu membacanya di se-tiap kesempatan. Dalam ceramah-ceramah beliau men jelaskan hukum-hukum masalah-masalah moral dan lain sebagainya dengan merujuk kepada ayat-ayat yang bersangkutan. Dalam shalat-shalat wajib dan sunnah beliau membaca sebagian al-Quran. Setiap harinya beliau membaca beberapa ayat. Khususnya di bulan suci Ramadhan Rasulullah meski tidak sekolah tetapi beliau hafal seluruh ayat al-Quran. Dan mem baca semuanya secara tertib nuzûl-nya (berdasarkan tu runnya ayat-ayat). Beliau maksum dari salah dan lupa baik pada saat menerima al-Quran dari Jibril atau menjaga dan menyampaikannya kepada umat.

2) Setiap surah yang turun beliau bacakan kembali kepada para sahabat dan memberi wasiat supaya mereka menghafalnya. Yang jelas sebagian Muslim beru paya menyimak dan menghafal ayat-ayat yang turun. Nabi saw juga berusaha agar ayat-ayat yang diterima para sahabat adalah yang benar dan tidak keliru.

Para penghafal al-Quran pun membacakan ayat-ayat di hada pan Nabi saw untuk meyakinkan kebenarannya.

Dengan jalan ini banyak sekali sahabat yang me n erima bacaan al-Quran seluruh atau sebagiannya dengan benar. Yang paling menonjol di antara mereka ada tujuh or ang.

Suyuthi menyampaikan: "Di antara mereka yang membaca kan al-Quran di hadapan Nabi yang paling terke nal ada tujuh orang: Usman Ali Ubay Zaid bin Harits Ibn Mas'ud Abu Darda dan Abu Musa Asy'ari."83

Rasulullah saw sangat menekankan belajar dan mengha fal al-Quran. Karena itu banyak sahabat sesuai kadar kemampuan mereka mampu menghafal sebagian al-Qu ran. Di antara mereka mampu menghafal se lu ruh al-Quran. Mereka ini adalah para pelantun ayat-ayat al-Quran (qurrâ') atau para penghafal al-Quran.

Detil jumlah mereka be lum jelas tapi yang jelas ba-nyak. Suyuthi menukil dari Qurthubi: "Di perang Yamamah tu juh puluh orang dari qurrâ` terbunuh. Hal ini pun pernah terjadi di zaman Nabi saw juga terbunuh dalam jumlah yang sama di Bi`r Ma'unah."84 Dari keterangan ini dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa para penghafal al-Quran begitu banyak. Pada dua per ang tersebut saja sudah ada 140 orang. Yang jelas tidak diketahui yang terbunuh itu apakah meng ha fal se lu ruh al-Quran atau sebagiannya saja.

Sebagian penulis meyakini bahwa (jumlah) para peng ha fal seluruh al-Quran kurang dari jumlah tersebut.

Syekh Abdul Hay Kattani menyampaikan: "Di zaman Nabi saw ada sepuluh orang penghafal seluruh al- Quran: Ali Usman Ubay bin Ka'ab Mu'adz bin Jabal Abu Darda Zaid bin Harits Abu Zaid Anshari Tamim Dari Ubadah bin Tsabit dan Abu Abwab."85

3) Menulis dan menyusun. Untuk menulis al-Quran Rasu lullah saw memilih beberapa orang. Bila ayat turun beliau panggil salah seorang dari mereka lalu beliau mendiktekan ayat tersebut supaya dia tulis. Setelah itu penulis meminta waktu untuk membacakan tu lisannya itu. Maka beliau menyimaknya dengan baik. Jika ada kesalahan beliau menyuruh agar memperbaiki-nya. Terkadang Rasulullah saw menentukan letak ayat kepada penulis itu dengan mengatakan "Tulislah ayat ini dalam surah ini dan setelah ayat itu."86

Para penulis al-Quran bagi Rasulullah saw berjumlah banyak. Mereka mencapai 43 orang.87 Namun tidak semuanya penulis wahyu. Sebagian dari mereka adalah penu lis surat-surat Nabi saw.

Syekh Abdul Hay menyampaikan: "Usman bin 'Affan dan Ali adalah penulis wahyu. Bilamana dua orang ini tidak hadir Ubay bin Ka'ab dan Zaid bin Tsabit yang di su ruh menulis. Jika mereka tidak ada maka salah se or ang dari para penulis yang hadir ditugaskan menu lis. Mereka ad alah: Muawiyah Jabir bin Sa'id Aban bin Sa'id 'Ala` Hadhrami dan Hanzhalah bin Rabi'."88 Orang-orang ini adalah yang menulis nuskhah (baca: naskah) al-Quran khusus bagi Nabi saw. Yang jelas (selain mereka) ada juga yang lainnya yang mencatat ayat-ayat dalam nuskhah-nuskhah mereka. Bah kan se bagian penulis wahyu di samping menu lis nuskhah bagi Rasulullah mereka juga menulis untuk diri mereka sendiri. Sehingga mereka dapat memiliki sebuah al-Quran pribadi.

Para penulis memulai setiap surah dengan bis millâhirrahmânirrahîm yang turun di awal surah. Mereka menu lis ayat-ayat sampai akhir sampai saat turun lagi bismillâhirrah mânirrahîm yang baru sebagai tanda mulainya surah yang lain. Maka mereka menulis ayat-ayat yang baru. Tetapi mengenai pencatatan ayat dalam surah dan tempat surah tersebut di mana mereka hanya melaksanakan perintah Nabi saw.

Ya'qubi menyampaikan: "Ibn Abbas berkata 'Mereka menge tahui jarak antara dua surah melalui kalimat "bis millâhirrah mânirrahîm". Ketika turun bis millâhirrahmânirrahîm mereka paham bahwa surah yang lalu telah lengkap dan dimulai surah yang lain.'"89

14
Mengapa Nabi Diutus

Kertas Zaman itu
Sudah pasti para penulis wahyu menulis ayat-ayat al- Quran di atas sesuatu. Karena itu menarik untuk diketahui kertas apa yang dipakai zaman itu. Al-Quran me n erang kan bahwa di zaman Nabi saw terdapat sesuatu yang di-sebut qirthâs (baca: kertas) Dan kalau Kami turunkan ke padamu tulisan di atas kertas lalu mereka dapat memegangnya de-ngan tangan mereka sendir tentulah orang-orang yang kafir itu berkata: "Ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata." (QS. al-An'am:7).

Dari buku-buku sejarah disimpulkan bahwa di zaman Nabi saw ada kertas. Di Cina kertas diproduksi dari rum put. Di India orang-orang menulis di atas potongan-po ton gan sutra putih. Di Iran para penduduknya menulis di atas kulitkulit yang tipis dan disamak. Untuk alat tulis-nya mereka memanfaatkan papan-batu putih dan ti pis lem ba ran-lembaran kuningan besi kulit pohon kurma tulang bahu unta dan kambing dan potongan-potong-an kayu.90

Penulis wahyu menulis ayat-ayat al-Quran di atas benda-benda tersebut. Kemudian hasilnya mereka serahkan kepada Rasulullah. Dan beliau pun menjaganya di tempat tertentu di dalam rumahnya. Hingga saat beliau wafat se buah naskah lengkap al-Quran sudah ada di tangan beliau.

Konon saat Nabi saw wafat naskah tersebut telah beliau serahkan kepada Imam Ali as yang juga ber kedudukan sebagai penulis wahyu.

Imam Shadiq as berkata:

"Rasulullah saw berkata kepada Imam Ali as 'Hai Ali al-Quran ada padaku dan tertulis dalam mushaf dari kain sutra dan kertas. Ambillah! Jangan sampai hilang sebagaimna kaum Yahudi telah menghilangkan Taurat.'"91


Kodifikasi Al-Quran
Telah diterangkan sebelumnya ayat-ayat al-Quran turun secara acak selama 23 tahun kepada Nabi saw. Dalam pengumpulan dan penyusunannya memerlukan perhatian yang sempurna. Dikumpulkan beberapa tahap sampai dalam bentuk yang ada sekarang di tangan kaum Muslim.


Tahap Pertama: Di Zaman Rasulullah
Langkah pertama yang beliau lakukan adalah me mer- in tah kan agar mereka menulis ayat-ayat yang sudah turun dalam lembaran-lembaran. Beliau sendiri yang mengecek tulisan-tulisan mereka dan memilih letak yang tepat bagi setiap ayat. Memilah dan memberi nama surah-surah. Me minta para penulis agar membacakan tulisan-tulisan mereka kepada beliau sehingga terpelihara dari kekeliruan. Lalu mengambil lembaran-lembaran tersebut dari para penulis dan mengarsipkannya di tempat yang aman. Dengan cara ini semua ayat dan surah al-Quran dikumpulkan dan di-susun di hadapannya. Tapi belum jelas bagaimana peletak-an surah-surah al-Quran dan bagaimana penataannya apa kah arsip surah-surah itu mengikuti tata tertib tertentu atau kah tidak?

Dapat dilihat di bawah ini bahwa semasa Nabi saw hidup kodifikasi dan penyusunan dilakukan di bawah pengawasan beliau.

Zaid bin Tsabit berkata "Kami bersama Rasulullah saw sedang melakukan penyusunan al-Quran di atas kertas- kertas."92

Akan tetapi tidak jelas benar bagaimana penyusunan ini dan metode yang dilakukannya.

Kodifikasi dan penulisan al-Quran di masa itu tidak terbatas pada naskah (milik) Nabi saw. Tetapi sejumlah penulis wahyu menulis ayat-ayat juga buat mereka pri badi. Karena itu ada naskah-naskah al-Quran lainnya sebagaimana disinggung dalam kitab-kitab hadis tafsir dan se jarah. Seperti mushaf Ali as mushaf Ibn Mas'ud mushaf Ubay bin Ka'ab dan mushaf Zaid.

Ibn Nadim menyampaikan: "Mereka yang mengumpulkan al-Quran di masa Rasulullah ialah: Ali bin Abi Thalib as Sa'd bin Ubaid Abu Darda 'Uwaim bin Zaid
Mu'adz bin Jabal Abu Zaid Tsabit bin Zaid Ubay bin Ka'ab Ubaid bin Muawiyah dan Tsabit bin Dhahhak."93

Masing-masing dari mereka punya al-Quran pribadi yang memuat seluruh surah dan ayat. Tetapi ada dua kekuran gan: pertama tidak berbentuk sebuah kitab yang rapi. Kedua ada perselisihan di antara mereka dari segi mana surah-surah yang didahulukan dan yang dia khir kan.94

Rasulullah saw memiliki strategi lain dalam men gumpul kan ayat-ayat dan surah-surah al-Quran yakni menjaganya melalui para penghafal terpercaya yang diresmi kan Nabi saw. Tidak sedikit yang serius menghafal al-Qu ran. Di antara mereka dikaruniai kemampuan menghafal se lu ruh al-Quran. Mereka disebut komunitas penghafal al-Qur-an (Hâfizhul Qur'an). Para penghafal al-Quran ini di hor mati para sahabat dan berkedudukan sebagai kamus ber jalan al- Quran.

