Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Syaikhul Masyayikh, Muhammad Al-Kulaini

0 Pendapat 00.0 / 5


Kelahiran

Faqih dan perawi hadis mazhab Syi‘ah yang paling tersohor pada belahan kedua abad ketiga dan belahan pertama abad keempat tahun Hijriah adalah Tsiqatul Islam Syaikh Muhammad al-Kulaini. Ia dilahirkan pada masa kepemimpinan Imam Kesebelas mazhab Syi‘ah, Imam Hasan al-‘Askari di dalam pelukan sebuah keluarga yang terkenal dengan kecintaannya kepada Ahlulbait as. Keluarga ini berdomisili di sebuah desa bernama Kulain yang terletak sekitar 38 km dari kota Rei. Ayahnya, Ya‘qub bin Ishaq adalah seorang ayah yang memiliki keutamaan luhur dan berjiwa suci. Dari sejak masa kecil, ia mengawasi langsung pendidikan putranya dan dengan tindakan, ia mengajarkan etika Islam kepadanya.

Pendidikan

Setelah memetik buah pengetahuan etika dari ayahnya, ia melanjutkan pendidikan di bawah asuhan langsung pamannya. Pamannya adalah juga seorang perawi hadis dan pecinta mazhab Ahlulbait as yang tersohor. Di bawah asuhan pamannya ini, Muhammad mengenal sumber-sumber ilmu hadis dan Rijal. Setelah berhasil melalui jenjang pendidikan permulaan, dengan tujuan untuk menempuh kesempurnaan insani, ia berpindah ke kota Rei yang pada waktu itu memiliki prestasi keilmuan yang sangat istimewa.

Para Guru

Syaikh al-Kulaini telah menimba ilmu pengetahuan dari para guru yang pada masa mereka masing-masing dikenal sebagai ulama jenius. Di antara para gurunya adalah sebagai berikut:

a. Ahmad bin Muhammad bin ‘Ashim al-Kufi.

b. Hasan bin Fadhl bin Zaid al-Yamani.

c. Muhammad bin Hasan ash-Shaffâr.

d. Sahl bin Ziyad al-Adami ar-Razi.

e. Muhammad bin Hasan ath-Tha’i.

f. Muhammad bin Ismail an-Naisyaburi.

g. Ahmad bin Mehran.

h. Ahmad bin Idris al-Qomi.

i. Abdullah bin Ja‘far al-Himyari.

Para Murid

Sangat banyak para fuqaha dan perawi hadis mazhab Syi‘ah yang pernah menimba ilmu dari Syaikh al-Kulaini, di antaranya:

a. Ibn Abi Rafi’ ash-Shaimuri.

b. Ahmad bin Ahmad al-Katib al-Kufi.

c. Ahmad bin Ali bin Sa’id al-Kufi.

d. Abu Ghalib Ahmad bin Zurari.

e. Ja‘far bin Muhammad bin Qawlawaeh al-Qomi.

f. Ali bin Muhammad bin Musa ad-Daqqaq.

g. Muhammad bin Ibrahim an-Nu’mani yang lebih dikenal dengan sebutan Ibn Abi Zainab.

h. Muhammad bin Ahmad ash-Shafwani.

i. Muhammad bin Ahmad as-Sinani az-Zahiri yang bermukim di kota Rei.

j. Muhammad bin Ali Jiluyeh.

k. Muhammad bin Muhammad bin ‘Isham al-Kulaini.

l. Harun bin Musa.

Karya Tulis

Banyak sekali karya tulis Syaikh al-Kulaini yang masih dapat kita nikmati bersama, di antaranya:

a. Kitab ar-Rijâl.

b. Kitab ar-Radd ‘alâ al-Qarâmithah.

c. Kitab Rasâ’il al-Aimmah as.

d. Kitab Ta‘bir ar-Ru’yâ.

e. Kumpulan syair yang memuat kasidah-kasidah yang pernah dilantunkan para penyair tentang manaqib Ahlulbait as.

f. Kitab al-Kâfî. Kitab ini adalah karya al-Kulaini yang paling spektakuler. Kitab ini memiliki tiga klasifikasi:

1. Ushûl al-Kâfî.

2. Furû‘ al-Kâfî.

3. Raudhah al-Kâfî.

Ushûl al-Kâfî memuat 16199 hadis yang berasal dari Rasulullah saw dan para imam ma’shum as, dan berisi tiga puluh kitab (baca: bab).

