Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Tolak ukur mengenal para nabi

2 Pendapat 03.5 / 5

Mukjizat

Setelah terbukti bahwa manusia secara umumnya tidak

memiliki potensi untuk menerima wahyu, oleh karenanya

harus ada beberapa orang tertentu yang istimewa dan

menjadi perantara diturunkannya wahyu. Di sinilah kita

akan menemukan sebuah pertanyaan, “bagaimana kita tahu

bahwa seseorang telah diturunkan wahyu padanya?”

Kita tahu bahwa wahyu bukanlah sesuatu yang dapat

ditangkap dengan panca indera; oleh karenanya, mustahi

seseorang mendapatkan wahyu dan orang lain melihat

dengan mata kepala dan mempercayainya begitu saja lalu

mengikutinya. Jadi, seorang nabi sudah sepatutnya

memiliki tanda-tanda kenabian yang diberi oleh

Tuhannya, dan dengan demikian ia dapat membuktikan

kenabiannya kepada umat manusia. Tanda-tanda istimewa

yang diberikan oleh Allah SWT. kepada para nabi dan

orang lain tidak mungkin menunjukkan keistimewaan yang

sama, disebut dengan mukjizat.

 

Hakikat Mukjizat

Tidak diragukan, mukjizat adalah perbuatan yang

supranatural dan tak biasa. Mukjizat bersifat umum,

tidak hanya pekerjaan-pekerjaan yang aneh dan luar

biasa, bisa jada membawakan kabar ghaib juga termasuk

mukjizat. Oleh karena itu, penyampaian kabar ghaib

oleh para nabi yg dilakukan dengan cara luar

biasa/supranatural juga termasuk mukjizat.

Perlu digarisbawahi bahwa tidak semua hal supranatural

dapat dianggap sebagai mukjizat; contohnya para

penyihir dan para rahib yang sering disebut dengan

murtadh, mereka sering melakukan perbuatan-perbuatan

aneh dan tidak natural; namun itu semua bukanlah

mukjizat. Salah satu perbedaan pekerjaan mereka dengan

mukjizat para nabi adalah, perbuatan para nabi, selain

supranatural, namun juga merupakan anugerah Tuhan;

adapun para penyihir dan murtadh tidak begitu. Jika

demikian, lalu bagaimana caranya kita dapat membedakan

mana yang mukjizat dan mana yang bukan? Ada banyak

cara untuk memahaminya:

Pertama, mukjizat tidak dapat terkalahkan oleh faktor

yang lebih kuat darinya. Alam semesta ini adalah

rangkaian sebab akibat yang mana segala sesuatu dapat

mempengarhi sesuatu yang lain atau juga dipengaruhi

sesuatu yang lain. Suatu sebab dapat menjadi faktor

terwujudnya suatu akibat, namun ada pula kemungkinan

terhalangi oleh faktor lain yang lebih kuat dan

menghalangi sebab tersebut untuk memberikan dampaknya.

Misalnya, api dapat membakar kertas; namun kalau

kertas itu dibasahi terlebih dahulu, ia akan sulit

terbakar. Banyak contoh-contoh lain yang membuktikan

kenyataan ini. Di alam sebab akibat sudah lumrah jika

suatu sebab tidak bisa mewujudkan akibat karena

terkalahkan oleh sebab lain yang lebih kuat darinya;

namun, mukjizat bagaimanapun juga tidak akan

terpengaruhi sebab lain yang lebih kuat darinya, baik

sebab itu adalah sebab natural maupun supranatural.

Seorang murtadh dapat menghentikan kereta yang sedang

berjalan dengan isyarah telunjuk tangannya; namun

mungkin saja ada murtadh lain yang lebih sakti darinya

yang mencegah kereta untuk berhenti, dan akhirnya

kereta tetap berjalan. Akan tetapi mukjizat sampai

kapanpun tidak bisa seperti itu, tidak ada siapapun

yang dapat mengalahkan mukjizat. Karena segala

kekuatan milik siapapun selain para nabi tunduk di

hadapan kekuatan Tuhan; dan jika seandainya ada nabi

yang menggagalkan nabi lainnya, itu tidak akan

terjadi, karena itu bertentangan dengan hikmah Ilahi.