Mereka menyampaikan al-Quran ke pada yang lain dari hafalan mereka sendiri. Mereka menjadi tem pat rujukan kaum Muslim dalam hal yang mereka per lu kan. Bahkan para penghimpun al-Quran di masa Abu Bakar dan Usman bertanya kepada para penghafal al-Qu ran ini.

Di masa Rasulullah saw seluruh ayat al-Quran di kumpul kan dan dijaga dengan cara ini sehingga tetap ter pe li hara bagi kaum Muslim.


Tahap Kedua: Di Masa Khalifah Abu Bakar
Walaupun di masa Nabi saw seluruh ayat dan surah al-Quran ditulis dalam pengawasan langsung beliau dan sejumlah sahabat telah menghafal al-Quran tetapi untuk menguatkan dan meyakinkan umat harus ada upaya baru. Sebab pertama ayat-ayat dan surah-surah tidak dicatat dalam satu kompilasi dan dalam bentuk satu kitab. Bahkan al-Quran ditulis dalam berbagai lembaran dan secara se ra butan. Hal ini rawan terhadap terjadinya tahrîf (pe nam bahan atau pengurangan).

Kedua para penghafal al-Quran yang berperan se bagai kamus berjalan al-Quran dan menjadi rujukan dalam hal yang diperlukan sudah uzur dan sebagian ada yang syahid.

Dikhawatirkan dengan kematian mereka maka akan hilanglah sebagian ayat. Sebagaimana terjadi dalam peperangan Yamamah sejumlah penghafal al-Quran ter bunuh sampaisampai Abu Bakar merasa khawatir dan memerintahkan agar mereka menulis seluruh ayat al-Qu ran dalam satu kompilasi (shahîfah).

Mengenai hal ini Suyuthi menyampaikan "Zaid bin Tsabit berkata 'Abu Bakar pasca perang Yamamah me manggil saya. Saat itu Umar bin Khaththab ada di sampingnya. Ia berkata kepada saya 'Umar datang kepadaku dan melaporkan bahwa di perang Yamamah banyak qurrâ` dan para penghafal al-Quran terbunuh. Aku khawatir dalam perang-perang berikutnya para penghafal al-Quran yang lain akan terbunuh juga yang akan menyebabkan sebagian al-Quran akan musnah. Oleh karena itu menurutku per intah kan lah agar al-Quran dikumpulkan.''"

Zaid berkata "Saya bertanya kepada Umar 'Apakah kami melakukan apa yang tidak dilakukan oleh Rasulullah saw?'

Umar menjawab 'Demi Allah ini adalah tugas yang baik dan wajib.' Ia begitu mendesak saya sehingga saya percaya padanya.

Abu Bakar berkata pada saya 'Anda adalah seorang pemuda bijak dan dipercaya apalagi Anda dulu juga se or ang penulis wahyu. Kumpulkanlah al-Quran dengan teliti dan seksama. Aku juga telah mengumpulkan seluruh al-Quran dari kulit pohon kurma tulang hewan dan papan-papan batu putih juga aku peroleh dari orang-orang yang hafal al-Quran dan dalam satu tempat.'"95

Zaid bin Tsabit menerima tugas penting ini atas per intah Abu Bakar dan melaksanakannya. Ia juga meminta dari sahabat-sahabat Rasulullah saw: "Siapa saja yang memiliki sebuah tulisan al-Quran atau yang hafal surah atau ayat hendaknya diajukan kepada saya untuk saya catat." Para sahabat menyambut seruannya dan menyata kan bersedia membantu.

Zaid meletakkan standar penerimaan ayat dengan kesaksian dua orang adil. Jika dua orang adil itu memberi kesaksian bahwa "Ayat ini aku dengar dari Rasulullah" atau "Kami bersaksi (ayat itu) telah ditulis di hadapan Rasulullah" maka ayat itu bisa diterima dan ditulis.

Suyuthi menyampaikan "Dinukil dari Laits bin Sa'd yang berkata 'Abu Bakar adalah orang pertama yang mengumpulkan al-Quran dan Zaid bin Tsabit mengemban tu gas untuk menulisnya. Orang-orang memperlihatkan ayat-ayat al-Quran kepada Zaid tetapi dia tidak akan me n eri manya kecuali dengan kesaksian dua orang adil.'"96

Umar berkata "Siapa yang memiliki sesuatu yang terma suk al-Quran dari Rasulullah hendaklah ia mem bawanya kemari untuk kami salin." Para sahabat menulis ayat-ayat di kertas atau papan-papan atau kulit pohon kurma. Tetapi itu tidak akan diterima kecuali dengan kesaksian dua o-rang adil.97

Alhasil Zaid bin Tsabit dari segi manapun memiliki kelayakan untuk melaksanakan tugas ini sebab dia dikenal dengan keimanan ketakwaan amanah dan keahliannya.


Kodifikasi Al-Quran Oleh Ali bin Abi Thalib
Dari beberapa hadis dan pendapat sebagian se jarah wan bisa disimpulkan bahwa Ali bin Abi Thalib as adalah orang pertama yang mengumpulkan dan menulis al-Qu ran setelah Rasulullah saw wafat dan atas perintah beliau.

Abu Bakar Hadhrami menukil dari Imam Shadiq as. Beliau berkata "Rasulullah saw berkata kepada Imam Ali as 'Hai Ali al-Quran ada padaku dan tertulis dalam mushaf dari kain sutra dan kertas. Ambillah! Jangan sampai kamu menghilangkannya sebagaimana Yahudi menghilangkan Taurat.'

Maka Ali as pergi dan membungkus al-Quran itu dalam kain kuning lalu menstempelnya di rumahnya. Ia berkata 'Aku tidak mengenakan 'abâ` (kain luar yang digunakan untuk menutupi jubah-penerj.) supaya dapat mem bungkus al-Quran itu.' Sehingga jika seseorang datang ke ru mah nya maka dia menemuinya tanpa mengenakan 'abâ`."98

Abu Rafi' meriwayatkan: "Nabi saw di saat-saat terakhir hayatnya beliau sempat berkata kepada Ali as 'Hai Ali! Ambillah Kitabullah ini.' Maka Imam Ali men gum pul kannya dalam satu kain lalu membawanya ke rumah. Ke tika Nabi saw meninggal dunia Ali as sibuk mengumpulkan al-Quran. Ia menulisnya menurut turunnya ayat dan ia yang paling mengetahui masalah ini."99

Abdu Khair meriwayatkan dari Imam Ali as yang berkata "Ketika Rasulullah saw wafat aku bersumpah se- be lum mengumpulkan al-Quran tidak akan mengenakan 'abâ`. Demikianlah aku tidak akan mengenakannya kecuali setelah mengumpulkan al-Quran."100

Ibn Sirin meriwayatkan dari Ali as yang berkata "Ketika Rasulullah saw meninggal aku berjanji kepada Allah tidak akan mengenakan 'abâ` kecuali untuk shalat Jumat sampai aku bisa mengumpulkan al-Quran."101

Dalam Tarîkh al-Ya'qûbî diterangkan "Diriwayatkan bahwa Ali bin Abi Thalib as setelah wafat Rasulullah saw mengumpulkan al-Quran. Ia membawanya di atas unta se raya mengatakan 'Inilah al-Quran. Aku telah men gumpul kannya.'"102

Jadi Nabi saw di masa terakhir hidup beliau menyerahkan naskah-naskah al-Quran pribadi beliau yang sangat berharga kepada Ali as dan berkata "Kumpulkan al-Quran dalam satu wadah." Maka Ali as-setelah wafat Rasulullah melaksanakan upacara pengafanan dan pemakaman beliau saw-melaksanakan tugas mengumpul kan al-Quran dan menyusunnya. Setelah menye le sai kannya ia memperlihatkan kepada khalifah saat itu. Na mun di to lak.

Tidak jelas benar apa perbedaan al-Quran versi Imam Ali as dengan versi yang ada sekarang. Tetapi secara garis besar dapat dikatakan: tidak ada per bedaan dari sisi jum lah ayat dan surah atau tidak ada pe ruba han dalam se bagian surah dan ayat. Sebab ditetapkan dengan dalil-dalil pasti bahwa tiada satu pun bentuk tahrîf dan pe ruba han dalam al-Quran. Bahkan al-Quran yang dipe gang oleh Imam Ali adalah al-Quran yang turun kepada Nabi saw.

Oleh karena itu jika pun ada perbedaan maka itu ter dapat dalam segi-segi di bawah ini:

1) Ayat-ayat dan surah-surah dalam al-Quran versi Imam Ali ditulis menurut ketertiban nuzûl (turunnya ayat). 2) Dalam ayat-ayat yang telah dicabut atau di-nasakh nâsikh (ayat yang mencabut atau menghapus) muncul setelah mansûkh (ayat yang dicabut atau dihapus).

3) Ayat-ayat dicatat sesuai qirâ'ah (bacaan) Rasulullah saw.

4) Kemungkinan tafsir-tafsir dan tema-tema yang Ra sulullah sampaikan dalam menafsirkan ayat-ayat yang jelas (muhkamât) dan ayat-ayat yang samar (mu ta syâbihât) dan dalam kedudukan turunnya ayat-ayat di catat di catatan kaki al-Quran tersebut atau di lembaran-lembaran yang terpisah. Perlu kami ingatkan satu hal penting bahwa kaum Syi'ah meyakini al-Quran yang ada di tengah kaum Mus lim adalah al-Quran yang turun kepada Nabi saw dan ter pe li hara dari tahrîf dan perubahan. Mereka mengamalkan al-Quran ini dengan mengikuti para imam maksum as.


Tahap Ketiga: Era Khalifah Usman
Proyek kodifikasi tahap ketiga ini dilaksanakan karena sebab seperti yang diceritakan Hudzaifah bin Ya man-yang ikut berperang pada penaklukan Armenia dan Az er baijan-bahwasanya dia bersama dengan orang-orang Syam menghadap Usman untuk mengeluhkan tentang per- be daan-perbedaan dalam bacaan al-Quran. Ia mengatakan "Wa hai Amirul Mukminin (Usman)! Cegahlah muslimin dari terjadinya perbedaan dalam al-Quran sebelum mereka dilanda perselisihan-perselisihan seperti yang dialami Yahudi dan Nasrani dalam kitab agama mereka."103

Walaupun di masa Abu Bakar telah ditulis dan disu-sun naskah lengkap al-Quran dan setelah itu berada di tangan Umar kemudian dititipkan kepada putrinya Hafshah tetapi al-Quran ini belum sampai ke tangan rakyat. Bahkan rakyat masih menggunakan al-Quran yang ditulis oleh para penulis wahyu di zaman Rasulullah saw dan sudah terse bar di berbagai kota dan negara-negara Islam.

Sayangnya al-Quran yang tersebar tidak sama. Bah kan ada dua perbedaan di dalamnya:

Pertama tertib susunan ayat dan surah.

Kedua bentuk tulisan huruf dan bacaannya. Dalam hal ini muncul al-Quran yang berbeda dan tersebar di kota-kota dan negara-negara Islam. Setiap kelompok memper tahankan al-Qurannya sendiri dan mengunggulkan nya di atas semua al-Quran versi lain.