Karya al-Kulaini yang paling terkenal adalah kitab al-Kâfî. Imam Mahdi as—seperti pernah diriwayatkan—pernah berkata, “Kitab al-Kâfî adalah cukup bagi para pengikut kami.”

Al-Kâfî adalah buku pertama dari empat buku referensi hadis Syi‘ah (al-Kutub al-Arba’ah). Tiga kitab yang lain adalah:

a. Man Lâ Yahdhuruh al-Faqih, karya Syaikh ash-Shaduq.

b. At-Tahdzîb, karya Syaikh ath-Thusi.

c. al-Istibshâr, karya Syaikh ath-Thusi.

Keempat kitab referensi hadis ini adalah tempat rujukan para ulama, ahli hadis, dan para mujtahid mazhab Syi‘ah Imamiah dalam menyimpulkan sebuah hukum syariat.

Komentar Para Ulama

Syaikh an-Najasyi berkomentar, “Pada zamannya, ia adalah tokoh dan panutan para pengikut Syi‘ah di kota Rei, dan lebih banyak mencatat hadis dari para ahli hadis yang lain. Di samping itu, ia adalah orang yang paling dapat dipercaya dibandingkan dengan ulama yang lain.”

Ibn Thawus berkata, “Ke-tsiqah-an dan amanat Syaikh al-Kulaini disepakati oleh seluruh ulama.”

Ibn Atsir berkomentar, “Pada abad ke-3 Hijriah, ia telah berhasil meniupkan napas baru ke dalam tubuh mazhab Syi‘ah. Ia adalah seorang ulama yang besar dan terkenal di dalam mazhab tersebut.”

Ibn Hajar al-‘Asqallani berkata, “Al-Kulaini adalah salah seorang panutan dan ulama mazhab Syi‘ah pada masa kekuasaan Muqtadir al-Abbasi.”

Muhammad Taqi al-Majlisi berkomentar, “Yang benar adalah di kalangan para ulama mazhab Syi‘ah, seorang ulama seperti al-Kulaini tidak pernah terlahirkan. Barang siapa merenungkan hadis dan tata letak bukunya secara teliti, ia akan memahami bahwa ia selalu mendapatkan pertolongan Allah.”

Periode Hijrah

Masa Syaikh al-Kulaini hidup selayaknya kita beri nama “abad penulisan hadis”. Sebuah kebangkitan untuk menemukan, mendengarkan, dan menulis hadis telah mendominasi seluruh penjuru pemerintahan Islam kala itu. Dan al-Kulaini adalah salah seorang ulama yang merasa haus terhadap ilmu hadis. Dengan modal pengenalan yang mapan terhadap masanya dan pemahaman atas realita bahwa masa tersebut adalah sebuah periode transisi bagi mazhab Syi‘ah dimana jika seluruh hadis telah berhasil melewati masa transisi ini, maka mazhab Syi‘ah akan dapat hidup dengan selamat dan terjauhkan dari setiap penyelewengan, al-Kulaini harus rela meninggalkan kota Rei dengan segala keindahan dan daya tariknya untuk mengumpulkan hadis dan riwayat, meskipun para pecinta Imam Ali as telah berhasil menguasai daerah itu, untuk menuju kota Qom, kota para perawi hadis. Meskipun kota Qom dikenal sebagai pusat mazhab Syi‘ah dan dapat mampu menghilangkan dahaga para pencari kalam suci Ahlulbait as, kehausan al-Kulaini terhadap air Zamzam kalam Ahlulbait as memaksanya untuk meninggalkan kota suci tersebut demi mencari hadis dan riwayat-riwayat yang belum pernah didengarnya.

