Kenapa Iman Manusia Selalu Naik Turun? (Bag 1)
Sering terbersit di benak kita suatu pertanyaan yang
dialami semua orang. Terkadang kita rajin beramal, dan
suatu saat menurun. Terkadang semangat ingin
mendekatkan diri pada Allah, lalu down kembali. Iman
ini selalu naik turun dan tidak stabil. Saat mendengar
ceramah dari guru, seakan ingin membuang kecintaan
kepada dunia dan fokus menuju Allah. Namun setelah
keluar dari pengajian, semangat itu pudar.
Bagi anda yang mengalami masalah ini, jangan pernah
putus asa. Karena masalah ini dialami oleh semua
orang. Pernah seorang sahabat datang kepada Rasulullah
saw dan bertanya, “Wahai Rasulullah, saat kami sedang
duduk bersamamu, kami seakan tidak ingin lagi
berhubungan dengan apapun kecuali mendekatkan diri
kepada Allah. Namun ketika pulang, kami meluakan hal
itu.”
Rasulullah menjawab, “Jika kalian tetap seperti saat
duduk denganku dan mendengar ucapanku, pasti kalian
akan mampu berjabat tangan dengan malaikat.”
Kisah ini membuat hati kita tenang, karena bukan hanya
kita yang mempunyai masalah tentang naik turunnya
semangat dalam beribadah. Orang-orang yang duduk
bersama nabi pun mengalami hal itu. Lalu bagaimana
cara agar kita bisa selalu semangat mendekatkan diri
kepada Allah? Bagaimana cara untuk menstabilkan iman
agar tak pernah lalai dari perintah dan larangan-Nya?
Sebelum kita bertanya tentang hal ini, kita harus tau
terlebih dahulu tentang apa yang mendorong seseorang
untuk melakukan sesuatu? Apa yang membuatnya semangat
dan rajin untuk beramal?
Manusia melakukan sesuatu karena dua hal. Apakah dia
ingin mendapat keuntungan atau ingin terhindar dari
bencana. Tak lebih dari itu. Jika kita tau ada
keuntungan yang besar, pasti kita akan rajin untuk
berusaha meraihnya. Jika kita tau cara untuk menolak
bencana, pasti kita akan berupaya keras untuk
melakukannya.
Karena itu, kita harus mencari tau apa keuntungan
terbesar dan apa bencana terbesar bagi kita. Jangan
sampai kita menghabiskan waktu hanya untuk keuntungan
yang kecil dan melupakan keuntungan yang besar. Jangan
sampai umur kita habis sementara kita belum terbebas
dari bencana terbesar.
Puncak keberuntungan seorang manusia adalah ketika dia
memasuki surga. Karena dia akan hidup kekal abadi
didalamnya. Dan dibalik surga itu ada kerelaan Allah
swt yang lebih besar dari semua keuntungan apapun.
Sementara bencana terbesar adalah saat manusia harus
hidup selamanya dalam siksaan neraka. Adakah yang
lebih besar dari ini? Imam Ali pernah berpesan,
“Setiap kenikmatan tanpa surga adalah hina, dan
setiap bencana tanpa neraka adalah keselamatan”
Segala keberuntungan yang tidak menyampaikan kita pada
surga, sebenarnya itu adalah hal yang semu dan hina.
Dan seluruh bencana yang tidak mengantarkan kita pada
api neraka bukanlah bencana. Semua itu tidak bisa
dibandingkan dengan bencana api neraka.
Sekedar pengetahuan tidaklah cukup untuk membuat kita
rajin beramal. Sekedar rasa percaya pun tidaklah cukup
untuk menjadikan diri selalu semangat mendekat pada
tuhan. Ada faktor lain yang menjadi bahan bakar kita
dalam melakukan sesuatu. Apakah faktor itu?
Jika ada seorang yang terpercaya menjanjikan uang 50
juta jika kita datang ker rumahnya hari ini, pasti
kita tidak akan tidur karena takut akan terlambat. Hal
itu karena kita yakin kepada seorang yang berbicara.
Kadar amal kita sebanding dengan kadar keyakinan kita.
Semakin kita yakin maka kita akan semakin rajin untuk
beramal.
Ya, faktor yang membuat kita mau melakukan sesuatu
adalah keyakinan. Pengetahuan kadang tak cukup untuk
membuat kita melakukan sesuatu. Coba perhatikan, Allah
swt tidak mengutus para nabi kecuali dengan Mukjizat.
Allah memberikan mukjizat itu agar manusia yakin
kepada apa yang dibawa oleh para nabi. Karena tanpa
keyakinan, mustahil mereka akan mengikuti para nabi.
وَجِئْتُكُم بِآيَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ فَاتَّقُواْ اللّهَ وَأَطِيعُونِ -٥٠-
“Dan aku datang kepadamu membawa suatu tanda
(mukjizat) dari Tuhan-mu. Karena itu, bertakwalah
kepada Allah dan taatlah kepadaku.”
(Ali Imran 50)
Para nabi menampilkan mukjizat terlebih dahulu,
barulah mereka menyeru kepada kebenaran.
Bayangkan jika ada seorang yang dikenal sering
bergurau, dia berkata bahwa dibelakang ada api.
Mungkin kita akan tertawa dan tidak mempercayainya.
Kata-katanya tidak membuat orang lain bergerak untuk
lari. Tapi ketika yang berbicara adalah orang yang
berwibawa dan tidak pernah berbohong, spontan kita
akan lari terbirit-birit walau kita tidak melihat api
itu.
Begitulah kerja keyakinan. Seberapa yakin kita pada
sang pembawa berita, sebesar itulah kadar amal kita.
Seberapa yakin kita terhadap Rasulullah saw, sebesar
itupula kadar amalan yang kita lakukan.