Hudzaifah cemas melihat perbedaan-perbedaan ini di tengah kaum Muslim dan khawatir akan masa depan al-Quran dan kaum Muslim. Setelah ia kembali ia mengutarakan masalah ini kepada Usman dan memohon solusinya.

Usman juga sangat cemas dan berniat menghilangkan perselisi han-perselisihan ini serta mengarahkan segenap kaum Muslim pada satu al-Quran yang lengkap dan sempurna.

Untuk tujuan ini Usman memanggil Zaid bin Tsabit dan bermusyawarah dengannya. Sebab dia adalah se or ang ahli al-Quran dan pada masa Abu Bakar pernah ber tu gas menyusun dan menulis al-Quran. Karena itu Usman me-mintanya supaya menyusun satu edisi al-Quran yang lengkap dan sempurna dengan teliti dan seksama. Usman meny er ah kan al-Quran versi Abu Bakar kepada Hudzaifah. Juga memerintahkan Abdullah bin Zubair Said bin Ash dan Abdurrahman bin Harits agar membantu Hudza ifah dalam melaksanakan urusan penting ini. Kemudian Usman berkata kepada mereka "Kalian harus mengecek al-Quran ini dengan teliti dan berupayalah menyalinnya dengan huruf-huruf kata-kata dan pelafalan yang benar. Bilamana kalian berselisih pandangan tentang suatu hal utamakan dialek Quraisy. Sebab al-Quran turun dengan bahasa Quraisy."104

Proyek tersebut dilaksanakan atas perintah Usman pada tahun 25 Hijriah. Mereka menyerahkan al-Quran versi Abu Bakar yang asli dan memproses naskah-naskah lainnya. Said bin Ash (bertugas) mendikte dan membacakan. Sebab dialeknya mirip dialek Nabi saw. Zaid menulis kata-kata sesuai pelafalan dan dialek Said.

Lama kemudian mereka merasa perlu meminta ban tuan yang lain. Maka mereka mengajak delapan orang sa habat untuk kerja sama. Jumlah mereka seluruhnya men jadi dua belas orang.105

Salah satu dari mereka ialah Ubay bin Ka'ab. Terkadang ia mendiktekan ayat-ayat kepada yang lain. Dalam prakteknya naskah al-Qurannya dimanfaatkan.

Mereka juga merujuk pada sahabat-sahabat lainnya dalam hal-hal yang diragukan dan menerimanya (hal-hal tersebut) apa bila dua saksi adil mendukung kebenarannya.

Dalam beberapa hal mereka juga memanfaatkan pandan gan-pandangan Imam Ali as.106

Melalui cara ini dilakukan satu proyek koreksi yang akurat dan dilakukan oleh kelompok pengumpul al-Qu ran
lalu jadilah satu naskah yang benar. Setelah beberapa ta hap dilakukan cek ulang dan diproses akhirnya ditulislah satu naskah lengkap al-Quran yang akurat dan benar di akui dan disahkan.

Setelah itu Usman memerintahkan agar mereka mencetak beberapa naskah dan memperbanyaknya ber dasar kan naskah yang telah diedit kemudian bagi setiap negara be sar Islam dikirim satu naskah al-Quran dan al-Quran versi lain ditarik dari mereka dan dimusnahkan.

Dengan demikian itu terwujudlah janji Allah yang mengatakan:

Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al Qur'an dan sesungguhnya Kami benar-benar me meli ha ranya (QS. al-Hijr:9).

Yang tidak datang kepadanya (al-Quran) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya yang di tu run kan dari Tuhan Yang Mahabijaksana lagi Maha Terpuji (QS. Fushilat:42).

Seluruh ayat dan surah al-Quran akan tetap selama-nya untuk kaum Muslim tanpa tahrîf tidak berkurang dan tidak berlebih.

15
Mengapa Nabi Diutus

Dimensi Akhlak Nabi saw
Nabi saw adalah seorang insan paripurna (insân kâmil). Dimensi akhlak beliau mengungguli seluruh manusia. Semua sifat terpuji beliau miliki pada derajat yang tertinggi dan tersucikan dari segala keburukan dan akhlak tercela. Akhlak mulia yang diterangkan Islam dan al-Quran men jasad dalam eksistensi beliau. Hal ini sebagaimana diakui oleh Aisyah istri beliau dan juga sahabat-sahabat lainnya.

Abu Darda menyampaikan "Aku bertanya kepada Aisyah tentang akhlak Nabi saw. Ia menjawab 'Akhlak Nabi adalah al-Quran. Ia ridha terhadap apa yang Allah ridhai dan marah karena Allah.'"107

Sedemikian indahnya akhlak beliau sehingga al-Qu ran memujinya dengan mengungkapkan tentang pribadi beliau Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang luhur (QS. al-Qalam:4).

Oleh karena itulah dalam kajian ringkas ini kami tidak mampu merinci akhlak agung Nabi saw tetapi kami hanya akan membawakan sedikit tentangnya:
Imam Ali as dalam menyifati Nabi saw ber kata "Dalam hal kedermawanan tangan beliau paling ter buka dari semua orang. Paling berani paling jujur paling tepat janji berperangai paling lembut orang yang paling baik dan paling ramah. Siapa yang berjumpa pada awal kalinya niscaya terkesan dengan wibawanya. Dan akan jatuh cinta kepadanya setelah bergaul dengannya. Aku tidak pernah melihat pribadi seperti beliau baik sebelum dan se sudah nya."108

Anas bin Malik menyampaikan "Dia adalah orang terbaik akhlaknya paling sabar dan paling dermawan. Tidak pernah ada orang-orang yang berhajat kepadanya lalu be liau menjawab "Tidak!"."109

Aisyah berkata "Nabi saw bukan seorang yang be rakhlak buruk dan berbicara keji yang menjerit dan ber t eriak di pasar-pasar. Ia tidak membalas keburukan dengan keburukan. Tetapi memaklumi dan memaafkan."110

Husain bin Ali as menukil dari ayahnya:

"Rasulullah saw senantiasa berwajah ramah be ra khlak baik dan berperangai lembut. Beliau bukan seorang yang be ra khlak buruk kasar suka berteriak berbicara keji pencari aib dan pengumbar pujian. Akan menutup mata dari apa yang tidak beliau senangi dan tidak membuat orang lain putus asa. Beliau terbebas dari tiga hal: percekcokan

hal berlebihan dan tinggi hati serta perbuatan sia-sia. Ke pada orang lain beliau tidak pernah melakukan tiga hal berikut: tidak akan berkata buruk dan mencari aib; Tidak akan me ny ingkap rahasia dan aib orang; Tidak akan ber bic ara ke-cuali yang membawa pahala."111

Anas bin Malik menceritakan: "Aku pergi bersama Nabi saw. Beliau mengenakan pakaian yang kasar ujung-nya. Kemudian datang seorang Badui kepada beliau. Ia meraih baju beliau dan menariknya dengan keras sampai aku lihat bekasnya (luka) di leher beliau. Orang itu ber kata 'Hai Mu hammad berikan kepadaku sebagian dari harta Allah!'

Rasulullah saw memandangnya dan tersenyum lalu menyuruh mereka agar memberi sesuatu kepadanya."112


Perilaku Terhadap Umat
Nabi saw sangat memperhatikan etika sosial. Beliau berendah hati dan penyayang. Memperlakukan sama se mua muslimin. Semua beliau hormati dan beliau cintai.

Menanyakan kabar orang yang tak hadir. Membesuk yang sakit. Hadir dalam mengantarkan jenazah. Menghormati anak-anak dan mengucapkan salam kepada mereka.

Abu Qatadah menceritakan "Dengan kedudukannya yang tinggi ketawadukannya melebihi semua orang. Beliau menemui sahabat-sahabat beliau lalu mereka berdiri memberi hormat kepada beliau. Beliau bersabda 'Jangan menghormatiku seperti kaum Ajam yang memuliakan satu sama lain dengan berdiri. Aku hamba Allah. Aku makan dan duduk seperti hamba-hamba yang lain.' Terkadang beliau naik keledai dan membonceng orang di belakang beliau. Beliau jenguk kaum miskin dan duduk bersama fukara. Beliau datang memenuhi undangan para budak. Ketika memasuki majlis beliau duduk di tempat paling be la kang."113

Jarir mengungkapkan "Beliau bercanda dan ber cakapcakap dengan para sahabatnya. Bermain dengan anak-anak dan memangku mereka. Memenuhi undangan semua orang. Membesuk orang sakit walau tempat tinggalnya di ujung Madinah. Dan memaklumi alasan orang yang ber buat salah."114

Anas bin Malik menyampaikan: "Di hadapan orang lain Rasulullah saw tidak menjulurkan kaki. Bila berjumpa dengan setiap orang beliaulah yang lebih dahulu dalam mengucapkan salam. Bersalaman dengan para pengikut nya. Tak pernah terlihat beliau menjulurkan kaki di hadapan para sahabatnya. Orang yang menemuinya akan dihormati nya dan terkadang beliau menggelar 'abâ`-nya untuk orang itu atau menghampar karpetnya dan dengan setengah me maksa mempersilahkan duduk di atasnya. Beliau me manggil para sahabatnya dengan gelar kehormatan (kunyah)115 un tuk menghormatinya. Memanggil mereka dengan sebaik-baik nama. Dan tidak memotong pembicaraan siapa pun."116

Ibn Mas'ud berkata "Seorang lelaki ingin berbicara dengan Nabi saw tetapi ia grogi dan gemetar karena wibawa beliau. Nabi berkata kepadanya 'Buatlah dirimu rileks! Aku bukanlah seorang raja. Tetapi aku hanyalah putra se or ang perempuan yang makan daging kering.'"117

Abu Dzar berkata "Rasulullah saw duduk di antara para sahabat. Kalau saja ada orang asing datang ber gabung di majlis ini tentulah ia tidak akan mengenal (yang mana-penerj.) Rasulullah kecuali bertanya."118

Anas berkata "Rasulullah saw berjalan melewati sejumlah anak-anak kecil dengan mengucapkan salam."

