Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Al-Quran Sunni-Syiah Satu, Tiada Perobahan dalam Al- Quran

1 Pendapat 05.0 / 5

Semakin banyak tulisan yang menyebutkan bahwa kaum

Syiah memiliki Al-Quran yang berbeda, hal ini menjadi

salah satu alasan kafirnya Syiah dari sekian banyak

tuduhan yang tidak berdasar. Tuduhan yang mengatakan

bahwa kaum Syiah mempunyai Al-Quran yang berbeda

sangatlah tidak adil.

Kaum Syiah meyakini tidak terjadinya tahrif di dalam

Al-Quran dari zaman kapan pun sampai zaman kapan pun.

Bukankah Allah Azza wa Jalla berfirman dalam surah Al-

Hijr ayat 9, “Sungguh Kamilah yang menurunkan Al-Quran

dan sungguh Kamilah yang menjaganya.”

Tidak dapat disangkal bahwa di dalam kitab hadis Syiah

terdapat riwayat yang menyebutkan hal tersebut, namun

perlu diingat bahwa kitab tersebut, Al-Kafi, bukanlah

kitab hadis yang shahih, sebagaimana Shahih Bukhari

atau Muslim.

Seorang ulama Syiah, Sayid Hasyim Ma’ruf Al-Hasani,

pernah melakukan penelitian dan menyatakan bahwa Al-

Kafi berisi 16.199 hadis; diantaranya 5.072 dianggap

shahih, 144 hasan, 1128 nuwatstsa’, 302 qawiy, dan

9.480 hadis dhaif. Pengklasifikasian itu pun baru

berdasarkan keabsahan sanad, belum isinya (matan).

Penolakan Tahrif (Perobahan) Al-Quran oleh Ulama Syiah

Abu Ja’far Muhammad ibn Ali ibn Husain ibn Babawaih

Al-Qummiy (Ash-Shaduq): “Keyakinan kita tentang Al-

Quran yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi

Muhammad SAW yaitu ada di antara dua sisi kitab yang

berada di tangan kaum Muslim dan tidak lebih dari itu.

Maka barang siapa yang mengatakan bahwa kami meyakini

yang lebih dari itu, pastilah orang tersebut berbuat

dusta.”

Syaikh Thaifah Abu Ja’far Muhammad ibn Hasan Ath-

Thusiy: “Pembicaraan tentang adanya penambahan dan

pengurangan pada Al-Quran adalah sesuatu yang tidak

pantas… Dan itulah yang sesuai dengan kebenaran dari

mazhab kita. Itulah yang dibela Al-Murtadha (Imam Ali

ibn Abi Thalib AS), yang tampak dari banyak riwayat…”

Abu Ali Thabarsi: “…Adapun tentang adanya penambahan

pada Al-Quran maka hal tersebut disepakati sebagai

sesuatu yang batil…”

Sayid Ibnu Thawus: “Imamiyah yakin tidak ada tahrif

dalam Al-Quran.”

Syaikh Muhammad ibn Hasan Al-Hurr Al-Amiliy: “Barang

siapa mau meneliti tarikh, riwayat-riwayat dan atsar,

maka dia tahu dengan pasti bahwa Al-Quran telah

ditetapkan pada tingkat ke-mutawatir-an yang sangat

kuat, dan dengan penukilan ribuan sahabat, dan bahwa

Al-Quran telah tersusun dan terkumpul rapi pada masa

Rasulallah SAW.”

Syaikh Abu Zuhrah: “Sejumlah ulama besar Imamiyah yang

diketuai Al-Murtadha, Syaikh Thusi, dan lain-lain

menolak…”

Ayatullah Sayid Burujerdi: “Merupakan suatu kemestian

logis untuk menolak (tahrif) dan kabar-kabar yang

menolak kemurnian ayat Al-Quran amat sangat lemah dan

bertentang dengan hadis yang pasti (qath’i) dan mesti

(dharurah), malah bertentangan dengan tujuan

kenabian.Kemudian, sungguh sangat mengherankan adanya

sebagian orang-orang yang mempertahankan kabar angin

ini, lisan maupun tulisan yang tersimpan selama lebih

dari tiga belas abad, yang menyatakan bahwa ada

penghapusan ayat-ayat dalam Al-Quran Al-Majid.”

