Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Bagaimana Membuat Anak kita Rajin Shalat

0 Pendapat 00.0 / 5

Landasan utama seorang Muslim adalah menghambakan diri kepada Tuhan sebagai Pencipta Yang Maha Bijaksana dan Maha Pengasih. Allah Swt menciptakan manusia sehingga mereka bisa mencapai kesempurnaan dan kemuliaan melalui ibadah dan penghambaan. Dalam ajaran Islam, shalat adalah simbol dari puncak penghambaan, di mana Tuhan dalam al-Quran memperkenalkan shalat sebagai pencegah dari dosa dan kerusakan. Dalam surat al-Ankabut ayat 45, Allah Swt berfirman, "…Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan."

 

Imam Ali as berkata, "Selama anak Adam masih menunaikan shalat dengan menjaga syarat dan adabnya, syaitan senantiasa takut terhadapnya. Oleh karena itu, jika ia melalaikan shalatnya dan tidak melaksanakan pada waktunya, syaitan akan menguasainya dan menjebaknya ke dalam dosa-dosa besar." Alangkah indahnya jika para orang tua membantu anak-anak mereka dalam menapaki jalan kebahagiaan dan kesempurnaan ini. Dengan pendidikan agama yang benar, para orang tua dapat mendidik mereka tentang tata cara menghambakan diri kepada Tuhan sehingga mereka tidak terperosok ke lembah dosa dan kerusakan.

 

Islam menaruh perhatian besar untuk pendidikan anak dan mendorong mereka untuk rajin shalat, karena hanya shalat yang selalu mempertahankan hubungan mereka dengan Tuhan dan membuka pintu-pintu rahmat Ilahi. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mendekatkan anak dengan shalat bahkan sebelum mereka lahir. Seorang bayi akan menikmati nilai-nilai spiritualitas dan kesucian kedua orang tuanya, apalagi jika ia lahir di tengah keluarga religius dan memperhatikan masalah halal haram. Kondisi ini akan memberinya kesiapan yang lebih besar untuk menerima pendidikan agama. Perilaku orang tua berpengaruh besar untuk mendekatkan anak dengan shalat.

 

Seorang pakar pendidikan agama dari Iran, Hujjatul Islam Alireza Panahian percaya bahwa pendidikan etika kepada anak merupakan langkah pertama untuk mendekatkan mereka dengan shalat. Pendidikan etika akan membuat mereka mengerti bagaimana harus bersikap di hadapan Sang Pencipta dan kondisi ini akan mendorong mereka untuk memperhatikan shalat. Ibadah dan penghambaan tentu saja akan sulit bagi orang-orang yang tidak punya etika. Hujjatul Islam Panahian menyarankan para orang tua untuk menunjukkan keindahan etika kepada anak-anaknya saat mereka berusia tujuh tahun dan memperkenalkan shalat sebagai ekspresi kesantunan seorang hamba kepada Tuhannya.

 

Salah satu karakteristik manusia yang tampak dominan pada masa kanak-kanak adalah sikap mencontoh dan mengikuti sesuatu. Anak-anak di semua dimensi kehidupannya akan meneladani orang-orang yang mereka cintai dan mengulangi perilaku yang ditunjukkan oleh para idolanya. Anak-anak biasanya akan merasakan kecintaan dan ketergantungan yang lebih besar kepada ibu dan ayah mereka. Para orang tua harus memprioritaskan shalat dan melaksanakannya dengan bentuk yang terbaik. Cara ini tentu saja efektif untuk mendekatkan anak dengan shalat.

 

Dalam ajaran Islam, ada banyak anjuran yang mendorong seseorang untuk menggunakan pakaian yang bersih dan suci serta memakai minyak wangi ketika menyambut shalat. Mereka juga diperintahkan untuk shalat dengan khusyu' dan tenang. Seorang anak akan memahami nilai shalat ketika menyaksikan orang tuanya meninggalkan semua pekerjaan saat mendengar suara azan dan dengan penuh antusias menyambut seruan Tuhan. Akan tetapi, jika orang tua tidak peduli dengan shalat dan selalu menunda pelaksanaannya, seorang anak akan menangkap pesan bahwa shalat adalah sebuah perbuatan yang tidak bernilai dan bersifat pemaksaan. Kondisi ini akan membuat mereka tidak tertarik dengan shalat dan ibadah. Seorang bijak berkata, "Anak-anak kita akan menjadi seperti kita, bukan menjadi seperti yang kita cintai."