"Bila Rasulullah saw tidak melihat salah seorang sahabat nya dalam tiga hari beliau akan menanyakan keadaannya. Jika orang itu keluar kota beliau mendoa kannya. Jika ada di rumahnya beliau akan menemuinya. Dan bila sakit beliau akan membesuknya."119

Aisyah menyampaikan "Rasulullah saw tidak pernah memukul pembantunya dan tangan penuh berkahnya tidak akan menyentuh seseorang kecuali dalam keadaan ji had."120

Imam Shadiq as berkata "Rasulullah saw membagi pandangan (secara rata) di antara para sahabatnya dan memandang sama terhadap setiap orang dari mereka."121

Karena pengaruh akhlak baik Nabi saw lah yang membuat orang-orang terpikat kepadanya dan menerima se ruannya. Sebagaimana diterangkan oleh al-Quran

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّهِ لِنتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لاَنفَضُّواْ مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّهِ إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ

Disebabkan rahmat Allah-lah engkau sedemikian berperangai baik dan penyayang terhadap mereka. Jika engkau kasar dan keras hati niscaya mereka menjauh dari se kitarmu. Maka maafkanlah mereka. Mohonlah ampunan untuk mereka. Bermusyawarahlah dengan mereka. Dan bila engkau sudah menetapkan niat maka bertawakallah kepada Allah. Sebab Allah mencintai orang-orang yang ber tawakal. (QS. Ali Imran:159)


Akhlak Nabi dalam Keluarga
Nabi saw di dalam rumah sangat penyayang dan pengasih terhadap istri dan anak-anak. Kepada mereka beliau ekspresikan cintanya. Berakhlak baik dan ramah. Membantu mereka dalam pekerjaan-pekerjaan rumah. Tidak pernah bersikap kasar. Tidak memperdulikan kesalahankesalahan terhadap diri beliau.

Sangat penyayang ter hadap anak-anak dan bermain dengan mereka.

Anas menyampaikan "Rasulullah saw di rumah membantu keluarga dalam pekerjaan-pekerjaan. Memerah susu kambing. Menjahit sandalnya sendiri. Tidak menimpakan pekerjaannya kepada orang lain. Memberi rumput kepada hewan ternak. Menyapu rumah. Menambal kaki unta. Makan bersama pembantu.

Mengadon tepung dan membeli keperluan-keperluan dari pasar."122

Anas pembantu Rasulullah saw. Ia menceritakan: "Saya melayani Rasulullah dalam bepergian dan dalam ke ha di ran. Tidak pernah beliau berkata pada saya: 'Kenapa kau lakukan ini atau kenapa kau tidak melakukan ini.'"123

'Umrah berkata "Aku bertanya kepada Aisyah 'Bagaimana tingkah laku Nabi saw terhadap keluarga?'

Aisyah menjawab 'Dia orang yang paling lembut baik dan ramah.'"124

Jabir berkata "Suatu hari aku menemui Nabi saw kulihat Hasan dan Husain as naik di atas punggung beliau. Beliau berjalan merangkak seraya berkata 'Kalian punya unta yang bagus dan kalian pula sebagai penunggang yang baik.'"125


Hidup Sederhana
Kehidupan beliau amat sederhana dan tidak jorok. Rumah beliau kecil dan terbuat dari tanah liat. Alas rumahnya hanya sepotong keset. Makanan sehari-hari beliau terdiri dari roti gandum dan kurma. Seringkali beliau tidak mendapatkan roti dan kurma. Sehari atau lebih beliau ber puasa. Mengenakan pakaian sederhana dan menambal san dal nya sendiri.

Tetapi kesederhanaan hidup beliau ini tidak disebabkan oleh kemiskinan dan kepapaan karena beliau mampu bekerja. Di bawah kekuasaan beliau harta benda dan kunci Baitulmal. Dengan hidup sederhana beliau ingin hidup berdampingan dengan kaum Muslim awal yang umumnya fukara dan berupaya membantu mereka. Nabi saw adalah pemimpin umat. Beliau menjauhi perhiasan-perhiasan ke hidu pan agar mudah menanggung kesulitan-kesulitan o-rang lain. Beliau membagi harta benda dan isi Baitulmal kepada muslimin. Tidak pernah bagian beliau dan ke lu arga beliau lebih banyak dari orang lain. Bahkan bagian be liau diberikan kepada orang-orang yang memerlukan.

Ibn Abbas berkata "Suatu hari Umar menemui Nabi saw. Dilihatnya beliau duduk di atas keset yang meninggalkan bekas di pinggangnya. Ia berkata 'Seandainya Anda sediakan karpet untuk diri Anda wahai Rasulullah!'

Beliau berkata 'Apa urusanku dengan dunia? Pe rum p- am aan (hubungan)-ku dengan dunia adalah seperti musafir yang berjalan kepanasan di siang hari. Lalu duduk ber naung di bawah pohon untuk istirahat sejenak. Kemudian berjalan lagi sehingga ia meninggalkan tempat bernaungnya itu.'"126

Aisyah berkata "Terkadang sebulan dilalui oleh kelu arga Muhammad dalam keadaan dapur tidak menyala. Makanan mereka cuma kurma dan air. Kecuali ada orang yang mengantarkan daging yang telah dimasak untuk mereka."127

Ibn Abbas berkata "Terkadang beberapa hari berlalu bagi Nabi dan keluarganya dalam keadaan tidak memiliki makanan dan mereka tidur dalam keadaan lapar."128

Aisyah berkata "Nabi saw meninggal dunia dalam keadaan keluarganya selama tiga hari berturut-turut tidak makan roti gandum yang cukup."129
Dalam kitab 'Uyûn al-Atsâr diterangkan "Rasulullah saw meninggal dunia ketika perisainya ada di tangan se- orang Yahudi sebagai jaminan untuk menutupi pengeluar-an keluarga beliau."130


Ibadah Beliau saw
Rasulullah saw adalah orang yang paling 'âbid (taat beribadah). Beliau mencurahkan perhatiannya untuk berib adah kepada Allah. Beliau sangat mencintai shalat dan pernah berkata "Penyejuk hatiku terkandung dalam shalat." 131

Beliau melaksanakan shalat-shalat wajib di awal waktu dan dengan kehadiran hati. Beliau juga mengerjakan shalat shalat sunah nafilah setiap harinya dan semua shalat sunah. Pada sepertiga akhir malam beliau bangun dari ti dur untuk tahajud dan shalat malam. Dalam al-Quran Allah berfirman kepada Nabi

Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah (dirikan shalat sunah nafilah oleh) kamu sebagai suatu tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tem pat yang terpuji (QS. al-Isra:79).

Nabi saw senantiasa mengingat Allah. Di bulan suci Ramadhan perhatian beliau lebih tertuju kepada shalat dan ibadah. Sedemikian seriusnya beliau dalam shalat dan ibadah sampai kedua kaki penuh berkah beliau bengkak. Hingga turunlah ayat ini

Hai Nabi! Kami tidak menurunkan al-Quran ke padamu su paya kamu menyusahkan dirimu sendiri (QS. Thaha:1-2).

Mughirah bin Syu'bah menyampaikan "Dalam menunaikan shalat begitu lamanya beliau berdiri sampai kedua kaki beliau bengkak. Beliau pernah ditanya

'Apakah Tu han tidak mengampuni dosa-dosa Anda yang lalu dan yang datang (Sehingga Anda shalat sedemikian lama-peny.)?'

Beliau menjawab 'Tidak bolehkah aku menjadi hamba yang bersyukur kepada Allah?'"132

Anas berkata "Rasulullah saw senantiasa berzikir dan tidak akan melakukan perbuatan yang tak berarti dan siasia." 133

Imam Shadiq as berkata "Rasulullah saw suatu ketika berada di rumah Ummu Salamah. Saat Ummu Salamah bangun tidur ia tidak melihat Rasulullah di tempat tidur. Ia menjadi curiga dan kemudian bangun untuk mencari be liau di sekitar rumah. Akhirnya dia menemukan beliau be rada di sisi rumah sedang berdiri dengan dua tangan te-ngadah seraya berdoa

اللهم لا تنزع مني صالح ما أعطيتني أبدا

'Ya Allah jangan pernah Engkau cabut dariku kebaikan yang telah Engkau karuniakan kepadaku.'"134

Kebiasaan Nabi saw pada sepuluh hari akhir bulan Ramadhan adalah melakukan i'tikaf di dalam mesjid. Mereka mendirikan tenda untuk beliau. Alas tidur beliau gu lung dan siap melaksanakan ibadah.135

Abu Bakar berkata kepada Nabi "Wahai Rasulullah rambut Anda telah beruban."

Beliau menjawab "Surah Hud surah al-Waqi'ah surah al-Mursalat surah 'Amma yatasâ`lûn dan surah at-Takwir yang memutihkan rambutku ini."136
Abu Dzar berkata "Rasulullah saw bangun malam (untuk beribadah) sampai subuh dan beliau melantunkan ayat Jika Engkau siksa mereka mereka adalah hamba-hamba-Mu. Dan jika Engkau ampuni mereka maka Engkau Mahakuasa lagi Mahabijaksana."137


Akhlak Nabi saw dalam Al-Quran
Nabi saw selalu memohon kepada Allah dengan menangis merintih dan tunduk agar Dia menghiasi beliau dengan etika yang baik dan akhlak terpuji. Dalam doanya beliau menyampaikan "Tuhanku baguskanlah khalk (ben tuk lahir: fisik) dan khulk (bentuk batin: akhlak)-ku!" Juga "Ya Allah sucikanlah diriku dari akhlak yang keji."

Allah mengabulkan doanya dan menurunkan al-Qu ran kepadanya. Dia mendidiknya dengan al-Quran dan al-Quran menjadi akhlak beliau.
Sa'ad bin Hisyam berkata "Aku bertanya kepada Aisyah tentang akhlak Nabi. Ia balik bertanya 'Apakah kamu tidak membaca al-Quran?'

'Ya aku baca ' jawabku.

Ia berkata 'Akhlak Rasulullah saw adalah al-Quran.'"

Akhlak Nabi saw didapat secara langsung dari wahyu dan al-Quran. Sebagai contoh perhatikan ayat-ayat berikut

Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang menger jakan yang makruf serta berpalinglah dari orang-or ang yang bodoh (QS. al-A'raf:199).

Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan ber buat kebaikan (QS. an-Nahl:5).

Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah ke sabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah (QS. an-Nahl:5).

Dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Se sunggu h nya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah) (QS. Lukman:17).

Tetapi orang yang sabar dan memaafkan se sunggu hnya (per bua tan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan (QS. asy-Syura:43).

Maka maafkanlah mereka dan biarkanlah mereka se sunggu h nya Allah menyukai orang-orang yang ber buat baik (QS. al-Maidah:13).

Dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apa kah kamu tidak ingin bahwa Allah mengam pun imu? (QS. an-Nur:22).

Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia (QS. Fushi lat:34).

(Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya) baik di waktu lapang maupun sempit dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (ke sala han) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan (QS. Ali Imran:134).

Jauhilah kebanyakan dari prasangka sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari ke sala han orang lain dan jan ga nlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain (QS. al-Hujurat:12).

Dalam ayat-ayat tersebut dan ratusan ayat lainnya Allah Swt menerangkan perilaku dan akhlak yang baik dan menganjurkan Nabi beserta para pengikutnya agar mem per- ha ti kannya. Dia juga menyebutkan perilaku dan akhlak yang buruk dan menyeru agar menjauhinya. Nabi saw sendiri mengamalkan akhlak yang baik dan menjauhi akhlak yang buruk. Dapat dikatakan beliau adalah jelmaan akhlak al- Quran sebagaimana yang diungkapkan Aisyah tadi. Karena itulah tentang pribadi beliau Allah Swt berfirman:

Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti luhur (QS. al-Qalam:4).

