Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Apakah maulid nabi (merayakan hari kelahiran nabi) memang bid’ah?

1 Pendapat 05.0 / 5

Peringatan hari kelahiran atau hari kematian para wali

Allah adalah bid’ah, karena pada zaman sahabat dan

setelah mereka tidak pernah ada. Maka itu, tidak ada

alasan bagi kita untuk melakukannya! Benarkah

demikian?

Sejarah menjadi saksi bahwa sejak dahulu kala,

Muslimin di dunia senantiasa merayakan hari kelahiran

Nabi Muhammad Saw, dan para khatib menyampaikan

keutamaan beliau. Tidak diketahui secara pasti kapan

acara ini dimulai, tapi yang jelas ratusan tahun yang

lalu perayaan ini sudah populer di Dunia Islam

Ahmad bin Muhammad Qasthalani (w. 92 H.), salah satu

ulama terkenal abad ke-IX H., berkata tentang perayaan

yang berlangsung pada bulan kelahiran Nabi Muhammad

Saw, ‘Muslimin senantiasa merayakan bulan kelahiran

Nabi Muhammad Saw. Pada bulan itu mereka memberi

makanan kepada orang lain. Malam harinya mereka

menyebarkan segala macam sedekah. Mereka tunjukkan

kegembiraan dan mereka gandakan amal baik. Mereka juga

melantunkan puisi-puisi yang mengucapkan selamat atas

kelahiran Nabi Muhammad Saw. Setiap tahun, keberkahan

beliau Saw pasti tampak jelas. Semoga rahmat Allah Swt

senantiasa tercurahkan bagi setiap orang yang

merayakan malam-malam bulan kelahiran beliau Saw dan

melipatgandakan penyakit orang-orang yang hati mereka

sakit (bermasalah dengan Islam).’[1]

Husain bin Muhammad bin Hasan, salah seorang hakim

atau jaksa kota Mekah yang dikenal dengan julukan

Diyar Bakri (w. 960 H), menuliskan di dalam buku

sejarahnya, ‘Muslimin senantiasa merayakan bulan

kelahiran Nabi Muhammad Saw, mereka memberi makanan

kepada orang lain, dan malam harinya mereka

menyebarkan sedekah. Mereka mengungkapkan kegembiraan

dan bersikeras untuk beramal baik kepada orang-­orang

fakir miskin. Mereka membacakan puisi-puisi ulang

tahun kelahiran Nabi Saw dan menyampaikan keutamaan­

keutamaan beliau di setiap saat dari bulan itu.’[2]

Dua pernyataan historis dari abad ke-X H. ini

membuktikan bahwa peringatan hari kelahiran para wali

Allah Swt mempunyai latar belakang yang jauh sekali

dalam sejarah Islam, para ulama pun menyatakan

kebenaran perbuatan ini, dan pada hakikatnya perayaan

ini tiada lain adalah sebuah bentuk ungkapan cinta

kepada junjungan Nabi Besar Muhammad Saw.

Atas dasar itu, di sini kami juga akan menyinggung

dalil syar’i atas peringatan-peringatan semacam ini:

Ungkapan cinta dan penghormatan terhadap Nabi Muhammad

Saw adalah salah satu prinsip agama Islam dan perintah

Al­-Qur’an, tidak ada seorang pun yang dapat

mengingkari hal ini. Dan perayaan hari lahir beliau

Saw adalah pengejewantahan prinsip itu. Untuk itu,

kami cukup menyebutkan dua ayat tentang hal ini:

Yang pertama, Allah Swt berfirman:

Katakanlah, ‘Jika bapak-bapak kalian, anak-anak

kalian, saudara-saudara kalian, istri-istri kalian,

sanak keluarga kelian, harta kekayaan yang kalian

peroleh, perniagaan yang kalian khawatir merugi dan

tempat tinggal yang kalian sukai, lebih kalian cintai

dari Allah dan Rasul-Nya serta jihad di jalan-Nya,

maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-

Nya.’ Dan Allah tidak menghidayahi kaum yang fasik:[3]

Terang sekali ayat ini menunjukkan bahwa kecintaan

terhadap Nabi Muhammad Saw merupakan kewajiban Ilahi

di sisi kecintaan terhadap Allah Swt. Meskipun

kecintaan ini merupakan pengantar untuk mengamalkan

syariat dan hukum­hukumnya, namun pada saat yang sama

pengamalan syariat melintas di jalan cinta kepada Nabi

Muhammad Saw.