Karenanya, Allah swt berfirman,
ذَلِكَ الْكِتَابُ لاَ رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِّلْمُتَّقِينَ -٢-
“Kitab (Al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya;
petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.”
(Al-Baqarah 2)
Allah mengawali al-Qur’an dengan menafikan segala
bentuk keraguan didalamnya. Tidak ada lagi yang bisa
diragukan dari Al-Qur’an. Mengapa Allah mengawalinya
dengan sifat ini? Karena seseorang tidak akan
mengamalkan ajaran Al-Qur’an jika dia belum yakin pada
kebenaran Kitab ini.
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللّهِ حُكْماً لِّقَوْمٍ يُوقِنُونَ -٥٠-
“Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum)
siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi
orang-orang yang meyakini (agamanya)?”
(Al-Ma’idah 50)
Semuanya kembali pada keyakinan. Surga dan neraka
tidaklah menarik bagi mereka yang tidak yakin kepada
Rasulullah saw.
Keyakinan adalah pengetahuan yang tidak bisa
digoyahkan. Kepercayaan yang tidak lagi mampu
dilunturkan. Lihatlah bagaimana Al-Qur’an berbicara
tentang orang yang ragu terhadap keputusan Rasulullah
saw.
إِنَّمَا يَسْتَأْذِنُكَ الَّذِينَ لاَ يُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَارْتَابَتْ قُلُوبُهُمْ فَهُمْ فِي رَيْبِهِمْ يَتَرَدَّدُونَ -٤٥-
“Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu
(Muhammad), hanyalah orang-orang yang tidak beriman
kepada Allah dan hari kemudian, dan hati mereka ragu,
karena itu mereka selalu bimbang dalam keraguan.”
(At-Taubah 45)
Coba perhatikan, Allah swt menggandengkan sifat ragu
itu dengan tidak beriman. Karena tidak ada keyakinan
terhadap Rasulullah dalam hati mereka. Keraguan selalu
menyelimut hati mereka.
Jika tidak percaya kepada Rasulullah saw, lalu akan
mempercayai siapa? Jika tidak pada Sang Pencipta,
siapa lagi yang akan dipercaya?
وَمَنْ أَصْدَقُ مِنَ اللّهِ حَدِيثاً -٨٧-
“Siapakah yang lebih benar perkataan(nya) daripada
Allah?”
(An-Nisa’ 87)
Seorang yang selalu ragu tidak akan pernah memiliki
sikap yang pasti dalam hidupnya. Selalu maju mundur.
Berada dalam kebingungan yang tak menentu. Dan orang
seperti ini tidak akan memiliki ketenangan dalam
hidupnya.
Coba lihat bagaimana keyakinan seorang Ali bin Abi
tholib, ketika berbicara tentang keyakinan, beliau
hanya berkomentar,
“Andai seluruh hijab ini disingkap dariku, maka
tak bertambah sedikitpun keyakinanku”
Komentar ini menunjukkan puncak keyakinan Imam Ali bin
Abi tholib. Apapun hijab langit dan bumi jika
disingkap hakekat aslinya, tidak akan menambah
keyakinan beliau karena keyakinan itu telah berada
dipuncaknya. Karena beliau telah mengetahui hakekat
alam semesta.
“Demi Allah, Aku tidak melihat sesuatu kecuali aku
melihat Allah sebelum dan setelahnya”
Yakin = Mati
Terkadang, kata Yakin dalam Al-Qur’an memiliki arti
kematian. Karena tidak ada yang lebih pasti dari
kematian. Dan ketika detik-detik menuju kematian,
semua akan dibuka dihadapan matanya. Dia akan melihat
kilas balik di masa hidupnya. Dan dia akan melihat
hakekat yang tidak dilihat oleh orang disekitarnya.
Bukankah orang-orang durjana baru akan yakin ketika
mereka menghadap Allah swt. Dan baru kemudian mereka
meminta untuk diberi kesempatan kembali ke dunia untuk
beramal baik.
وَلَوْ تَرَى إِذِ الْمُجْرِمُونَ نَاكِسُو رُؤُوسِهِمْ عِندَ رَبِّهِمْ رَبَّنَا أَبْصَرْنَا وَسَمِعْنَا فَارْجِعْنَا نَعْمَلْ صَالِحاً إِنَّا مُوقِنُونَ -١٢-
Dan (alangkah ngerinya), jika sekiranya kamu melihat
orang-orang yang berdosa itu menundukkan kepalanya di
hadapan Tuhan-nya, (mereka berkata), “Ya Tuhan kami,
kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikanlah
kami (ke dunia), niscaya kami akan mengerjakan
kebajikan. Sungguh, kami adalah orang-orang yang
yakin.”
(As-Sajdah 12)
Artinya, keyakinanlah yang mendorong manusia untuk
beramal. Jika kita bisa yakin saat masih di dunia,
mengapa harus menunggu di alam akherat untuk yakin?
Sementara saat itu tidak ada lagi kesempatan kita
untuk beramal baik.
Apapun yang disampaikan Rasulullah saw tidak boleh
ditawar lagi. Karena beliau telah melihat segalanya
dengan Ainul Yaqin. Akan tetapi mereka mengabaikan
perintahnya. Karena belum mengerti siapa Rasulullah
saw. Siapa orang yang membawa kabar langit ini.
Keyakinan kita pada seseorang menentukan keyakinan
kita pada apa yang dibawanya. Sudah yakinkah kita pada
Rasulullah saw?
Apa sebenarnya yakin itu?
Apakah keyakinan itu memiliki tingkatan?
Apa tanda-tanda orang yang telah yakin?
Apa efek positif jika seseorang telah yakin?
Temukan Jawabannya dalam Kenapa Iman Manusia Selalu
Naik Turun? (Bag 2)