Nabi saw mengamalkan akhlak yang baik. Dengan ucapan dan perilaku beliau selalu menyeru muslimin agar memperhatikan akhlak. Beliau mengatakan: Aku diutus untuk menyebarkan dan menyempurnakan akhlak mulia. Karena itu ratusan hadis diriwayatkan dari Nabi berkenaan dengan masalah-masalah akhlak dan tercatat dalam kitabkitab hadis.

Akhlak dan perilaku baik Nabi dapat dinilai sebagai faktor utama yang menyebabkan kaum Muslim mencintai dan merasa terkesan. Karena dengan kata "dia selalu mengamalkannya" maka perkataannya diterima. Hal ini juga diterangkan dalam al-Quran Perangai lembutmu adalah suatu rahmat dari Allah. Dan jika kamu bersikap kasar dan keras hati niscaya orang-orang men jauh dari sekitarmu (QS. Ali Im ran:159).

16
Mengapa Nabi Diutus

Contoh-contoh Sifat Nabi
Faidh Kasyani menukil dari Abul Bakhtari mengenai sifat Rasulullah sebagai berikut "Rasulullah tidak pernah membenci seorang mukmin pun. Jika kebetulan orang itu berkata tak pantas maka beliau memberi sangsi dan menghor mat inya. Tidak pernah beliau mencela istri atau pem ban- tu nya. Dalam peperangan beliau diminta oleh orang-orang 'Kutuklah musuh-musuh kita!' maka beliau ber kata 'Aku diutus sebagai rahmat dan hidayah bukan untuk melaknat.' Apabila diusulkan agar beliau mengutuk kaum Muslim atau orang kafir secara khusus atau umum beliau malah mendoakannya."

Tidak pernah tangan beliau memukul seseorang ke cuali karena Allah. Beliau tidak akan menuntut balas atas perbuatan buruk yang dilakukan terhadap diri beliau kecuali perbuatan itu menginjak kehormatan Tuhan. Takkan dipilih antara satu dari dua perbuatan kecuali yang paling mungkin yang beliau pilih. Beliau jauhi sejauh-jauhnya hal yang menyebabkan dosa dan memutuskan silaturahim. Tak seorang pun yang merdeka atau budak datang meminta sesuatu kepada beliau kecuali beliau beri untuk memenuhi hajatnya.

Anas berkata "Demi Allah untuk pekerjaanku yang kurang memuaskan beliau tidak pernah mengatakan 'Kenapa tidak bekerja!' Dan jika keluarganya memarahiku karena aku tidak bekerja beliau mengatakan 'Biarkan dia! Karena pekerjaan itu telah dilakukannya.'" Rasulullah tidak akan berkata buruk kepada siapa pun. Jika alas digelar untuk beliau maka beliau akan tidur di atasnya. Dan jika tidak maka beliau akan beristirahat di atas tanah.

Setiap orang yang beliau jumpai beliau mengucapkan salam padanya. Beliau tidak akan memotong pembicaraan orang. Bila orang sedang bicara beliau akan sabar menunggu sampai bicaranya selesai.

Beliau memberi tangan pada siapa pun dan tidak akan menarik tangannya sampai orang itu (dulu) yang menarik tangannya sendiri. Bila menemui salah seorang sahabat beliau menyalaminya. Beliau raih tangannya dan jari-jari tangan beliau menggenggam erat jari-jari tangannya. Beliau tidak akan berdiri dan duduk kecuali dengan zikir. Jika dalam keadaan shalat seseorang duduk di samping beliau maka beliau selesaikan shalatnya dengan cepat lalu berkata "Apakah Anda punya keperluan?" Setelah me-ngatasi keperluannya beliau kembali melaksanakan sha lat. Beliau tidak punya tempat duduk yang khusus di ma-jlis-majlis. Di mana ada tempat kosong beliau duduk di situ.

Tidak pernah kaki beliau menjulur di hadapan para sahabat agar jangan sampai tempat orang lain jadi sempit karenanya. Kecuali berada di tempat yang luas. Beliau biasa duduk menghadap kiblat. Siapa pun yang datang ke pada beliau akan beliau hormati. Sampai terkadang beliau gelar 'abâ`-nya di bawah kaki orang yang tidak punya hubun gan kerabat dengan beliau. Siapa yang datang ke pada beliau beliau dengan memaksa mempersilahkannya duduk pada sandaran beliau. Beliau menghormati semua orang sampai orang mengira dirinya yang paling mulia di sisi beliau. Beliau memandang sama terhadap semua yang hadir di majlis. Majlis beliau disinari sifat malu ket awaduk-an dan amanah. Allah berfirman Perangai lembutmu adalah suatu rahmat dari Allah. Dan jika kamu bersikap kasar dan keras hati niscaya orang- orang menjauh dari sekitarmu.

Beliau memanggil mereka dengan gelar kehormatan mereka dengan tujuan untuk menghormati. Bagi yang be lum punya gelar beliau akan memilih untuknya.

Bahkan beliau memilih gelar untuk kaum perempuan baik yang sudah memiliki anak atau yang belum. Beliau juga mem beri julukan kepada anak-anak supaya dapat menarik hati mereka. Beliau adalah orang yang paling susah marah dan paling cepat memaafkan dari semua orang. Beliau paling beruntung dari siapa pun untuk semua orang. Di majlis beliau tidak berteriak. Bila bangun dari majlis beliau mem baca doa:

"Mahasuci Engkau ya Allah dan dengan segala pujian bagi-Mu aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Engkau aku memohon ampunan dan aku bertobat kepada-Mu" Dan kemudian berkata "Jibril mengajarkan ini kepadaku." 138


Memaafkan Meskipun Mampu Membalas
Nabi saw adalah orang yang paling sabar. Kecenderungan beliau kepada memaafkan walaupun mampu membalas lebih besar dari semua orang.

Suatu hari beliau membagikan kalung-kalung emas dan perak yang merupakan harta dari Baitulmal kepada para sahabat. Seorang Arab Badui berdiri memprotes beliau dengan mengatakan "Bukankah Allah memerintahkanmu supaya berbuat adil? Dalam pembagian ini bagiku engkau tidak adil."

Nabi berkata "Siapakah yang akan berlaku adil se-perti ini terhadapmu selainku?" Ketika orang itu hendak pergi beliau berkata "Panggil ia supaya kembali ke padaku."

Jabir meriwayatkan bahwa setelah perang Hunain mereka mendapatkan ghanîmah (rampasan perang) berupa uang-uang logam perak. Beliau bagikan kepada orang-orang. Seseorang protes "Hai Rasulullah bagikanlah dengan adil."

Beliau menjawab "Jika aku berbuat secara tidak adil siapakah lagi yang akan berbuat dengan adil? Jika ada (yang lebih adil dari diriku) maka aku akan merugi."

Ketika itu Umar berdiri dan berkata "Wahai Ra sulullah dia itu orang munafik. Perkenankan aku menebas lehernya!"

Nabi melarangnya dan mengatakan "Aku ber lin d ung kepada Allah dari perbuatan demikian yang menyebabkan orang-orang akan mengatakan 'Muhammad membunuh sahabatnya sendiri.'"

Di salah satu perang Nabi terpisah sendiri. Seorang musuh berdiri dengan pedang terhunus di atas kepala be liau dan mengatakan "Siapakah yang bisa menye la mat kanmu dari tanganku?"

"Allah " jawab beliau. Maka pedang itu jatuh seketika dari tangannya. Rasulullah langsung meraih pedang sam bil berkata "Sekarang siapakah yang bisa menyelamatkanmu dari tanganku?"

Lelaki itu menjawab "Pedang di tanganmu. Tapi jadi lah sebaik-baik pemegang pedang."

Beliau berkata "Ucapkanlah asyhadu an lâ ilâha illallâh."

Ia berkata "Aku tidak akan berperang denganmu dan aku akan pergi keluar dari medan perang." Rasulullah melepaskannya.

Ia kembali pada keluarganya dan mengatakan "Aku telah menemui sebaik-baik manusia."

Anas menyampaikan "Seorang wanita Yahudi yang berniat meracuni Rasulullah dengan daging panggang bera cun yang di antarkan kepada beliau. Nabi menanyakan kebenarannya pada wanita itu sendiri. Ia menjawab 'Be nar memang aku ingin meracuni Anda.'

Beliau berkata 'Allah tidak menghendaki kamu ber ha sil dalam tindakan ini.'

Para sahabat bertanya 'Apakah Anda tidak akan membunu h nya?'

'Tidak ' jawab beliau."

Imam Ali as berkata "Rasulullah saw berkata kepada saya Zubair dan Miqdad 'Pergilah kalian secepat mu ngkin ke Raudhah Khakh! Di sana kalian akan melihat sebuah haudah (tenda di atas punggung binatang tunggangan) yang dinaiki seorang wanita yang membawa sepucuk surat. Ambillah surat itu dan bawa kemari!'

Kami berangkat dan segera sampai di Raudhah Khakh. Kami temukan haudah yang dinaiki seorang wanita. Kami melihatnya dan berkata padanya 'Berikanlah surat yang kau bawa itu!'

Ia menjawab 'Aku tidak membawa surat.'

Kami menimpali 'Pasti kamu membawa surat itu! Se rahkan surat itu atau kami membunuhmu atau kami me nelanjan gimu untuk menemukannya!' Maka dengan ter paksa ia keluarkan surat yang ia sembunyikan di bawah ram but nya dan menyerahkannya. Kami serahkan surat ke pada Rasulullah. Beliau membukanya.

Di dalamnya tertulis 'Surat ini dari Hathib bin Abi Balta'ah kepada kaum musyrik Mekkah.' Dalam surat ini tertulis nama salah seorang tentara rahasia Muslim kepada kaum musyrik. Rasulullah memanggil Hathib dan bertanya 'Kenapa kamu tulis surat kepada kaum musyrik?'

Ia menjawab 'Ya Rasulullah kaum muhajirin yang hijrah dari Mekkah ke Madinah mempunyai kerabat di Mekkah yang harus mereka lindungi. Tetapi aku tidak mempunyai pelindung (untuk kerabatku) ini. Dengan su rat ini saya menarik perlindungan mereka (kaum Musyrik) kepada saya. Perbuatanku tidak dikarenakan kekufuran atau kemurtadan.'

Nabi memaklumi uzurnya dan berkata 'Kamu benar!'

Umar bin Khaththab yang hadir ketika itu berkata

'Ya Rasulullah perkenankanlah supaya aku membunuh munafik ini.'

Beliau berkata 'Lelaki ini pernah ikut serta di perang Badar semoga saja ia mendapatkan ampunan Allah.'"

Nabi saw bersabda "Janganlah kalian men yam pai kan kepadaku tentang keburukan sahabat-sahabatku. Sebab aku senang bila bertemu kalian dalam keadaan hati yang bersih."139


Suka Damai dan Toleran
Seorang pria Gipsi menemui Rasulullah dan meminta sesuatu. Nabi memberikannya. Lalu berkata "Apakah aku telah berbaik hati terhadapmu?"

"Tidak. Kamu tidak berbaik hati padaku " jawabnya.

Kaum Muslim geram atas sikapnya yang kurang ajar itu dan hendak melukainya. Rasulullah mengisyaratkan supaya jangan bertindak kasar terhadapnya.

