Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Selamat atas kelahiran Sayidah Zainab bt Ali bin Abi Thalib AS

1 Pendapat 05.0 / 5

Sayyidah Zainab bin Ali bin Abi Thalib (as), sejarah mencatat beliau (as) lahir pada tanggal 5 Jumadil Awwal tahun ke-5 H di Madinah. Sejak usia belia Sayyidah Zainab (as) di asuh oleh Nabi Muhammad (saww), Imam Ali (as) dan Sayyidah Fathimah (as). Dengan kata lain, beliau (as) dibesarkan dalam keluarga Nubuah ilahi, menyusu kepada wanita paling sempurna dari segala sisi dan usia, diberi asupan ruhaniah secara langsung oleh ayahnya yaitu Amirul Mu’minin Ali bin Abi Thalib (as). Oleh sebab itu Sayyidah Zainab (as) menikmati masa pertumbuhan ilahiah melalui keluarga nubuwah paling sempurna di seluruh jagad raya. Setelah wafatnya Rasulullah (saww) disusul dengan wafatnya Sayyidah Fathimah (as), ia diasuh dan dirawat oleh Umamah[1] wanita yang dikenal kesalehan dan ketaqwaannya kepada Allah SWT. Sayyidah Zainab (as) dalam keseluruhan dirinya terbungkus oleh warna-warna yang paling mulia dalam pendidikan, kehormatan, rahmat, martabat serta kasih sayang. Ia (salamullahi alaiha) belajar dari perilaku orang tuanya dan saudara-saudaranya yang memiliki kepribadian paling sempurna dalam segala aspek kepribadian dan kehidupan. Ia memiliki sifat-sifat mulia sehingga julukan Aqilah Bani Hasyim juga ia sandang.

 

Setiap kali ia mengunjungi Imam Husain (as), Imam (as) akan berdiri sebagai tanda penghormatan kepadanya. Jika Sayyidah Zainab (as) akan berziarah ke makam Rasulullah (saww) kakeknya, maka ayah dan kedua saudaranya akan menemaninya. Mereka juga akan memadamkan cahaya (lampu/obor) sehingga tak satupun orang dapat melihatnya.[2] Sayyidah Zainab (as) benar-benar pewaris nilai-nilai moralitas dan etika yang dimiliki oleh ayahnya, Imam Ali (as).

 

Ulama dari kalangan ahlussunnah seperti Syaikh Sulaiman Al-Qunduzi al-Hanafi[3] dalam Yanabiul Mawadah mencatat sebuah hadis yang dirawikan dari salah seorang sahabat Rasulullah (saww), yaitu Hudhaifah.

Hudhaifah berkata kepada Rabiah al-Sa’di :

 

“Dengarkan dan pahamilah, dan sampaikan kepada orang-orang. Aku (Hudhaifah) melihat Rasulullah (saww) dan mendengar beliau (saw) dengan telingaku ketika Al-Husain bin Ali datang kepadanya di atas mimbar dan ia (Al-Husain as) duduk di bahunya dan berkata.:

 

 Wahai manusia! Ini adalah Al-Husain, kakek dan neneknya adalah orang-orang terbaik. Kakeknya adalah utusan Allah dan pemimpin keturunan Adam…dan ini adalah al-Husain yang ayah, ibu, saudara laki-laki, dan saudara perempuannya adalah yang terbaik dari kalangan manusia…adiknya adalah Zaynab dan Ruqayyah…dan kedua saudara perempuannya (tersebut) akan berada di surga…”

 

Hadis dari lisan suci Rasulullah Al-Musthafa (saww) ini adalah bukti jelas kedudukan yang luar biasa dari Sayyidah Zainab (as) sekaligus menunjukkan kedudukan anggota keluarga  suci lainnya yang dianggap sebagai orang-orang terbaik dikalangan makhluk.

 

Muhammad bin Imran bertanya kepada Imam Ja’far Shadiq (as) apakah benar Rasulullah (saww) telah berkata dikarenakan Sayyidah Fathimah (as) dijaga kesuciannya, maka Allah mengharamkan api neraka atas keturunannya. Imam (as) menjawab : “Benar, keturunannya adalah Al-Hasan, Al-Husain, Zainab dan Ummu Kultsum”.