Allamah Syahsyahani: “Hadis-hadis ini tidak pantas

diperhatikan bila ditinjau dari segi sanadnya. Tidak

ada seorang pun yang menyatakan bahwa ada satu ayat

saja dari hadis itu yang shahih… Hadis-hadis ini

bertentangan dengan hadis-hadis mutawatir yang lebih

kuat, dan sesuai dengan Al-Quran, sunnah, akal sehat,

dan kesepakatan.”

Imam Khomaini: “Lemah, tidak pantas berdalil

dengannya.”

Dan masih banyak ulama-ulama Syiah yang menolak

perubahan Al-Quran, seperti Zainuddin Al-Bayadli, Al-

Muqaddas Al-Baghdadi, Kasyful-Ghitha, Sayid Muhammad

Jawad Al-Balaghiy, Sayid Muhammad Thabathaba’i Bahrul-

Ulum, Ayatullah Kuh Kamariy, Sayid Muhsin Al-Amin Al-

Amiliy, Sayid Muhammad Mahdi Syirazy, dll. Oleh karena

di dalam kitab Al-Kafi terdapat hadis yang lemah, maka

juga terdapat periwayat (rawi) yang lemah. Seperti Abi

Al-Jarud Ziyad ibn Mundzir As-Sarhub (pemimpin sekte

Jarudiyah/Sarhubiyah), Ahmad ibn Muhammad As-Sayyari,

Mankhal ibn Jamil Al-Kufi, Muhammad ibn Hasan ibn

Jumhur, dll.

Itulah akidah Syiah Imamiyah terhadap Al-Quran yang

tidak mengalami pengurangan atau penambahan hingga

akhir zaman. Jadi apabila masih ada yang mengatakan

bahwa Syiah memiliki Al-Quran yang berbeda, itu

merupakan hal dusta, dan lebih konyol lagi ada yang

mengatakan bahwa Jibril AS salah menyampaikan wahyu

yang seharusnya diturunkan kepada Imam Ali AS. Pastilah

kaum Syiah akan menertawakannya.

Al-Quran yang ada di Iran pun (yang notabene mayoritas

Syiah) tidak sedikit yang didatangkan/dicetak dari

Beirut (Lebanon) dan Kairo (Mesir). Iran pun mengadakan

MTQ Internasional yang dihadiri negara-negara Timur

Tengah, bahkan kalau tidak salah Indonesia pernah

mengirim wakilnya. Entah bagaimana jadinya jika Quran

yang dibaca wakil Iran berbeda? Pastilah juri akan

pusing menilainya…

Pernah di kampus ada seminar tentang “Dikotomi Sunni

Syiah” dan tema Al-Quran Syiah pun sempat ditanyakan.

Pak Miftah (sebagai pembicara dari Syiah nya)

menjelaskan, “Jadi perbedaan antara Al-Quran Syiah dan

(Ahlus) Sunnah hanya terletak pada jenis kertas saja.

Di Iran dicetak dengan jenis kertas yang paling mahal

dan di dalamnya terdapat keindahan, karena Al-Quran

merupakan kalamullah.” Jadi kaum Syiah di Indonesia

tidak perlu impor Quran dari Iran, karena Quran nya

sama.

Hadis Perubahan Al-Quran dalam Kitab Ahlus Sunnah

Seperti yang sudah disebutkan bahwa Al-Kafi bukanlah

kitab shahih, yang hadisnya pun sampai sekarang masih

diteliti, makanya tidak bernama “Shahih Al-Kafi”.

Lucunya (atau tidak lucunya) di dalam kitab Ahlus

Sunnah, yang bernama Shahih Bukhari atau Shahih Muslim,

juga terdapat hadis tentang perubahan Al-Quran.

Bedanya, ini kitab shahih! Tentu saja shahih menurut

penulisnya. Jadi di dalam Shahih Bukhari atau Muslim

tidak perlu pengklasifikasian hadis, karena semuanya

shahih (menurut saudara Ahlus Sunnah).