Kemudian beliau berdiri dan masuk ke dalam dan menyuruh seseo-rang menemui lelaki itu supaya mau datang ke rumah be liau. Beliau memberinya barang lain. "Apakah aku telah berbaik hati kepadamu dan kamu rela?" tanya Nabi.

Ia menjawab "Ya wahai Rasulullah Anda telah ber baik hati. Semoga Allah membalas kebaikan Anda."

Nabi berkata "Kamu telah berkata kasar di hadapan para sahabatku tadi dan membuat mereka kesal. Jika kamu mau berdamai maka ucapkanlah kata-katamu barusan ini di hadapan mereka supaya mereka tidak menyimpan den dam terhadapmu."

Lelaki itu mengatakan "Wahai Rasulullah aku akan melakukannya."

Esok harinya orang itu datang ke mesjid. Nabi ber kata kepada para sahabat "Kalian kemarin telah men den gar kan ucapan lelaki ini. Aku telah memanggilnya ke rumah dan telah kuberi ia sesuatu yang lebih banyak sampai ia rela."

Lelaki Arab itu mengatakan "Ya benar aku sudah merasa rela. Semoga Allah memberi balasan yang terbaik kepada Anda."

Rasulullah saw bersabda "Perumpamaanku dan lelaki ini adalah seperti seseorang yang untanya kabur. Orang- orang mengejar unta itu untuk menangkapnya.

Tetapi se makin mereka mengejar unta itu semakin cepat larinya. Pemilik-nya berkata kepada orang-orang 'Serahkan un taku ke padaku. Aku tahu betul cara menjinakkannya.' Ketika itu ia ambil sedikit rumput dan disodorkan kepada un t anya. Pelan-pelan ia bisa menenangkannya. Unta itu duduk bersim puh di hadapannya sehingga ia bisa memasang pelana di atasnya dan menaikinya.

Sikapku terhadap lelaki Badui ini juga demikian ada-nya. Jika kalian membunuhnya karena mendengar perkataannya itu maka ia sudah masuk neraka."140


Dermawan dan Murah Hati
Imam Ali as dalam menggambarkan Rasulullah saw mengungkapkan "Beliau adalah orang yang paling pe murah dan dermawan. Sangat periang paling jujur sangat tepat janji berperangai sangat lembut dan paling mulia. Kewibawaannya mengesankan orang yang melihatnya. Siapa pun yang bergaul dengannya akan mencintainya. Tak seorang pun seperti dia sebelum dan sesudahnya. Beliau tidak akan membiarkan pengemis dengan tangan kosong. Pernah ada seseorang datang meminta sesuatu kepada beliau lalu beliau memberinya domba yang banyak. Orang itu kembali ke keluarganya dan mengatakan 'Berimanlah kepada Muhammad! Dia akan memberi dan tidak takut miskin.'"

Tidak pernah beliau diminta sesuatu kemudian menjawab "Tidak". Suatu hari beliau menerima tujuh puluh ribu dirham lalu beliau bagikan kepada muslimin sampai uang itu habis. Suatu hari ada pengemis meminta kepada beliau. Karena beliau tidak punya sesuatu beliau berkata kepadanya "Belilah apa saja yang kamu perlukan dengan jaminanku. Bila aku sudah mempunyai uang akan kubayar hutangmu."

Umar berkata "Wahai Rasulullah sesuatu yang di luar kemampuan Anda itu tidak diinginkan." Nabi merasa tidak senang dengan perkataan ini.

Si pengemis mengatakan "Wahai Rasulullah ber infak lah dan jangan takut miskin." Nabi tersenyum dengan per kataan ini dan tampak kegembiraan di wajahnya.

Sepulang dari perang Hunain orang-orang Badui mengelilingi beliau. Mereka meminta sesuatu sampai beliau terpaksa berlindung di pohon. Mereka mengambil 'abâ`-nya. Beliau berkata "Hai orang-orang berikan 'abâ`-ku! Seandainya di tanganku unta sebanyak jumlah bebatuan ini pasti aku bagikan kepada kalian. Kalian tidak akan me li hatku kikir pendusta dan penakut."141

Imam Shadiq as berkata "Seorang lelaki datang ke pada Nabi saw dan menyodorkan uang 12 dirham kepada beliau. Karena bajunya sudah usang beliau berikan 12 dirham itu kepada Ali bin Abi Thalib seraya berkata 'Be li kan aku baju.'

Ali menceritakan 'Aku pergi ke pasar dan membeli baju seharga 12 dirham kemudian aku serahkan kepada Rasulullah. Beliau perhatikan baju itu lalu berkata 'Aku tidak suka baju ini apakah bisa dikembalikan kepada si penjualnya?'

Aku bilang aku tidak tahu. Lalu aku bawa baju itu ke si penjual. Aku bilang padanya 'Rasulullah tidak cocok dengan baju ini apakah jual beli ini bisa dibatalkan?'

'Bisa ' katanya. Ia ambil kembali baju itu dan uang 12 dirham dikembalikannya kepadaku. Aku terima uang itu kemudian aku berikan kepada Rasulullah.

Bersama beliau kami ke pasar untuk membeli pakaian. Di tengah jalan kami bertemu dengan seorang budak wanita yang duduk sam bil menangis. Rasulullah menanyakan sebabnya. Ia men jawab 'Keluarga saya memberi saya empat dirham untuk membeli sesuatu untuk mereka. Tapi uang saya hilang. Saya tidak berani pulang ke rumah.' Rasulullah memberinya empat dirham dan berkata 'Pulanglah ke rumahmu.'

Kami meneruskan niat kami ke pasar. Kami membeli baju seharga empat dirham buat beliau. Kemudian beliau memakainya dan berucap 'Alhamdulillah.'

Kami pulang ke rumah. Di tengah jalan beliau melihat seorang lelaki tidak berbaju dan mengatakan 'Siapa yang memberiku pakaian semoga Allah memberinya pakaia-npakaian dari surga.' Rasulullah mengeluarkan bajunya dan diberikan kepadanya.

Kami kembali ke pasar. Dengan sisa empat dirham kami membeli baju buat Rasulullah. Beliau memakainya dan memuji Allah. Lalu kami pulang. Di tengah jalan kami bertemu dengan budak tadi yang masih duduk di situ. 'Kenapa kamu tidak pulang?' tanya Rasulullah.

'Karena aku pulang terlambat aku takut dipukul ' ujarnya.

Nabi berkata 'Mari bersamaku tunjukkan rumahmu padaku. Aku akan menolongmu.'

Sampai di depan rumahnya Nabi mengucapkan 'Assalamu alaikum wahai tuan rumah!' Tiada yang menjawab.

Sampai tiga kali beliau mengulangi salamnya.

Pada ucapan salam yang ketiga tuan rumah men jawab 'Alaikumus salam wahai Rasulullah!'

Nabi berkata 'Kenapa salam pertama tidak kalian jawab?'

'Salam Anda kami dengar. Tapi kami ingin diulangi ' jawab si tuan rumah.

Rasulullah berkata 'Budak Anda terlambat datang aku minta kalian jangan menghukumnya!'

Ia mengatakan 'Wahai Rasulullah untuk meng hor mati kedatangan Anda kami bebaskan budak ini.'

'Alhamdulillah ' ucap Nabi.

'Aku tidak pernah menyaksikan uang 12 dirham lebih berkah dari uang 12 dirham ini. Beliau memberi baju dua orang tak punya baju dan membebaskan seorang budak.'"142

Imam Baqir as berkata "Seorang fakir datang kepada Nabi saw dan meminta sesuatu. Karena Rasulullah tidak memiliki apapun untuk diberikan kepadanya maka beliau bertanya kepada para sahabat 'Tidak adakah yang bisa meminjami aku sesuatu?'

Salah seorang menjawab 'Wahai Rasulullah aku yang akan memberinya.'

Beliau berkata 'Berikan kurma empat karung pada peminta ini nanti akan aku bayar.' Lelaki dari kaum An shar menyerahkan surat hak milik kurma kepada si peminta. Kemudian setelah itu orang Anshar ini datang dan me nagih haknya kepada Rasulullah. Beliau menjawab 'Insya Allah aku bayar.' Lalu si Anshar datang dan menagih lagi. Lama kemudian ia datang lagi dan Nabi menjawab 'Insya Allah aku akan membayar.'

'Kenapa tidak Anda bayar?' protesnya.

'Insya Allah aku bayar ' jawab beliau.

Ia terus mendesak 'Sampai kapan Anda mengatakan insya Allah?'

Nabi tertawa dan berkata kepada para sahabat 'Ada kah yang akan meminjamiku sesuatu?'

'Aku yang akan memberinya wahai Rasulullah ' jawab salah seorang sahabat.

Rasulullah berkata 'Berikan kepada orang ini de la pan karung.'

Si Anshar itu mengatakan 'Wahai Rasulullah aku memberi pinjaman empat karung kurma tidak lebih.'

Beliau berkata 'Empat karung tambahan ini juga menjadi milikmu.'"


Tawaduk
Meskipun Rasulullah saw memiliki kedudukan agung tetapi beliau sangat bertawaduk.

Ibn Amir menceritakan "Aku melihat Rasulullah sedang melakukan lemparan jumrah sambil menaiki unta. Beliau melempar jumrah tanpa acara pendahuluan dan penutupan.

Beliau naik keledai tanpa pelana dan mengajak seseorang untuk naik ke kendaraannya ini. Beliau mem b esuk orang sakit dan mengantarkan jenazah.

Memenuhi un dan gan kaum budak. Menjahit sandal dan pakaiannya sendiri. Membantu keluarganya dalam pekerjaan-pekerjaan ru mah. Para sahabat tidak berdiri untuknya karena mereka tahu beliau tidak suka tindakan ini. Mengucapkan salam kepada anakanak. Terkadang orang-orang gemetar karena kewibawaan beliau. Beliau berkata padanya 'Ten ang lah aku bukan raja. Aku anak seorang perempuan yang makan daging kering.'

Di tengah para sahabat beliau duduk seadanya se-perti salah satu di antara mereka. Orang asing yang da tang akan susah membedakan Nabi di antara para sa habat nya kecuali kalau ia bertanya. Karena itu para sahabat menye dia kan tempat khusus bagi beliau.

Aisyah berkata kepada Nabi 'Bersandarlah kalau makan supaya (dapat makan dengan) nyaman.'

Rasulullah menundukkan kepala hingga akan men ca pai tanah dan menjawab 'Tidak. Aku makan dan duduk seperti para budak.'

Siapa pun yang memanggilnya akan beliau jawab. Bila duduk bersama para sahabat dan mereka berbicara ten tang akhirat maka akan dibahasnya bersama mereka. Dan jika mereka berbicara soal makanan dan minuman urusan-urusan duniawi beliau akan membahasnya dengan tawaduk dan menjaga persahabatan dengan mereka."143

Imam Shadiq as berkata "Saudari sepersusuan Ra sulullah saw datang kepada beliau. Beliau gembira bertemu dengan saudarinya itu. Beliau menghamparkan 'abâ`-nya dan mempersilahkan ia duduk di atasnya. Berbincang-bincang dengannya dan tertawa. Ketika saudarinya berdiri dan sudah pergi saudara sepersusuan beliau datang. Be liau pun menghormatinya. Tetapi tidak seperti sikap beliau terhadap saudarinya. Beliau ditanya 'Mengapa Anda lebih menghormati saudari Anda?'