 

 

Ketika Rasulullah (saww) menyampaikan khutbah ghadir, Sayyidah Zainab (as) menyadari akan perintah Rasulullah (saww) dan kewajiban penghormatan umat kepada Ayahnya yaitu Imam Ali (as), dan pastinya beliau (alaiha salam) juga menyadari bahwa kepemimpinan Ayahnya adalah perintah Ilahi dan merupakan pilar agama islam.

 

Seperti dikatakan diawal, bahwa beliau dilahirkan dan dibesarkan dalam rumah nubuwah, yang mana wahyu turun dirumah tersebut, maka janganlah heran jika asupannya adalah asupan Ilahiah, dan inti makanannya adalah keimanan sejati, maka cinta kepada Allah adalah kealamiahannya, dan menjadi ciri khas dalam kepribadianya yang akhirnya menuntun dan mengokohkannya dalam kehidupannya yang penuh kesedihan atas perlakuan umat kakeknya kepada Ayah, Ibu dan saudara-saudaranya.

 

Tentunya kita masih ingat ucapannya ketika merebah disamping tubuh Imam Husain (as) yang dicabik-cabik pedang para durjana dari umat kakeknya sendiri di Karbala, ucapan yang akan menggetarkan hati siapapun yang mencintai keluarga nubuwah ini, sambil meletakkan kedua tangannya dibawah tubuh Imam Husain (as), ia berkata : “Ya Allah, terimalah pengorbanan dari kami..”, atau ketika ketika musuh-musuh menghinakan musibah yang dialami di Karbala, ia berkata :    “Maa ra’aitu ila jamilaa..” (tidak aku lihat kecuali keindahan). Inilah ucapan keteguhan imam sejati dari seorang wanita agung yang menggantikan peran Sayyidah Fathimah (as) di Karbala.  Kata-kata ini adalah contoh terbaik keagungan warisan kenabian. Ahlul Bait (as) menunjukkan islam haqiqi yang mengajarkan bahwa pengorbanan harus benar-benar murni hanya untuk Allah SWT.

 

Karena kehidupannya yang juga dipenuhi dengan kesedihan dan penderitaan yang tak terhitung, ia juga disebut sebagai Ummul Mashaib.

 

Membicarakan Sayyidah Zainab (as), diwaktu apapun, disaat apapun, dimanapun, tak akan dan tak bisa lepas dari kesedihan yang ia alami, walaupun kita sedang memperingati hari kelahiran Beliau (as), tanpa mengetahui keadaan beliau yang sesungguhnya, maka akan sedikit pelajaran yang akan kita ambil dari beliau secara khusus dan Ahlul Bait (as) lainnya secara umum. Mari kita lihat beberapa kesedihan dan penderitaan yang ia alami dalam waktu satu bulan, tidak termasuk kesedihan lain yang tak terhitung jumlahnya :

 

    1.Ia melihat Al-Hur (sebelum Al-Hur menjadi pasukan Imam as) menyerang dan menghadang Imam Husain (as) dan karavannya serta memaksa mereka tinggal dan menetap di tempat terpencil dan jauh dari pengikut sejatinya.
    2.Ia melihat perbandingan sedikitnya pengikut Imam Husain (as) di Karbala dengan begitu besarnya tentara musuh yang siap membantai mereka.
    3.Ia melihat para pengundang Imam (as) yang bergabung dengan tentara musuh di Karbala.
    4.Ia melihat wajah-wajah ketakutan dari wanita dan anak-anak dari kalangan Ahlul Bait (as) dan sahabat Imam (as).
    5.Ia melihat dan merasakan orang-orang dibantai dan sumber air bagi mereka di matikan (dicegah).
    6.Ia harus mengurus anak-anak dan wanita sementara mereka semua dalam tangisan dan kehausan.
    7.Ia menjadi saksi dan melihat langsung kesedihan wajah saudaranya yaitu Imam Husain (as).
    8.Ia harus menyaksikan dua putranya yang dibantai, sahabat-sahabat Imam (as) yang dibantai. Namun yang paling mengahancurkan hatinya adalah disaat Al-Abbas (as) dibunuh.
    9.Ia melihat dan mendengar teriakan Imam Husain (as) mencari bantuan dan berperang sendiri menghadapi musuh-musuh durjana.
    10.Ia melihat kepala suci Imam Husain (as) di penggal dan ditancapkan di ujung tombak.
    11.Ia melihat musuh menyerang dan membakar tenda.
    12.Ia harus mengumpulkan anak-anak yang tersebar  berlarian dan wanita yang melarikan diri ke gurun yang luas di Karbala.
    13.Ia harus melewati tubuh-tubuh bergeletakan dan tubuh Saudaranya tanpa kepala.
    14.Ia harus menaikkan satu per satu anak-anak dan membantu para wanita lainnya ke atas pelana unta untuk dibawa ke Damaskus.
    15.Ia harus mengerahkan segala upaya untuk ‘menghibur’ keponakannya sendiri yaitu Imam Sajjad (as), sedangkan dirinya dalam kesedihan yang luar biasa dan sulit untuk kita bayangkan.
    16.Ia harus berjalan melalui daerah-daerah sebagai tawanan yang diusir dari kota ke kota lainnya, sementara itu orang-orang melihat mereka (ahlul bait) sebagai pemberontak.