Tentang Surah Al-Lail

Dari Qabshah ibn Uqbah yang berasal dari Ibrahim ibn

Al-Qamah. Ia berkata kepada kami: “Saya bersama

pengikut Abdullah ibn Ubay datang ke Syam. Abu Darda’

yang mendengar kedatangan kami segera datang dan

bertanya: ‘Adakah di antara kalian yang membaca Al-

Quran?’ Orang-orang menunjuk saya. Kemudian ia berkata:

‘Bacalah!’ Maka saya pun membaca: Wal-Laili idzaa

yaghsyaa, wan-nahaari idzaa tajallaa, wadzdzakraa wal-

untsaa… Mendengar itu dia bertanya: ‘Apakah engkau

mendengar dari mulut temanmu Abdullah ibn Ubay?’ Saya

menjawab: ‘Ya.’ Ia melanjutkan: ‘Saya sendiri

mendengarnya dari mulut Nabi SAW. Dan mereka menolak

untuk menerimanya’.” (Shahih Bukhari, Kitab At-Tafsir,

bab Surah wal-Laili idzaa yaghsyaa; pada catatan kaki

As-Sanadiy, jilid III, hlm. 139; jilid VI, hlm. 21;

jilid V, hlm. 35; Musnad Ahmad, jilid VI, hlm. 449,

451; Ad-Durr Al-Mantsur, jilid VI, hlm. 358 dari Said

ibn Manshur, Ahmad Abd ibn Hamid, Bukhari, Muslim,

Turmudzi, Nasa’i, Ibnu Jarir, Ibnu Mundzir, Ibnu

Marduwaih, Ibn Al-Qamah, dll.) Padahal yang tertulis

dalam Al-Quran sekarang adalah Wal-Laili idzaa

yaghsyaa, wan-nahaari idzaa tajallaa, wamaa

khalaqadzdzakraa wal-untsaa…

Ayat Rajam

Umar ibn Khaththab berkata: “Bila bukan karena orang

akan mengatakan bahwa Umar menambah (ayat) ke dalam

Kitab Allah, akan kutulis ayat rajam dengan tanganku

sendiri.” (Shahih Bukhari, bab Asy-Syahadah ‘indal-

Hakim fi Wilayatil-Qadha; Al-Itqan, jilid II, hlm. 25-

26; Ad-Durr Al-Mantsur, jilid I, hlm. 230; jilid V,

hlm. 179 dari Imam Malik, Bukhari, Muslim, dan Ibnu

Dhurais, dan hlm. 180 berasal dari Nasa’i, Ahmad, Ibnu

Auf; Musnad Ahmad, jilid I, hlm. 23, 29, 36, 40, 43,

47, 50, 55; jilid V, hlm. 132, 183; Hayat Ash-Shahabah,

jilid II, hlm. 12; jilid III, hlm. 449) Jadi, Umar

meyakini Ayat Rajam itu ada dalam Al-Quran, tapi

kenyataannya tidak ada. Tapi Umar tidak menulisnya

karena takut ucapan orang-orang bahwa Umar menambah

ayat. Seperti itulah yang dijelaskan As-Suyuthi dalam

Al-Itqan jilid II, hlm. 26, mengutip tulisan Az-

Zarkasyi: “Tampaknya penulisan ayat tersebut boleh

saja. Hanya ucapan oranglah yang mencegah (Umar

melakukan) hal itu… Seharusnya ayat itu dimasukkan ke

dalam Al-Quran, ayat itu semestinya ditulis.” Ayat

rajam ini juga pernah disebut-sebut waktu saya (pertama

kali) belajar Ulumul-Quran di kampus :)

An-Naas dan Al-Falaq

Dinukil dari Ibnu Mas’ud, bahwa dia membuang Surah

Mu’awidzdzatain (An-Naas dan Al-Falaq) dari mushhafnya

dan mengatakan keduanya tidak termasuk Al-Quran. (Ad-

Durr Al-Mantsur, jilid VI, hlm. 146; Ruhul-Ma’ani,

jilid I, hlm. 24; Al-Itqan, jilid I, hlm. 79; Fathul-

Bari, jilid VIII, hlm. 581)

195 Ayat Surah Al-Ahzab Hilang

Demikian riwayat dari Abdurrazaq yang berasal dari

Tsauri, dari Zirr ibn Hubaisy yang berkata: “Ubay ibn

Kaab telah bertanya kepada saya: ‘Berapa jumlah ayat

yang kalian baca dalam surah Al-Ahzab?’ Saya menjawab:

’73 atau 74 ayat.’ Dia bertanya: ‘Hanya sebanyak itu?