Beliau menjawab 'Karena ia banyak berbuat baik kepada ayahnya.'"

17
Mengapa Nabi Diutus

Rutinitas Domestik Nabi saw
Imam Husain as menceritakan "Aku bertanya ke pada ayahku tentang rutinitas Rasulullah saw di dalam ru mah. Ia menjawab 'Beliau mempunyai waktu-waktu khusus di dalam rumah. Bila berada di rumah beliau mem bagi waktu menjadi tiga bagian: sebagian untuk beri b adah se bagian untuk keluarga dan sebagian lagi untuk urusan-urus-an pribadi.'"

Beliau pun membagi waktu pribadinya antara dirinya sendiri dengan umat dan beliau mencurahkannya untuk urusan-urusan mereka. Bagian yang berkaitan dengan umat beliau prioritaskan tokoh kaum dan tokoh agama atas yang lain. Itu pun menurut kadar keutamaan yang dimiliki tiaptiap individu tersebut. Sebagian mempunyai satu kep er luan saja sebagian yang lain dua keperluan dan yang lainnya lagi lebih banyak lagi. Beliau memperhatikan urusan-urus-an dan usulan-usulan mereka memberikan pandangan ber dasar kan maslahat mereka dan maslahat umum.

Beliau berkata "Bagi yang hadir sampaikan masalahmasalah ini kepada yang tidak hadir." Juga berkata "Hajathajat mereka yang tidak sampai kepadaku sampaikanlah kepadaku. Barangsiapa menyampaikan hajat-hajat kaum yang memerlukan kepada hakim niscaya pada hari kiamat langkah- langkah kakinya akan dikukuhkan." Masalah-masalah semacam ini disampaikan kepada beliau dan be liau tidak akan memperkenankan pada saat itu mereka menyebutkan masalah-masalah lainnya. Dalam per te muan-pertemuan ini para sahabat datang sebagai pengunjung. Tetapi mereka tidak akan keluar tanpa menimba ilmu dan masalah sosial.


Rutinitas Publik Nabi saw
Imam Husain as berkata "Aku bertanya kepada ayahku mengenai rutinitas publik Nabi saw. Apa yang beliau lakukan?
Ia menjawab 'Rasulullah saw tidak akan berbicara kecuali dalam masalah-masalah yang bermanfaat. Beliau akrab dengan para sahabat dan tidak akan mengadu domba mereka. Beliau menghormati tokoh suku dan menugaskan nya membina kaumnya. Memperingatkan mereka agar menjauhi perselisihan dan fitnah.

Mengawasi mereka tanpa bersikap buruk terhadap mereka. Mem beri kan perhatian kepada para sahabatnya. Mengetahui peris tiwa-peristiwa dan beritaberita sosial di dalam masyarakat. Mendukung perbuatanperbuatan baik dan mencela per bua tan-perbuatan buruk.

Beliau selalu awas dan tidak akan lalai dalam setiap urusan agar orang-orang yang ditugaskan oleh beliau tidak lalai dan malas. Beliau selalu sigap dalam keadaan apapun. Tidak menyepelekan hak dan tidak sewenang-wenang. Sahabat- sahabat karibnya adalah orang-orang terbaik. Yang paling mulia dari mereka ialah yang mencintai kebaikan dan nasihat. Orang-orang yang paling dekat dengannya adalah mereka yang menolong sesama mukmin dan ber baik hati terhadap mereka lebih dari semua orang.'"144


Perilaku Nabi di Majelis dan Pertemuan
Imam Husain as berkata "Aku bertanya kepada ayahku tentang majelis Nabi saw. Ia menerangkan 'Beliau tidak akan duduk atau berdiri kecuali dengan zikir kepada Allah. Di majelis-majelis beliau tidak akan memilih (dan tidak akan menerima) tempat pribadi dan beliau melarang tin da kan ini. Bila datang ke majelis beliau akan duduk di tem pat kosong manapun dan beliau juga berpesan demikian.

Dalam menghormati dan memandang yang hadir beliau perhitungkan manfaatnya. Supaya jangan sampai orang menyangka dirinya lebih dicintai ketimbang yang lain. Siapa yang duduk dengan beliau atau mendesak beliau agar dipenuhi hajatnya beliau akan sabar sampai ia pergi. Siapa yang meminta sesuatu pada beliau maka akan dipenuhi atau melegakannya dengan perkataan baik beliau. Orang-or ang senang dengan akhlak beliau dan bagi mereka beliau sebagai bapak mereka.

Dalam kebenaran di mata beliau semua orang sama. Majelis beliau sarat dengan kesabaran rasa malu dan amanah. Di majelis ini tidak akan ada suara-suara keras (teriakanteriakan). Kehormatan setiap orang tidak akan jatuh dan kesalahan-kesalahan mereka tidak akan diper ha ti kan. Yang hadir adalah satu saudara dan sama. Dalam memperhatikan takwa mereka mengutamakan satu sama lain. Tawaduk dan rendah hati. Menghormati orang tua dan menyayangi anak-anak. Mendahulukan kebutuhan o-rang lain ketimbang kebutuhannya sendiri. Dan saling men jaga dari orang-orang asing.'"145


Perilaku Nabi terhadap Anggota Majelis
Imam Husain as bertanya lagi tentang perilaku Nabi terhadap sesama rekan majelis. Imam Ali as berkata "Be liau selalu ceria sopan dan ramah. Tidak kasar dan keras hati. Tidak berteriak dan tidak bicara kotor. Tidak men cari cela dan tidak mengumbar pujian. Beliau tidak akan bicara kecuali perkataan yang mengandung pahala. Bila beliau bicara semua yang hadir diam. Seolah burung hinggap di kepala mereka. Bila beliau diam orang-orang akan bicara. Tetapi mereka tidak akan saling rebut dan bantah membantah.

Jika ada seorang yang bicara maka yang lain diam sam pai pembicaraannya selesai. Bila orang-orang tertawa Ra su lullah pun tertawa. Bila mereka mengungkapkan takjub dalam satu hal beliau pun demikian. Beliau sabar dengan perkataan dan pertanyaan kasar orang asing. Karena sikap Nabi ini para sahabat pun berusaha meniru Nabi dalam menarik hati orang asing dan yang membutuhkan. Ra sulullah saw berpesan kepada mereka agar berupaya dalam memenuhi kebutuhan orang tak punya. Beliau hanya menerima keterangan seseorang tentang perbuatan baik. Dan tidak memotong pembicaraan orang lain sampai ia selesai bicara."146


Perilaku Nabi terhadap Kaum Muda
Nabi saw memperhitungkan daya masa muda dan kaum pemuda. Berulangkali beliau berpesan kepada sa habatsahabatnya: "Kenalilah potensi anak-anak muda. Hormatilah kepribadian mereka! Berikan kepada mereka tanggung jawab dan kontrollah mereka." Beliau sendiri melaksanakan amal (perintah) ini supaya orang-orang da pat meneladani beliau. Di bawah ini beberapa contohnya:

Di awal Islam As'ad bin Zurarah dan Dzakwan dari Madinah datang ke Mekkah. Di salah satu acara mereka bertemu dengan Nabi saw dan dengan penyampaian be liau mereka menerima Islam dan mengucapkan dua kali mat syahadah. Mereka berkata kepada Rasulullah ketika hendak kembali ke Madinah
"Utuslah seseorang bersama kami ke Madinah untuk mengajarkan al-Quran kepada kami dan mengajak orang-orang kepada Islam. Rasulullah saw menugaskan Mush'ab bin Umair yang masih belia tetapi mampu menga jar al-Quran dengan baik supaya pergi ber sama As'ad dan Dzakwan ke Madinah dan mengajak orang-orang masuk Islam. Menjadi imam dalam shalat. Mem baca kan al-Quran kepada mereka dan berceramah.

Sampai di Madinah Mush'ab memulai tablignya. Karena dia pemuda yang potensial serius utama dan bijak maka orang-orang terutama anak-anak muda menerima dak wah nya dan Islam berkembang di Madinah. Kemudian Mush'ab menulis laporan tentang antusiasme orang-orang ini ke pada Islam kepada Rasulullah.147

Nabi saw ketika bergerak maju ke medan perang Shiffin beliau memilih 'Atab bin Asad seorang pemuda beru sia 21 atau 17 tahun sebagai pimpinan dan imam shalat je maah di Mekkah. Beliau berkata "Tahukah kamu kedudu kan apa dan kepada kaum mana aku mengangkatmu? Aku mengangkatmu sebagai gubernur al-Haram (Mekkah)." (Beliau mengulangi perkataan ini sampai tiga kali). "Ber buat baiklah kepada penduduk al-Haram."

'Atab diberi satu dirham setiap harinya. 'Atab dalam mengatur kota Mekkah menyayangi dan mengasihi kaum mukmin. Bersikap kasar dan tidak ramah terhadap kaum penentang. Rajin hadir dalam shalat berjamaah. Membaca khotbah dan berceramah dengan baik. Di saat sedang ber cera mah ia mengatakan: "Nabi telah menetapkan gaji harian untukku satu dirham. Aku qanâ'ah (merasa cukup) de-ngan gaji ini dan aku tidak membutuhkan seorang pun."148

Beberapa hari sebelum Rasulullah saw wafat beliau berencana menyiapkan pasukan untuk berperang mela wan bangsa Romawi. Untuk itu beliau memilih Usamah bin Zaid seorang pemuda berusia 17 tahun sebagai pimpinan pa su kan dan menjadi amir bagi Muhajirin dan Anshar. Beliau mengatakan "Berhentilah di suatu tempat di luar kota sam pai para pasukan-pasukan datang kepadamu hingga ber kum pul semua." Beliau memerintahkan Muhajirin dan Anshar "Susullah pasukan Usamah dan jangan mem bang kang!"

Beberapa sahabat dengan alasan Usamah masih muda mereka tidak hadir di medan pertempuran dan tidak patuh. Ketika berita ini sampai kepada Nabi yang dalam keadaan sakit keras beliau masuk mesjid dan naik mimbar. Setelah menyampaikan pujian kepada Allah beliau berkata "Perkataan macam apa yang kalian lontarkan tentang kepemimpinan Usamah. Lantaran dia muda kalian tidak mau mengikuti pasukan Islam? Dulu kalian juga protes kepemimpi nan ayahnya. Demi Allah Usamah layak se bagai pimpinan pasukan. Dia termasuk yang terbaik. Susullah pasukannya dan patuhilah dia!"149


Catatan Akhir
1 Al-Mîzânjuz 2hal.139.