Kedua, mukjizat tidak dapat dipelajari atau diajarkan.

Mukjizat bukanlah keterampilan yang dapat dipelajari

atau diajarkan sehingga setiap orang yang mau dapat

mempelajarinya. Mukjizat juga tidak mungkin didapatkan

dengan melakukan amalan-amalan tertentu. Mukjizat

adalah karunia Ilahi yang Allah SWT. berikan kepada

siapa saja yang Ia kehendaki. Adapun kesaktian-

kesaktian dan perbuatan-perbuatan aneh lainnya, dapat

dipelajari dan digapai dengan amalan-amalan tertentu;

setiap orang bisa mendapatkan kesaktian kaum murtadh

jika mereka menjalani amalannya.

Ketiga, para nabi adalah orang-orang saleh, berakhlak

mulia, dan memiliki akidah yang benar; lain dengan

orang-orang punya kesaktian yang didapat melalui ilmu

hitam, mereka rata-rata tidak memiliki akhlak yang

baik dan jauh dari Tuhan, tak dikit mereka yang

memanfaatkannya di jalan kejahatan.

Perlu diingatkan bahwa mukjizat tidak bertentangan

dengan hukum sebab akibat; hanya saja sebab-sebab

mukjizat adalah hal supranatural yang diwujudkan oleh

Tuhan.

 


Pentingnya Mukjizat bagi Para Nabi

Sebagian orang berprasangka bahwa kalau memang benar

ajaran para nabi adalah ajaran yang dapat diterima

dengan akal dan fitrah, maka ketika mereka berdakwah

seharusnya umat mereka menerima ajaran mereka dengan

mudah dan para nabi tak perlu menunjukkan mukjizat.

Jawabannya begini, memang benar kandungan dari ajaran

para nabi dapat diterima dengan akal dan fitrah, tapi

tidak semua aspek dari ajaran-ajaran tersebut difahami

sepenuhnya oleh akal dan fitrah. Akal hanya memahami

sebagian dari ajaran-ajaran para nabi saja. Misalnya

Allah SWT. berfirman: Dan sempurnakanlah takaran

apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca

yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih

baik akibatnya. (QS. Al-Israa’ [17] : 35). Semua orang

dengan akal sehatnya tahu bahwa jual beli sesuai

timbangan adalah baik.

Tapi tidak semua ajaran para nabi terbatas pada

permasalahan-permasalahan yang jelas seperti di atas;

Allah SWT. mengutus para nabi guna menjelaskan kepada

manusia apa-apa yang tidak dapat mereka fahami akal

mereka dengan mudah. Apakah manusia dengan akalnya

dapat memahami mengapa shalat subuh harus dua rakaat?

Dan mengapa jika shalat 3 rakaat pada waktu subuh

dapat membatalkan shalatnya? Hukum seperti ini

bukanlah hukum yang dapat dicerna akal. Dengan

demikian sebagian lain dari ajaran para nabi tidak

dapat dipahami oleh akal; oleh karenanya kita tidak

ada jalan lain kecuali menerima ajaran tersebut begitu

saja dan apa adanya.

Jadi, menyempurnakan hujjah Ilahi dengan perantara

para nabi memerlukan tanda-tanda Ilahi (mukjizat);

karena tanpa tanda-tanda tersebut hujjah tidak akan

bisa sempurna. Untuk menyempurnakan hujjah Ilahi, umat

manusia harus mengenal dan meyakini bahwa yang berada

di hadapan mereka adalah nabi utusan Allah SWT., dan

untuk mengenal nabi mereka perlu tanda-tanda kebenaran

yang membuktikan bahwa ia bukan orang biasa, namun

seorang nabi yang harus ditaati. Jika mereka

menyaksikan tanda-tanda kebenaran dan mukjizat seorang

nabi, baru mereka yakin bahwa ia benar-benar utusan

Allah SWT.