 

Semua itu hanya sebagian kecil dari jumlah kesedihan dan penderitaan yang hanya beliau sendiri yang tahu seberapa besar sakitnya. Syair dibawah ini digubah oleh Muhammad Ali Mujahidi untuk Sayyidah Zainab (as) :

 

Wahai Zainab, engkau adalah pengikut kitab suci

Yang mulutmu memiliki lisan Abu Turab

Yang pidato fasihmu seprti petir yang marah dan menyala

Petir yang Nuh telah menggantungkan harapan-harapannya

Dalam pengungkapan pidatomu, engkau seperti Singa Allah

Ketajaman lidahmu seperti pedang Al-Murtadha

Wahai engkau putri mulia dari seorang pelanjut Nabi yang di sucikan Allah

Pidatomu telah menyelesaikan pedang Ali

Perintahmu “DIAM..!” membuat jiwa melayang dari badan

Wahai Engkau manifestasi ayat “La Taqnatu”[4]

Ketika lonceng unta mendengar perintahmu,

Ia segera mendiamkan diri, tak berbunyi.

 

Wahai anak terkasih Imam Ali, ulangi sekali lagi untuk kami

Cerita duka Ayahmu yang mulia – Imam Ali (as)

Ceritakan kepada kami kesyahidannya di masjid Kufah

Dan tentang darah sucinyanya, yang mengairi pohon palma keimanan

Yang menceritakan rahasia yang ia sembunyikan dengan keluh kesah

Karena kesendiriannya, ia ceritakan duka laranya pada dinding

 

Ulangi sekali lagi kepada kami, tragedi mengerikan pasak pintu

Dan ibumu yang di dorong dengan kasar ke pintu dan dinding

Ceritakan kepada kami janinnya yang masih muda dan jatuhnya yang tiba-tiba

Dan misteri kuburnya  yang selamanya tak pernah diketahui dimana

 

Ceritakan kepada kami tentang Al-Mujtaba- putra Ali lainnya

Duka mengerikan yang menimpa orang suci ini – Putra dari yang suci

Dan tragedi bagaimana ia di racun istrinya sendiri

Tragedi mengerikan, yang membuat warna langit menjadi merah

 

Wahai Zainab al-Kubra, Lilin menyala karbala

Wahai engkau yang masih selamat dari pembakaran tenda

Ulangi lagi cerita duka, penyiksaan dan luka karbala

Cerita besar kepahlawanan dan kepengecutan

 

Ceritakan kembali kepada kami tentang pembakaran pohon kurma muda

Dan bagaimana ia dicabut dari akar-akarnya dan dihancurkan semuanya

 

Ceritakan kepada kami kantong air yang mulutnya kering

Dan tentang kehausan, tangisan, ratapan dan cucuran air mata

Eufrat dan ketidakberdayaan aliran airnya

Dan tangisan yang meledak dan ratapan  yang memilukan airnya

 

Ceritakan kepada kami kemalangan yang menimpa di majlis Yazid (LA)

Dan bacaan Al-Qur’an yang  diucapkan kepala yang ditancapkan pada tombak

 

Ceritakan tentang kepala yang tertutup debu dan darah

Kepala bercahaya yang agung seperti warna bunga tulip

Ceritakan kepada kami tentang bunga dengan mulut berdarah itu

Dan bibir berdarahnya yang dipukul-pukul dengan tongkat bambu

 

Betapa mengerikan tragedi yang terjadi dihatimu yang remuk?