2 Al-Mîzânjuz 2hal.140.

3 Tafsir Rûh al-Bayânjuz 6hal.306.

5 Al-Mîzânjuz14hal.150.

6 Bihâr al-Anwârjuz 11hal.32.

7 Ibid.

8 Al-Kâmil fi at-Tarîkhjuz 2hal.41.

9 Bihâr al-Anwârjuz 69hal.375.

10 Ibid.hal.405.

11 Nahj al-Balâghahkhotbah 173.

12 Ibid.khotbah 132.

13 Ibid.kalimat qishar 203.

14 Al-Kâmil fî at-Tarîkhjuz 1hal.487-488.

15 Al-Kâmil fî at-Tarîkhjuz 1hal.488-489.

16 Al-Kâmil fî at-Tarîkhjuz 1hal.478.

17 Abul FidaAs-Sîrah an-Nabawiyahjuz 1hal.433.

18 Abul FidaAs-Sirâh an-Nabâwiyahjuz 1hal.433.

19 Ibid.hal.442.

20 Al-Kâmil fi at-Tarîkhjuz 2hal.79.

21 Sîrah Ibn Hisyâmjuz 1hal.225.

22 Ansâbu al-Asyrâfjuz 1hal.119.

23 Abul FidaAs-Sirâh an-Nabâwiyahjuz 1hal.243-245.

24 Ibid.hal.222.

25 Ibid.hal.294.

26 Ibid.

27 Ibid.306.

28 Ibid.159.

29 Ansâb al-Asyrâfjuz 1hal.106.

30 Nahj al-BalâghahKhotbah 192.

31 Al-Bidâyah wa an-Nihâyahjuz 3hal.78.

32 Ibid.hal.80.

33 Ibid.hal.82.

34 Ibid.

35 Usûd al-Ghabahjuz 3hal.54.

36 Dan kamu tidak pernah membaca (al-Quran) sesuatu Kitab-pun dan kamu tidak (pernah) menulis suatu kitab dengan tangan kananmu; andaikata (kamu pernahmembaca dan menulis)benar-benar ragulah orang yang mengingkari(mu). (QS.al-Ankabut:48)

37(Yaitu) orang-orang yang mengikuti RasulNabi yang ummi yang (namanya)mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi merekayangmenyuruh mereka mengerjakan yang makruf dan melarang mereka dari mengerjakanyang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkanbagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-bebandan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang berimankepadanyamemuliakannyamenolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yangditurunkan kepadanya (al-Quran)mereka itulah orang-orang yang beruntung.(QS. al-A'raf:157)

38 Tarikh_e Iran az Salukiyan ta Forupasyi_e Daulat_e Sasanijuz 3hal.263.

39 Ibid.hal.256.

40 Will DurantTarikh Tamadunbag.Ijuz 4hal.181; Tarikh_e Iran az Salukiyan ta Forupasyi_e Daulat_e Sasanijuz 3hal.264-265.

41 Al-Kâmil fî at-Tarîkhjuz 1hal.479.

42 Tarikh_e Iran az Salukiyan ta Forupasyi_e Daulat_e Sasanijuz 3hal.266; WillDurantTarikh Tamadunbag.Ijuz 4hal.182.

43 Dalam hal ini para sejarahwan Islam antara lain ThabariIbn AtsirAbulFida dan lain-lain juga para mufasir bersepakat bahwa akhirnya janjial-Quran itu terwujud. Pasukan Romawi setelah mengalami kekalahanakhirnya menang atas pasukan Persia. Dan jarak waktu antara kekalahandan kemenangan ini kurang dari sepuluh tahun. Meskipun disayangkansejarah yang akurat tidak menyebutkan masa kekalahan dan masa kemenanganini. Dalam sumber-sumber Islam diterangkan bahwa kemenanganRomawi pada masa perang Badar (tahun kedua Hijriah) atau masa perangHudaibiyah (keenam Hijriah). Tetapi dua kemungkinan ini tidak sesuaidengan ramalan al-Quran. Sebab kekalahan mereka pada tahun 613yaknitahun ketiga bi'tsah (pengutusan Nabi saw) yang berjarak waktu 13 tahundengan masa Badar dan 16 tahun dengan Hudaibiyah. Ramalan al-Quranbahwa kemenangan Romawi akan terjadi setelah kurang dari sepuluh tahun ("bidh'i sinîn"). Oleh karena itutak satu pun dari dua data sejarah (ataukemungkinan) ini sesuai dengan ramalan al-Quran. Tetapi data ini sangatsesuai dengan apa yang diterangkan dalam buku-buku sejarah Iran kuno.Dan pandangan kamikemenangan Romawi kira-kira pada tahun ketigabelas bi'tsah.

44 Shahih Muslimjuz 4hal.1870.

45 Ath-Thabaqat al-Kubrajuz 1hal.192.

46 Wasâ'il asy-Syi'ahjuz 1hal.23.

47 Nahj al-Balâghahkhotbah 129.

48 Tuhaf al-'Uqulhal.36.

49 Al-Kâfijuz 1hal.32.

50 Bihâr al-Anwârjuz 2hal.21.

51 Ibid.hal.25.

52 Ibid.

53 Ibid.hal.16.

54 Ibid.hal.184.

55 Will DurantTarikh Tamadunjuz 4bag.Ihal.197.

56 Manâqib Ibn Syahr Asyubjuz 1hal.61.

57 Ibid.hal.63.

58 Abul FidaAs-Sîrah an-Nabawiyahjuz 1hal.242.

59 Ibid.249.

60 Ibid.394.

61 'Uyûn al-Atsârjuz 2hal.334.

62 Ibid.hal.390.

63 Ibid.390.

64 Wasâil asy-Syî'ahjuz 8hal.88.

65 Bihâr al-Anwârjuz 15hal.361.

66 Manâqib Ibn Syahr Asyubjuz 1hal.63.

67 Ibn HisyamAs-Sîrah an-Nabawiyahjuz 1hal.237.

68 Ibid.hal.239.

69 Bihâr al-Anwârjuz 15hal.144.

70 Nahj al-Balâghahkhotbah 194.

71 Bihâr al-Anwârjuz 15hal.361.

72 Bihâr al-Anwârjuz 18hal.189. Sebagian mengatakan: Pengutusan (Nabi saw) tanggal 20 atau 17 Ramadhan.

73 Ansâb al-Asyrafjuz 1hal.104.

74 Bihâr al-Anwârjuz 18hal.184.

75 Ibid.194.

76 Ansâb al-Asyrafjuz 1hal.105.

77 Sîrah Ibn Hisyamjuz 1hal.251.

78 Ibid.hal.252.

79 Kejadian awal bi'tsah dan awal masa turunnya Jibrildalam buku-bukusejarah disampaikan dengan berbagai versi. Sebagian tidak sesuai dengankedudukan
luhur kenabian. Karena itu dalam menjelaskan kejadian yangluar biasa inikami merujuk kepada hadis-hadis Ahlulbait yang lebih mengetahui ketimbang yang lain.

80 Bihâr al-Anwârjuz 18hal.205.

81 Manâqib Alû Abî Thâlibjuz 1hal.72.

82 Al-Kâfijuz 2hal.628.

83 SuyuthiAl-Itqânjuz 1hal.96.

84 Ibid.94.

85 At-Tarâtib al-Idâriyahjuz 1hal.46.

86 Tarîkh al-Ya'qûbîjuz 2hal.43.

87 At-Tarâtib al-Idâriyahjuz 1hal.115-116.

88 Ibid.hal.114.

89 Tarîkh al-Ya'qûbîjuz 2hal.34.

90 At-Tarâtib al-Idâriyahjuz 1hal.122; SuyuthiAl-Itqânjuz 1hal.78.

91 Bihâr al-Anwârjuz 92hal.48.

92 SuyuthiAl-Itqânjuz 1hal.76.

93 Fihritshal.47.

94 Ibid.43-48.

95 SuyuthiAl-Itqan fi Ulumi al-Qur'anjuz 1hal.76.

96 Ibid.hal.77.

97 Ibid.

98 Bihâr al-Anwârjuz 2hal.48.

99 Manâqib Ibn Syahr Asyubjuz 2hal.41.

100 Ibid.

101 SuyuthiAl-Itqânjuz 1hal.77.

102 Tarîkh al-Ya'qûbîjuz 2hal.135.

103 Jâmi' al-Ushûljuz 2hal.503.

104 Ibid.hal.504.

105 SuyuthiAl-Itqânjuz 1hal.79.

106 Ibid.

107 Al-Bidâyah wa an-Nihâyahjuz 6hal.37.

108 Bihâr al-Anwârjuz 16hal.263.

109 'Uyûn al-Atsârjuz 2hal.329.

110 Ibid.331.

111 Makârim al-Akhlâqjuz 1hal.13.

112 Al-Bidâyah wa an-Nihâyahjuz 6hal.43.

113 'Uyûn al-Atsârjuz 2hal.333.

114 Ibid.hal.331.

115 Nama untuk seseorang dengan maksud memuliakannya atau sebagaitanda baginya. Biasanya diambil dari nama orangtua atau anak. Seperti Abu AliIbn SinaUmmu Kultsum. (Kamus Parsi-Arab)-penerj.

116 'Uyûn al-Atsârjuz 2hal.333.

117 Bihâr al-Anwârjuz 16hal.229.

118 Ibid.

119 Makârim al-Akhlâqjuz 1hal.19.

120 Thabaqat Ibn Sa'djuz 1hal.367.

121 Bihâr al-Anwârjuz 16hal.28.

122 Makârim al-Akhlâqjuz 1hal.19.

123 Al-Bidâyah wa an-Nihâyahjuz 6hal.39.

124 Ibid.

125 Bihâr al-Anwârjuz 43hal.285.

126 Makârim al-Akhlâqjuz 1hal.25.

127 Al-Bidâyah wa an-Nihâyahjuz 6hal.58.

128 'Uyûn al-Atsârjuz 2hal.335.

129 Al-Bidâyah wa an-Nihâyahjuz 6hal.57.

130 'Uyûn al-Atsârjuz 2hal.334.

131 Jâmi' Ahâdits asy-Syî'ahjuz 2hal.25.

132 Al-Bidâyah wa an-Nihâyahjuz 6hal.60.

133 Ibid.hal.46.

134 Bihâr al-Anwârjuz 6hal.217.

135 Ibid.hal.273.

136 Al-Bidâyah wa an-Nihâyahjuz 6hal.67.

137 Al-Bidâyah wa an-Nihâyahjuz 6hal.65.

138 Mulla Muhsin Faidh KasyaniMahajjatu al-Baydha fî Tahdzîb al-Ihyâjuz 4 hal.128-132.

139 Mahajjatu al-Baydhajuz 4hal.145-148.

140 Ibid.hal.149.

141 Ibid.hal.149-150.

142 Bihâr al-Anwârjuz 16hal.14.

143 Mahajjatu al-Baydhâjuz 4hal.151-152.

144 Ibid.12.

147 Bihâr al-Anwârjuz 19hal.10-11.

148 Sîrah al-Halabîjuz 3hal.120.

149 Bihâr al-Anwârjuz 21hal.410; Tarîkh al-Ya'qûbîjuz 2hal.113.

18