Yang jelas akal kita tidak membatasi bahwa hanya

mukjizat saja yang dapat kita jadikan jalan untuk

mengenal nabi. Banyak lagi jalan lain yang dapat kita

lewati untuk mengenal nabi, misalnya, kedatangan

seorang nabi pasti telah diberitakan oleh nabi

sebelumnya (yang mana nabi sebelumnya juga telah

membuktikan kebenarannya dengan cara menunjukkan

mukjizat). Oleh karenanya seorang nabi tidak perlu

menunjukkan mukjizat kepada orang-orang yang telah

menerima dan mengimani nabi sebelumnya. Sebagaimana

tidak selamanya jika umat seorang nabi meminta

mukjizat nabi harus memenuhi permintaannya; karena

nabi hanya menunjukkan mukjizat yang diikuti dengan

pengimanan mereka. Al-Qur’an membenarkan hal ini. Di

sebagian ayat dijelaskan bahwa pada suatu saat,

meskipun orang-orang menuntut nabi untuk menunjukkan

mukjizat, nabi tidak menunjukkannya; karena ia tahu

dengan pasti jika ia menunjukkan mukjizat mereka tetap

tidak akan beriman.

Sebagai contoh, setelah nabi Muhammad SAW. menujukkan

Al-Qur’an sebagai mukjizatnya dan membuktikan

kebenaran kenabiannya, beberapa orang berkeras kepala

untuk ditunjukkan mukjizat yang lain lagi, namun Allah

SWT. menurunkan wahyu kepada beliau dan berkata bahwa

permintaan-permintaan seperti itu tidak perlu

dihiraukan.

Dan mereka (orang-orang musyrik Mekah) berkata:

“Mengapa tidak diturunkan kepadanya (Muhammad) suatu

mukjizat dari Tuhannya?” (QS. Al-An’aam [6] : 37)

Seolah-olah Rasulullah SAW. belum menunjukkan mukjizat

untuk membuktikan kenabiannya. Jelas setelah

ditunjukkannya mukjizat yang nyata dan dali-dalil yang

kuat, permintaan-permintaan semacam itu hanyalah

permainan dan penghinaan. Oleh karena itu Allah SWT.

menjawab mereka:

Katakanlah: “Sesungguhnya Allah kuasa menurunkan suatu

mukjizat, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.”

(QS. Al-An’aam [6] : 37)

 