 

Salah satu kiat lain untuk mendekatkan anak dengan shalat adalah menggunakan metode dakwah yang sesuai dengan jenjang usia mereka. Metode dakwah yang paling sederhana adalah bercengkrama dengan anak mengenai shalat. Orang tua dalam berbagai kesempatan dapat bercerita kepada anak-anak mereka tentang nikmat-nikmat yang diberikan Tuhan kepada manusia. Mereka kemudian dapat berbicara tentang pentingnya mensyukuri semua pemberian Tuhan. Untuk menyempurnakan pemahaman anak tentang shalat, orang tua dapat menghidupkan kecintaan kepada Tuhan di hati mereka dan menambah pengetahuan anak mengenai Sang Pencipta dengan memperkenalkan beberapa sifat-Nya, seperti maha pengasih, maha pemberi, dan maha kuasa.

 

Mengingat fitrah berketuhanan manusia, maka anak-anak tidak akan kesulitan untuk memahami beberapa sifat Tuhan yang sudah sering mereka dengar. Orang tua juga dapat menggunakan buku dan perangkat lunak yang menarik untuk menanamkan benih-benih cinta shalat dalam diri putra-putri mereka. Pada Februari 2014, seorang guru di Iran memiliki cara yang inovatif dan menyenangkan untuk mendorong murid-muridnya belajar mengaji dan menjalankan shalat. Akbar Rezaie memilih membuat sebuah robot yang dia rancang agar bisa bergerak seperti manusia bahkan menirukan berbagai gerakan manusia. Dia menggambarkan robot itu sebagai alat pendidikan bagi guru dan yakin sejauh ini robot tersebut sangat sukses menarik minat para pelajar sehingga robot ini harus diproduksi massal.

 

Beberapa hadis Nabi Saw dan ilmu psikologi menekankan agar anak-anak dipermudah dalam menjalankan perintah agama. Biarkan ia berdiri di samping orang tuanya yang sedang menunaikan shalat dan meniru gerakan-gerakan mereka dengan gayanya sendiri. Namun, beberapa orang tua bersikeras untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dilakukan anaknya dan kadang memaksa anaknya untuk melakukan dengan benar. Padahal, metode yang benar adalah orang tua harus memuji usaha anaknya dan memotivasinya.

 

Agama tidak membenarkan tindakan pemaksaan untuk anak kecil agar menunaikan shalat dengan benar dan ibadah-ibadah yang lain. Sebab, pada tahap itu target utama hanya mengenalkan dan menanamkan kecintaan pada shalat dalam diri mereka. Menurut ajaran Islam, orang tua harus mendidik anaknya untuk shalat ketika ia sudah menginjak usia tujuh tahun, itupun bukan dengan cara paksaan. Perlu diketahui bahwa para ulama dan pemuka agama juga mendidik anak-anak mereka dengan penuh toleransi dan kelembutan.

 

Farideh Mostafavi, putri Imam Khomeini ra mengisahkan, "Ayah saya dengan segala kesibukannya di dunia politik dan perjuangan, selalu berkomitmen untuk shalat di awal waktu, namun ia tidak pernah memaksa anak-anak untuk shalat. Dia bahkan tidak membangunkan para remaja yang sudah baligh untuk shalat subuh kecuali mereka meminta untuk dibangunkan. Dia bahkan menyarankan orang tua yang memaksa putrinya yang baru baligh untuk shalat subuh agar tidak menganggu tidur mereka." Istri Imam Khomeini ra juga mengatakan, "Suami saya sangat sensitif dengan masalah shalat remaja yang baru baligh. Ia marah jika menyaksikan ada anak yang tidak shalat dan ia langsung menanyakan hal itu kepada anak-anak apakah mereka sudah shalat atau belum, jika mereka menjawab sudah shalat, Imam Khomeini tidak lagi mengorek lebih jauh."

 

Oleh karena itu, para remaja mungkin saja melupakan waktu shalat dan bermalas-malasan karena sedang asyik bermain. Akan tetapi, membiasakan diri untuk tidak disiplin adalah mukaddimah untuk meninggalkan shalat. Dalam hal ini, orang tua perlu mengingatkan anak-anak mereka, namun sikap keras dan menaruh curiga justru akan menjauhkan mereka dari shalat.

 

Memotivasi juga merupakan unsur lain yang dapat digunakan untuk memperkuat setiap perilaku positif seperti shalat. Namun, orang tua juga perlu mengerti bentuk motivasi yang disenangi oleh anak-anak mereka, karena anak-anak memiliki selera masing-masing yang mungkin berbeda dengan saudaranya. Itulah tadi beberapa kiat untuk mendorong anak agar rajin shalat. Nabi Ibrahim as dalam sebuah doanya berkata, "Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku." ()