Sayidah Zainab as; Perempuan Pemberani
Sekalipun tidak hidup dalam periode Imam Husein as, tapi
kini kami menyaksikan segala bentuk kezaliman,
penindasan, peperangan, kemunafikan dan penyimpangan.
Lalu bagaimana kami dapat memahami kondisi ini? Oleh
karenanya, kami memutuskan untuk bangkit membela
kebenaran. Pembelaan ini tidak terbatas hanya pada satu
makam suci, tapi pembelaan terhadap kemanusiaan dan
kebebasan. Hal yang telah dibangun oleh Imam Husein dan
Sayidah Zainab as dalam sejarah kemanusiaan.”
Ucapan sebelumnya berasal dari seorang syuhada pembela
makam suci Ahlul Bait as dan pendukung makam suci Sayidah
Zainab as. Perempuan agung yang telah melewati satu
periode sejarah dengan metode dan gaya hidupnya.
Kemampuannya melihat kondisi zamannya yang penuh dengan
kezaliman memaksanya bangkit melawan semua itu. Sayidah
Zainab as dengan bijak terlibat langsung dengan
kebangkitan Imam Husein as dan tegar menghadapi
kezaliman.
Partisipasi Sayidah Zainab as dalam kebangkitan ini untuk
mencegah Yazid dan para pengikutnya menghitamkan sejarah
kemanusiaan. Kini para pemuda pencari kebenaran dan
keadilan bangkit mempersiapkan dirinya dengan menapaki
nilai-nilai yang ditorehkan perempuan agung ini. Karena
setiap harinya mereka menyaksikan para pemuda dari
Lebanon, Irak, Suriah, Afghanistan dan Iran yang mereguk
cawan syahadah membela Ahlul Bait di Suriah. Banyak dari
mereka yang mengorbankan nyawanya saat berperang melawan
teroris Takfiri di sana.
Posisi perempuan dalam agama-agama memiliki pengaruh
besar dalam akidah, perilaku sosial, tradisi dan budaya
di sekitarnya. Islam yang memuliakan perempuan pada
hakikatnya melindungi pribadinya baik secara alami maupun
dalam hukum. Kesetaraan perempuan dan pria sebagai
manusia dalam Islam menunjukkan keduanya merupakan bagian
tak terpisahkan dari sebuah masyarakat dan pelengkap
manusia. Keberadaan perempuan dan pria menjadi jaminan
keselamatan masyarakat dan pelindung nilai-nilainya.
Setiap dari keduanya memiliki tanggung jawab sendiri-
sendiri dalam sebuah masyarakat dan ini menunjukkan
derajat pribadi perempuan dan kesamaannya dengan pria.
Ini merupakan keniscayaan sosial bahwa perempuan memahami
tanggung jawab sosialnya dan melaksanakan peran utamanya
di tengah masyarakat. Perempuan muslim harus memainkan
peran aktif dalam menjalankan tanggung jawab sosialnya
lalu melaksanakan peran hakikinya. Dalam hal ini, Sayidah
Zainab as merupakan contoh perempuan teladan dalam
menjalankan tanggung jawab sosialnya.
Sayidah Zainab as merupakan perempuan pemberani yang
menjadi pengawal dan penyampai pesan Asyura sepeninggal
Imam Husein as. Beliau meninggal dunia saat melakukan
perjalanan menuju Syam bersama suaminya Abdullah bin
Jakfar. Kemudian jasad beliau dikebumikan di tempat
tersebut. Sayidah Zainab as berhasil mencerahkan jalan
yang diperjuangkan kakeknya Rasulullah Saw. Beliau
mewarisi semangat melawan kezaliman dari ibunya, Fathimah
dan ayahnya Imam Ali as. Kefasihannya mampu mengungkap
kebenaran dan membongkar kezaliman.
Sepanjang hidupnya, Sayidah Zainab as dipanggil dengan
banyak sebutan seperti Aqilah Bani Hasyim, Umm al-
Mashaib, Arifah, Amilah, Zahidah, Bakiyah dan Shiddiqah
Shugra. Sementara dari sisi keilmuwan beliau sempat
mengajari tafsir al-Quran para perempuan muslim selama
ayahnya tinggal di Kufah. Begitu juga selama Imam Zainal
Abidin as sakit, beliau menjadi rujukan masyarakat dalam
masalah syariat. Sejatinya, salah satu keutamaan beliau
adalah ketinggian derajat keilmuwannya.