Dengan tujuan ini, ia mulai berhijrah dan meninggalkan kota suci Qom dengan segala nilai spiritualnya demi menitih jalan-jalan setapak menuju kota dan desa-desa lain. Al-Kulaini telah menyinggahi banyak kota dan desa. Setiap kali ia menjumpai orang yang menyimpan hadis-hadis Ahlulbait as, ia pasti mencatatnya.

Kota Kufah adalah salah kota yang pernah ia singgahi. Pada masa itu, Kufah dikenal sebagai pusat ilmu pengetahuan yang besar dan selalu mengundang orang-orang yang haus atas hadis untuk singgah di situ. Di kota ini, hidup seorang ulama yang bernama Ibn ‘Uqdah. Kemampuannya menghafal hadis menjadi buah bibir masyarakat di seluruh penjuru negeri. Ia menghafal seratus ribu hadis dengan sanadnya dan memiliki banyak karya tulis. Salah satu karya tulisnya yang paling berharga adalah buku “Rijâl Ibn ‘Uqdah”. Di dalam bukunya ini, ia menyebutkan nama-nama para murid Imam ash-Shadiq as yang berjumlah empat ribu orang. Ia juga meriwayatkan banyak riwayat dari beliau. Buku ini masih dapat ditemukan hingga masa Syaikh ath-Thusi hidup. Akan tetapi, setelah masa Syaikh, buku ini mengalami peristiwa tragis seperti yang pernah dialami oleh buku-buku warisan kebudayaan Ahlulbait as lainnya.

Setelah menimba ilmu dari puluhan guru dan perawi hadis di berbagai desa dan kota, pada akhirnya al-Kulaini sampai di kota Baghdad. Lama hijrah al-Kulaini tidak dapat diketahui secara pasti. Tapi, hal ini tidak diragukan lagi bahwa selama menjalani masa hijrah itu, ia telah menunjukkan ketinggian ilmu dan keutamaan spiritualnya dan melukiskan satu gambaran yang sempurna dari seorang ulama Syi‘ah di dalam benak masyarakat sehingga ketika ia memasuki kota Baghdad, mereka tidak menganggapnya sebagai orang yang baru dan asing.

Kedudukan Ilmiah

Dengan segala keberanian dapat kita katakan bahwa al-Kulaini adalah ulama yang paling tersohor pada masanya; masa usaha para perawi hadis dan ulama besar, lebih-lebih para wakil khusus Imam Mahdi as untuk mengembangkan mazhab Syi‘ah. Tsiqatul Islam Syaikh Muhammad al-Kulaini hidup semasa dengan empat wakil khusus Imam Mahdi as yang telah menjalankan tugas sebagai jembatan relasi antara masyarakat Syi‘ah dengan beliau selama enam puluh sembilan tahun. Meskipun keempat wakil tersebut adalah para faqih dan perawi hadis besar mazhab Syi‘ah dan para pengikut mazhab Syi‘ah mengagungkannya, tetapi al-Kulaini adalah seorang figur yang lebih tersohor sehingga ia dapat hidup dengan penuh kehormatan di kalangan para pengikut mazhab Syi‘ah dan Ahlusunah, serta menyebarkan mazhab dan seluruh keutamaan Ahlulbait as secara terang-terangan. Seluruh ulama dari setiap periode memujinya karena kebenaran ucapan dan tingkah laku, serta kemampuannya menguasai seluruh hadis secara sempurna.

Wafat

Setelah tujuh puluh tahun menjalani kehidupan fana ini dan setelah dua puluh tahun usaha keras untuk menulis buku al-Kâfî dan menanggung segala kesulitan dan keterasingan, al-Kulaini harus meninggalkan dunia yang fana ini. Ia meninggal dunia pada bulan Sya’ban 329 Hijriah. Tahun wafatnya dikenal dengan sebutan tahun “keruntuhan bintang-gumintang”; tahun dimana langit dunia fana ini kehilangan banyak ulama besar. Seorang ulama kenamaan Baghdad, Abu Qirath menyalatinya dan para pengikut Syi‘ah menguburkannya di Bab Kufah, Baghdad. Pada tahun ini juga, dengan meninggalnya wakil Imam Mahdi yang terakhir, Ali bin Muhammad as-Samuri, periode Ghaibah Kubra dimulai.