Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Benang putih Batas Waktu Puasa

0 Pendapat 00.0 / 5

Allah Swt dalam al-Quran sehubungan dengan awal dan akhir masa orang berpuasa menyebutkan, “Dan makan minumlah hingga jelas bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.” (Qs. Al-Baqarah [2]:187)
Sesuai dengan pesan ayat ini, kriteria dalam keharaman ifthar (makan atau minum pada waktu puasa) dan kewajiban puasa bukanlah tersebarnya cahaya putih melainkan tampaknya garis yang terang seukuran benang dari tengah kegelapan malam yang telah mencukupi bagi keharaman makan dan minum dan lain sebagainya (baca:imsak).
Karena itu, awal puasa adalah terbitnya fajar kedua dimana cahaya putih terlihat membentang secara horizontal di ufuk dan itulah yang disebut sebagai fajar shadiq.[1] Salat Subuh pada saat ini menjadi wajib pelaksanannya.
Akhir puasa dan saat berbuka adalah dengan datangnya malam.  Dan malam tiba setelah ghurub (terbenamnya matahari). Tanda ghurub itu adalah hilangnya mega merah yang muncul dengan terbenamnya matahari di belahan Timur dan kemudian datanglah gelap. Tanda ini hanya terkhusus bagi tempat-tempat yang memiliki gunung dan bukit namun bagi mereka yang tinggal pada ufuk-ufuk yang terbuka tanpa gunung dan ketinggian maka hilangnya matahari telah mencukupi (bagi mereka untuk berbuka puasa).[2] 

[1].  Fajar Shadiq ialah terlihatnya cahaya putih yang melintang mengikut garis lintang ufuk di sebelah Timur akibat pantulan cahaya matahari oleh atmosfer. Menjelang pagi hari, fajar ditandai dengan adanya cahaya samar yang menjulang tinggi (vertikal) di horizon Timur yang disebut Fajar Kadzib atau Fajar Semu yang terjadi akibat pantulan cahaya matahari oleh debu partikel antar planet yang terletak antara Bumi dan Mars. Beberapa menit kemudian cahaya ini seolah menyebar di cakrawala secara horizontal, dan inilah dinamakan Fajar Shadiq.
[2]. Fadhl bin Hasan Thabarsi, Majma’ al-Bayân fi Tafsir al-Qur’ân, Mukkadimah Muhammad Jawad Balaghi, jil. 2, hal. 504, Nashir Khusruw, Teheran, Cetakan Ketiga, 1372 S.