Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Imam Ali Menjemput Kesyahidan

1 Pendapat 05.0 / 5

Kerinduan Imam Ali terhadap kesyahidan bersumber dari

keimanan dan keyakinan yang kuat kepada Allah swt. Pada

prinsipnya, manusia mulia seperti Imam Ali senantiasa

menjalani kehidupannya di dunia dengan memperhatikan

masalah akhirat. Beliau bukan hanya tidak takut kepada

kematian. Tapi lebih dari itu, kerinduannya yang besar

kepada Yang Maha Kuasa membuatnya ingin segera menjemput

kesyahidan.

 

Di malam hijrah Rasulullah Saw dari Mekah ke Madinah,

Imam Ali bin Abi Thalib menggantikan beliau di tempat

tidurnya.Tentu saja, tindakan seperti ini butuh

keberanian tinggi, karena berhadapan dengan ancaman

kematian. Tapi Ali bin Abi Thalib tidak takut. Yang ada

di pikirannya hanya pengorbanan demi Rasulullah Saw dan

ridha Allah swt. Terkait peristiwa ini, Allah swt dalam

al-Quran menjelaskan pengorbanan Ali bin Abi Thalib.

Dalam surat al-Baqarah ayat 207, Allah swt berfirman,

"Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan

dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha

Penyantun kepada hamba-hamba-Nya."

 

Tidak hanya itu, Ali bin Abi Thalib hadir membela Nabi

Muhammad Saw dalam perang Uhud. Pada perang yang

menimbulkan kekalahan akibat kelengahan sebagian Muslim

itu, banyak mujahid yang gugur syahid di medan perang

termasuk paman Nabi Hamzah. Ali bin Abi Thalib bersama

sedikit Muslim mengorbankan dirinya demi membela Nabi

Muhammad Saw dari serangan musuh. Ketika itu, malaikat

Jibril berkata, "Tidak ada lelaki seperti Ali dan tidak

ada pedang laksana Zulfiqar".

 

Setelah perang tersebut, Imam Ali menyaksikan sekitar 70

orang Muslim syahid. Beliau pun terluka parah. Ali bin

Abi Thalib kecewa, karena tidak syahid bersama mujahid

lainnya. Rasulullah Saw yang mengetahui kondisi tersebut

bersabda, "Aku kabarkan berita besar untukmu, engkau akan

syahid nanti".

 

Sekian lama Ali bin Abi Thalib menantikan kematian di

jalan Allah swt. Beliau selalu teringat sabda Rasulullah

saw tentang datangnya kesyahidan menjemputnya. Rasulullah

berkata kepada Ali, "Ya, itu pasti akan terjadi, tapi

bagaimana dengan kesabaranmu ?" Ali menjawab, "Ketika itu

bukan masalah kesabaran, tapi kabar gembira". Dua hari

sebelum kesyahidannya, setelah pedang Ibnu Muljam menebas

tubuh Imam Ali yang sedang menunaikan shalat, beliau

berkata, "Demi Tuhan Kabah aku bahagia". Ya, Amirul

Mukminin syahid di jalan Allah swt, dan tidak ada

sedikitpun ketakutan dalam hatinya ketika menjemput

kematian.

 

Hanya satu yang dipikirkan Ali, apakah ketika beliau

meninggal dunia dalam kondisi menegakkan agama Islam atau

tidak. Sebab, sejumlah sahabat Rasulullah yang mukmin,

setelah wafatnya Nabi Muhammad Saw memilih jalan lain.

Tapi Rasulullah Saw sangat percaya dan meyakini keimanan

Ali bin Abi Thalib. Bahkan berulangkali Rasulullah

menunjukkan keutamaan Ali.

 

Suatu hari ketika Rasulullah Saw menyampaikan khutbah

mengenai keutamaan di bulan suci Ramadhan, Ali bertanya,

"Wahai Rasulullah Saw, apa perbuatan terbaik di bulan ini

?". Rasulullah saw menjawab. "Bertakwalah dan jauhi

maksiat". Tapi seketika Rasulullah terlihat bersedih,

ketika melihat wajah Ali bin Abi Thalib. Lalu Ali

menanyakan sebab kesedihan mertuanya itu. Rasulullah

bersabda, "Wahai Ali! Kesedihanku karena penistaan dan

kezaliman yang dilakukan orang lain terhadapmu yang

terjadi di bulan [Ramadhan] ini. Aku seperti melihatmu

enggkau sedang menunaikan shalat, lalu orang yang

dilaknat masa lalu dan masa mendatang, yang tidak lain

dari saudara pembunuh unta Tsamud menebaskan pedangnya

mengenai kepalamu hingga mihrab dipenuhi darah".