Sayidah Zainab as selama hidupnya dikenal sebagai
cendekiawan, orator dan wakil khusus Imam Husein as dalam
menjelaskan hukum halal dan haram. Pesan Asyura yang
dibawa beliau telah disampaikan kepada seluruh perempuan
muslim. Tidak hanya menyampaikan, tapi beliau menjelaskan
dengan seksama dan detil risalah Imam Husein as. Selama
hidupnya, Sayidah Zainab as menjadi pendukung para
pejuang Islam dan senantiasa melakukan upaya-upaya sosial
guna mendidik para calon pejuang Islam disertai dengan
sikap menjaga kehormatan diri dan agama.
Keberanian merupakan satu karakter kuat yang ada dalam
diri Sayidah Zainab as. Beliau begitu tegar saat
menghadapi musuh dan bangkit melawan kezaliman dengan
segala apa yang dimilikinya, bahkan nyawanya sekalipun.
Itulah mengapa beliau juga dipanggil dengan sebutan
”Singa Bani Hasyim”. Karena beliau dengan gagah berani
meneriaki musuh dan mencela perbuatan mereka tanpa takut
sedikitpun. Pedang yang masih mengalirkan darah tidak
dapat menakutinya.
Zainab tidak menghiraukan kekuasaan Ibnu Ziyad, Gubernur
Kufah saat memasuki ruangannya dan lebih memilih duduk di
sudut ruangan. Tanpa memperhatikan pertanyaan yang
diajukan Ibnu Ziyad, beliau menyebutnya sebagai orang
fasik dan fajir. Beliau berkata, “Segala puji kepada
Allah yang memuliakan kami dengan kenabian Muhammad Saw
dan mensucikan kami dari kotoran. Sesungguhnya yang fasik
bakal terungkap, para pelaku keburukan adalah pembohong
dan ia bukan dari kami.”
Begitu pula ketika mendengar umpatan Yazid, Sayidah
Zainab as kembali menunjukkan keberaniannya. Beliau
mengatakan, “Saya melihatmu sangat kecil untuk menjadi
lawan bicaraku. Tapi saya tidak dapat menolak kenyataan
bahwa masyarakat telah melenceng dari kebenaran dan
memberikanmu kekuasaan. Dengan kekuasaan ini, engkau
mendapat kesempatan untuk menggugursyahidkan putra Nabi
Allah Saw. Begitu juga engkau berkesempatan menjadikan
keluarganya sebagai tawanan dan mendudukkannya di majelis
ini.”
Ayatullah Sayid Ali Khamenei, Pemimpin Besar Revolusi
Islam Iran menilai pribadi Sayidah Zainab as sangat agung
dan tepat dalam melakukan manajemen krisis. Beliau
berkata, “Nilai dan keagungan Sayidah Zainab as
dikarenakan sikap dan gerakan agung kemanusiaan yang
dilakukan berdasarkan kewajiban ilahi. Perbuatan dan
bentuk gerakannya yang memberikan keagungan kepada
pribadinya. Beliau bukan perempuan yang tidak memiliki
ilmu pengetahuan, bahkan Sayidah Zainab as telah mencapai
puncak keimuwan.
Ketika krisis tengah mencapai puncaknya, dimana orang
terkuatpun tidak memahami apa yang harus dilakukan,
Sayidah Zainab as memahami apa yang harus dilakukan.
Beliau mendukung Imamnya dan mempersiapkan dirinya untuk
syahid. Pasca kesyahidan Imam Husein as, ketika dunia
dipenuhi kezaliman dan jiwa manusia dalam kegelapan,
perempuan agung ini bak cahaya yang bersinar terang.
Sayidah Zainab as telah sampai pada derajat, dimana hanya
manusia-manusia agung dalam sejarah kemanusiaan, yakni
para nabi, yang telah sampai ke sana.”