Pada mulanya surah tersebut sama panjangnya dengan Al-

Baqarah atau lebih. Dan di dalamnya terdapat surah

(ayat) rajam.’ Saya bertanya: ‘Wahai Abu Mundzir,

bagaimana bunyinya?’ Dia menjawab: ‘Ayat tersebut

berbunyi: Idzaa zanayaa asysyaikhu wasy-syaikhah

farjamuu…’.” (Al-Itqan, jilid II, hlm. 25; Mushhanaf

Abdurrazaq, jilid VII, hlm. 320; Muntakhab Kanzul-Ummal

pada catatan kaki Musnad Ahmad, jilid II, hlm. 1)

Ternyata ayat rajam tersebut tidak ada dalam Al-Quran,

dan tampaknya sama seperti apa yang diucapkan oleh

khalifah kedua bahwa ada ayat rajam.

Ada Surah seperti At-Taubah yang Hilang

Abu Harb ibn Abi Aswad meriwayatkan dari ayahnya yang

berkata: “Abu Musa Al-Asyari berkunjung ke Basrah untuk

menemui para qari di sana. Dia bertemu dengan 300 qari

dan berkata kepada mereka: ‘Kalian adalah sebaik-

baiknya penduduk Basrah dan qari mereka.’ Maka mereka

membaca surah panjang seperti Al-Bara’ah (At-Taubah).

Saya lupa surah tersebut. Akan tetapi beberapa ayatnya

masih saya hapal, yaitu: …Law kaani li ibni Adam…

Demikian pula kami pernah membaca surah mirip dengan

satu surah yang diawali shabaha lillaahi. Saya telah

lupa surah itu. Hanya beberapa ayatnya masih saya

ingat. Di antaranya: Yaa ayyuhalladziina aamanuu limaa

taquuluu… (Shahih Muslim, jilid II, hlm. 100; Al-Itqan,

jilid II, hlm. 25; Al-Burhan fii Ulumil-Quran, jilid

II, hlm. 43)

Ayat Radha’ah yang Hilang

Dari Ummul-Mu’minin Aisyah yang berkata: “Di antara

ayat-ayat Al-Quran yang diwahyukan adalah: “‘Asyru

radha’aat ma’luumaat yuharramna… (Shahih Muslim, jilid

IV, hlm. 167-168; Al-Bidayatul-Mujtahid, jilid II, hlm.

36; Ad-Durr Al-Mantsur, jilid II, hlm. 135)

Awal Surah At-Taubah Hilang dengan Basmalah

Dari Imam Malik: “Ketika awal surah Al-Bara’ah (At-

Taubah) hilang, maka basmalah

(bismillahirrahmaanirrahiim) pun hilang bersamanya.

Padahal sudah pasti sebelumnya surah tersebut sama

panjangnya dengan surah Al-Baqarah (Al-Itqan, jilid I,

hlm. 65) Sebagaimana diketahui bersama bahwa At-Taubah

merupakan satu-satunya surah yang tidak diawali dengan

basmalah. Dan terlihat riwayat ini sesuai dengan

riwayat sebelumnya bahwa 195 ayat surah At-Taubah

hilang, sehingga panjangnya sama seperti Al-Baqarah.

Ayat Ali Mawla Mu’minin

Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud yang

berkata: “Pada masa Rasulallah kami membaca ayat yang

berbunyi: Yaa ayyuharrasuul ballagh maa anzal ilayka

min rabbika anna Aliyan mawlal-mu’minin wa in lam…

(Ad-Durr Al-Mantsur, jilid II, hlm. 298; At-Tahmid fi

Ulumil-Quran, jilid I, hlm. 261) Padahal dalam surah

Al-Maidah ayat 67 tidak ada kata-kata Ali, dan kaum

Syiah pun menolak adanya kalimat tersebut dalam Al-

Quran.

Itulah sebagian riwayat tahrif Al-Quran yang ada dalam

kitab Ahlus Sunnah. Jadi baik Syiah maupun Ahlus Sunnah

ada riwayat tahrif, bedanya yang satu shahih yang satu

lagi tidak shahih (menurut masing-masing). Jadi jangan

mengatakan bahwa Syiah mempunyai Quran yang berbeda,

sementara di sisi lain ada juga riwayat tahrif dalam

kitab shahih. Sudah saatnya berhenti bertikai. Justru

kita harus mengamalkan apa yang ada di Al-Quran Al-

Karim, insya Allah. Mohon maaf apabila ada kata-kata

kurang berkenan.