Ayat yang kedua, Allah Swt berfirman:

Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memulia

kannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang

diturunkan besertanya, mereka itulah orang-orang yang

beruntung.[4]

Ayat ini memerintahkan empat hal kepada orang-orang

muslim:

    ‘Beriman kepadanya’: beriman kepada Nabi Muhammad

Saw.
    ‘Memuliakannya’: memuliakan Nabi Muhammad Saw.
    ‘Menolongnya’: menolong Nabi Muhammad Saw dalam

kesusahan.
    ‘Mengikuti cahaya yang diturunkan bersamanya:’

mengikuti Al-Qur’an yang diutus bersama Nabi Muhammad

Saw.

Berdasarkan dua ayat di atas yang mewajibkan kecintaan

dan penghormatan terhadap Nabi Muhammad Saw, maka kita

kembali menanyakan, bukankah perkumpulan Muslimin di

hari kelahiran Nabi Muhammad Saw adalah pelaksanaan

nyata atas dua ayat tersebut? Tentu saja jawabannya

iya, dan siapa pun yang memperhatikan majelis-majelis

itu pasti mengakuinya sebagai bentuk ungkapan cinta,

penghormatan clan pemuliaan terhaclap Nabi Muhammad

Saw. Karena itu, perbuatan Muslimin ini mempunyai

clasar Al-Qur’an dan merupakan prinsip samawi. Dan

dengan demikian, tidak mungkin dikategorikan sebagai

bid’ah. Bid’ah adalah perbuatan baru yang tidak

mempunyai dasar Al-Qur’an sekaligus sunnah.

Di surat Al-Insyirah, Allah Swt berfirman:

Dan Kami tinggikan namamu.[5]

Ayat ini menunjukkan bahwa peninggian nama Rasulullah

Saw termasuk nikmat Allah Swt kepada beliau. Salah

satu cara meninggikan nama beliau aclalah memperingati

hari lahir beliau dengan hal-hal menggembirakan yang

bukan tergolong dosa atau sia-sia.

Nabi Isa as menyebut hari turunnya Hidangan Samawi

sebagai hari raya dan berkata:

Ya Allah Tuhan kami, turunkanlah kepada kami hidangan

dari langit yang akan jadi hari raya bagi kami dan

bagi orang-­orang yang bersama kami serta yang datang

sesudah kami, dan sebagai tanda dari-Mu. Dan berilah

kami rezeki, dan Engkaulah sebaik-baik pemberi

rezeki.[6]

Kalau saja hari turunnya Hidangan Samawi, yang tidak

lebih dari sebuah kenikmatan terbatas dan cepat

lintas, patut dirayakan setiap tahun, kenapa hari

kelahiran Nabi Muhammad Saw atau hari pengutusan

beliau sebagai nabi (Bi’tsah) yang merupakan nikmat

besar Ilahi dan abadi tidak patut dirayakan?!

Maka dari itu, kapan saja, di hari atau malam apa

saja, di bulan atau tahun berapa pun Muslimin

mengadakan sebuah majelis yang mengingatkan keutamaan

Nabi Muhammad Saw, membacakan ayat-ayat Al-Qur’an

tentang beliau, atau melantunkan puisi-puisi pujian

untuk beliau maka pada hakikatnya mereka sedang

melakukan firman Allah Swt untuk mencintai dan

memuliakan beliau. Jadi, mereka memandang spesial hari

kelahiran beliau karena keberadaan dan kelahiran

beliau itu sendiri merupakan nikmat yang besar, mereka

tidak merayakan hari itu bukan karena hari itu

ditentukan langsung oleh syariat, tapi mereka

merayakannya demi mensyukuri nikmat Allah Swt yang

sangat besar dan melaksanakan perintah-Nya untuk

meninggikan nama Nabi Muhammad Saw.

 

CATATAN :

[1] Al-Mawahib Al-Laduniyah, jld. 1, hal. 27.

[2] Tarikh AI-Khomis,jld. 1, hal. 323.

[3] QS. Al-Taubah [9]: 24

[4] QS. Al-A’raf [7]: 157

[5] QS. Al-Insyirah [94] : 4

[6] QS. Al-Ma’idah [5] : 114