 

Mendengar sabda Rasulullah Saw, Ali bertanya, "Apakah

ketika itu agamaku selamat dan terjaga?" Rasulullah Saw

bersabda, "Ya, ketika itu agamamu selamat." Lalu,

Rasulullah Saw mengungkapkan kalimat indah bahwa Ali

adalah penerusnya.

 

Berita gembira mengenai kesyahidan Imam Ali membuat

beliau senantiasa menantikan kedatangan ajal di jalan

Allah swt menjemputnya. Bahkan, dalam beberapa hari di

akhir hayatnya beliau seperti mengetahui penantian

panjangnya akan berakhir. Meskipun mengetahui akan

kesyahidannya langsung dari Nabi Muhammad Saw, tapi

beliau tetap menjalankan tugasnya mengabdi dan melayani

sesama demi meraih ridha Allah swt. Terkait hal ini, Ali

berkata, "Merugilah orang yang malas dan tidak

memperdulikan kehidupan dunianya. Sebab orang yang tidak

memperhatikan dunianya, dalam masalah akhiratpun lebih

malas dan tidak perduli".

 

Imam Ali adalah pekerja keras. Beliau dengan tangannya

sendiri menggali banyak sumur. Ulama terkemuka Sunni, Ibn

Abil Hadid menjelaskan tentang keutamaan Imam Ali, "Ia

bekerja dengan tangannya sendiri. Menggali tanah dan

menyiraminya. Menanam kurma dan setelah berbuah

mewakafkan kebun itu untuk orang-orang miskin". Tidak

sedikit sumur yang digali Imam Ali diwakafkan untuk orang

lain yang membutuhkan demi mencari ridha Allah swt.

 

Puncak penghambaan dan ketaatan Imam Ali bin Abi Thalib

terhadap perintah Allah swt terjadi selama lima tahun

kekhilafahannya. Beliau menjadi khalifah umat Islam demi

menjalankan perintah ilahi serta mewujudkan hak orang-

orang yang tertindas dan menegakkan keadilan. Tujuan suci

yang diwujudkan Imam Ali menimbulkan kekecewaan sejumlah

orang yang merasa terancam kepentingannya.

 

Akhirnya, mereka memberontak dan menghalangi terwujudkan

keadilan yang sedang ditegakkan oleh Imam Ali. Tapi

dengan keberaniaannya, Imam Ali tetap menjalankan

tanggungjawabnya melaksanakan perintah Allah dan memenuhi

hak sesama manusia. Selain menghadapi orang yang haus

kuasa dan gila harta, Imam Ali berhadapan dengan orang-

orang jahil dan beliau syahid di tangan mereka di mihrab

masjid Kufah.

 

Hingga kini begitu banyak pernyataan para ilmuwan Muslim

dan non-Muslim mengenai kedudukan tinggi dan keutamaan

Imam Ali bin Abi Thalib. Setelah Imam Ali dimakamkan,

Imam Hassan naik ke atas mimbar, dan dalam keadaan

bersedih berkata, "Tadi malam, seorang lelaki

meninggalkan dunia ini. Di antara orang yang menjadi

pemuka Islam tidak ada menyamainya selain Rasulullah Saw.

Beliau berjihad bersama Rasulullah Saw dan memanggul

bendera risalah di pundaknya sementara malaikat Jibril

dan Mikail mendukungnya. Di malam yang dinugerahi rahmat

Allah, ketika Al-Quran turun malam itu kepada Rasulullah

dan Nabi Isa putra Maryam diangkat ke langit, serta Yusya

bin Nun syahid.... Ayahku tidak mewariskan harta dan

kekayaan duniawi bagi kami, kecuali 700 dirham untuk

keluarga...."