 

Betapa banyak duka, derita dan kehilangan yang menimpamu wahai Mawlati Wahai Fathimah,

Jika engkau memiliki kehormatan untuk layak bersanding dengan Ali,

Dan kemuliaan berlaku sebagai Ibu Al-Mustahfa..

Peran Zainab jauh melampaui sekedar saudara dalam membela saudara-saudaranya..

Ia bahkan menempati peranmu..

Siapa lagi, KECUALI ENGKAU yang dapat membesarkan putri semacam itu??

Ibu Permata yang melahirkan permata sedemikian indah.!

 

 

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

 

 CATATAN KAKI :

 

[1] Atas keinginan Sayyidah Fathimah (as), Imam Ali (as) menikah dengan Umamah setelah wafat Sayyidah Fathimah (as). Umamah sangat dihormati oleh Rasulullah (saww). Dalam wasiatnya kepada Imam Ali (as), Sayyidah Fathimah mengatakan bahwa Umamah sangat menyayangi anak-anak Fathimah (as).

[2] al-Mu’jam al-Kabir oleh Thabarani

[3] Ulama Sunni Ismail Basya Al-Baghdadi mencatat : “Al Qunduzi – Sulayman ibn Khuwajah Qalan Ibrahim ibn Baba Khawajah al-Qunduzi al-Balkhi as-Sufi Al Husaini, tinggal di Qustantinya, lahir pada tahun 1220 H dan wafat 1294″ (Hidyat al Arifin, j.1, h. 408). “Sualyman putra dari Khuwajah Ibrahim Qubalan Al-Husaini Al-Hanafi Al-Naqshbandi al-Qunduzi : Seorang yang shaleh, berasal dari Balakh, wafat di kota Qustantinya, ia memiliki kitab “Yanabiul Mawaddah” yang berisi tentang keutamaan Rasulullah dan Ahlul Baitnya”. (Al-A’lam , j.3, h.125).

Syaikh Sulaiman Al-Hanafi adalah salah satu Mufti Agung Konstantinopel dan Ketua Kekhalifahan Utsmani, pusat islam Sunni pada masanya. Sangat tidak logis beliau dikatakan sebagai orang yang bermazhab Syiah, dan apakah logis orang syiah menjadi mufti agung dalam kekahlifahan Ustmani tersebut? Sedangkan Ottoman sangat tidak suka dengan Syiah atau siapapun yang cenderung kepada Syiah! Bahkan sejarah tidak mencatat adanya pengusiran atau tuduhan kepada Syaikh Sulaiman al-Hanafi pada saat penulisan kitab beliau yang agung yaitu Yanabiul Mawaddah, jika memang beliau syiah maka pemerintahan Ottoman pada saat itu pasti akan menyingkirkannya. Sangat aneh jika dikatakan bahwa Syaikh Sulayman yang bermazhab Hanafi ini di tuduh sebagai Syiah! Kenyataannya beberapa ulama Sunni (Mazhab Hanafi) seperti : Saim Khisthi al-Hanafi dalam Musykil Kushah mengutip banyak Hadits dari Yanabiul Mawaddah yang disusun oleh Syaikh Sulaiman al-Hanafi. Dr. Muhamad Tahirul Qadri ( Hub Ali , hal.28) mengacu pada Yanabiul Mawaddah ketika mengutip Hadis mengenai keutamaan Ahlul Bait (as). Mufti Ghulam Rasul (Hasab aur Nasab, j.1 h.191, London) juga mengacu pada Yanabiul Mawadah ketika mengutip hadis keutamaan Ahlul Bait (as).

Jika memang Syaikh Sulayman Al-Hanafi dikatakan Syiah oleh kaum Nawashib lalu apakah beberapa ulama terkemuka Mazhab Hanafi yang disebutkan diatas begitu bodoh atau buta huruf hingga mereka mengutip catatan ulama Syi’ah (yang kata mereka jangan percaya dengan orang syiah) bagi para pembaca Sunni?. Alasan paling dasar dibalik “pengecapan” dengan menyatakan figur yang sebenarnya Sunni sebagai Syiah oleh kaum Nawashib adalah karena ulama sejati seperti Syaikh Sulayman Al-Hanafi dianggap berpihak kepada Syiah hanya karena banyak mencatat hadits Rasulullah (saww) yang mana riwayatnya banyak dianggap sesuai dengan keyakinan Syiah!

[4] لَا تَقْنَطُوا = Jangan berputus asa