Lebih Jauh tentang Mukjizat

Salah satu permasalahan yang sering ditanyakan seputar

mukjizat adalah, apakah kejadian-kejadian supranatural

yang menakjubkan lainnya dan Al-Qur’an menyebutnya

sebagai mukjizat terbatas hanya pada mukjizat para

nabi yang ditunjukkan guna membuktikan kenabian

mereka? Dengan mengkaji ayat-ayat Al-Qur’an terbukti

bahwa mukjizat tidak terbatas pada itu. Karena para

nabi juga pernah menunjukkan mukjizat meski bukan

dengan tujuan membuktikan kenabian mereka, juga selain

para nabi pernah atau mengalami kejadian menakjubkan

yang tidak alami yang mana Allah SWT. yang berada di

balik semua itu, dan bahkan ada bayak kejadian-

kejadian alam yang menakjubkan yang secara natural itu

tidak bisa terjadi meski tidak ada kaitannya dengan

perbuatan manusia secara langsung. Misalnya adalah

penciptaan manusia itu sendiri; sebagaimana yang

dijelaskann Al-Qur’an, terciptanya manusia bukanlah

fenomena alami. Yakni tidak mungkin sebongkah materi

dalam keadaan tertentu dengan sendirinya berubah wujud

menjadi manusia. Terciptanya nabi Adam AS. disebutkan

dalam Al-Qur’an sebagai kejadian supranatural, begitu

pula dengan lahirnya nabi Isa As, dan fenomena-

fenomena lain yang akan kita sebutkan nanti. Semua itu

terjadi tidak atas tujuan pembukitan kenabian. Oleh

karena itu kita dapat katakan bahwa penciptaan manusia

di muka bumi bukan hal biasa dan alami. Begitu dengan

nabi Isa AS., yang mana secara alamiahnya untut

terlahirnya beliau diperlukan seorang ayah dan

pembuahan di dalam rahim, namun yang terjadi tidak

begitu; ia lahir secara luar biasa dan memiliki

sebab-sebab non materi.

Kenabian pun (yakni seorang manusia mendapatkan wahyu

dan ilmu ghaib) juga bukan fenomena natural. Yakni

secara alamiah manusia tidak mungkin mempunyai kontak

hubungan dengan alam non materi seperti ini.

Berdasarkan hal itu kenabian adalah kejadian luar

biasa dan tidak alami. Begitu pula dengan adzab-adzab

yang diturunkan kepada suatu kaum yang mana itu bukan

untuk menetapkan kenabian seorang nabi; misalnya

setelah nabi Nuh AS. berdakwah di tengah-tengah

kaumnya selama seribu tahun beliau memohon kepada

Allah SWT. untuk menurunkan adzab kepada umatnya yang

enggan mengimaninya, lalu diturunkanlah adzab dan

mereka binasa. Kejadian luar biasa ini sama sekali

bukan untuk menetapkan kenabian, namun, sebagaimana

yang dapat kita fahami dari Al-Qur’an, itu adalah

adzab yang diturunkan kepada mereka secara tidak

alami. Adzab-adzab yang diturunkan kepada kaum ‘Aad,

Tsamud, kaum nabi Luth AS., dan lain sebagainya juga

bukan fenomena alami: malaikat turun dan menurunkan

adzab siksaan, dan suatu kaum dibinasakan karenanya.

Kejadian tersebut bukan untuk membuktikan kenabian,

namun untuk mengakhiri nasib para pelaku kezaliman.

Itu adalah adzab-adzab istishal, dan pada dasarnya

adzab-adzab yang dijelaskan dalam Al-Qur’an adalah

adzab istishal, kejadian-kejadian luar biasa yang

bukan bertujuan untuk pembuktian kenabian.

Contoh yang lainnya seperti peringatan-peringatan yang

diberikan kepada suatu kaum. Adzab-adzab itu tidak

mencakup semua orang. Mungkin saja itu semua terjadi

secara tidak alami, misalnya terkutuknya sebagian dari

Bani Israil lalu berubah menjadi monyet-monyet dan

babi. Itu juga kejadian supranatural yang tidak

bertujuan untuk menetapkan kenabian.

Lebih dari itu semua, yang mana kita dapat sering

temui juga dalam Al-Qur’an, seperti yang terjadi untuk

penguatan iman sebagian dari hamba-hamba Allah SWT.

yang beriman, juga untuk kemaslahatan-kemaslahatan

tertentu; misalnya nabi Zakariya AS. dan nabi Ibrahim

AS. mendapatkan anak setelah sekian lamanya mereka

tidak punya anak.

Lingkup mukjizat bahkan bisa mencakup selain para

nabi. Kejadian-kejadian luar biasa lainnya juga

dijelaskan dalam Al-Qur’an; seperti pengetahuan-

pengetahuan yang diilhamkan kepada sebagian orang,

seperti apa yang terjadi pada ibu nabi Isa AS. dan ibu

nabi Musa AS. Dengan demikian, mukjizat tidak terbatas

pada kejadian-kejadian supranatural yang bertujuan

untuk membuktikan kenabian.