Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Memaknai Habib yang Sesungguhnya

2 Pendapat 05.0 / 5
Sayid/Habib/Syarif dalam bahasa: Tuan, kemuliaan dan Kehormatan.
 Istilah: Seseorang yang Nasabnya kembali kepada Hasyim bin Abdi Manaf.
 
( عروة الوثقی ج4 ص 306 مساله 3.)
 
Dizaman sekarang para Ulama memutlakan makna Sayid kepada Putra-Putri dan keturunan Imam Ali bin Abi Thalib as dan Sayidah Fatimah Zahra As.
 
( توضیح المسائل مراجع، ج 2، مسئله 1955.)
 
Rasulullah Saww Bersabda:
 
روى الحاكم باسناده عن عائشة أنها قالت: «ان النبي صلّى الله عليه وآله وسلّم قال: أنا سيد ولد آدم وعلي سيد العرب
 
Diriwayatkan dari Hakim yang sanadnya kembali kepada Aisyah bahwa Rasulullah saww bersabda,
 
“Saya Sayid (Tuan kemuliaan dan kehormatan) Anak-anak Adam dan engkau wahai Ali as Tuannya kaum Arab. “
 
Sumber:
 
 المستدرك على الصحيحين ج3 ص124، ورواه ابن المغازلي في المناقب ص214 رقم 259، والجزري في أسنى المطالب ص9. والمتقي في منتخب كنز العمال بهامش مسند أحمد ج5 ص34
 
Sayid/Sayidah pula dalam kitab Fiqih adalah orang yang berhak mendapatkan Khumus (Taudhih masail juz.2 hal 148) sampai sini, kita tidak memiliki masalah dengan Sayid atau sayidah.
 
Pembagian Sayid/Habib dalam Teologi
 
Habib dalam ilmu kalam terbagi menjadi dua:
1.Sayid Mahawi (Mahiyah/Esensi )
 
Sayid Biologis yang mana tanpa ragu nasabnya kembali kepada Rasulullah Saww dan Hasyim ibn manaf.
2.Sayid Wujudi ( Hubungan Vertikal langsung dengan Tuhan)
 
Sayid yang masuk dalam Kriteria Tuhan dan Nash, bukan Sayid ta’rifi Ami (definisi umum) atau Fiqhi (definisi Fikih). Sayid Wujudi adalah Seorang  yang memiliki kedekatan dan ketakwaan dengan tuhan melewati perantara Amal shaleh.
 
Dalil yang mendukung Mudda’a (Pernyataan) di atas:
1.Allah Swt berfirman surat Hud:46
 
قال يا نوح إنه ليس من أهلك إنه عمل غير صالح
 
Wahai Nuh, Sesungguhnya Dia (Kan’an) bukanlah anakmu, Sesungguhnya ia tidak memiliki amal perbuatan yang baik.
 
Ahli sejarah dan tafsir mengatakan bahwa Kan’an adalah anak kandung Nuh as secara Mahawi,(Esensi Biologis) tanpa diragukan lagi, namun secara Wujudi (Keriteria Taqwa dan amal saleh) Allah Swt secara tegas mengatakan bukan dari keturunanmu. Tidak berhenti disini saja, Allah swt menjelaskan Illah ta’liliyahnya (Sebab musababnya) , dikarenakan ia tidak memiliki amal perbuatan baik. Karena tidak memiliki amal perbuatan baik, Allah Swt dengan tegas mengatakan ia tidak masuk dalam wilayah wujudiyah Ku.
 
Tafsir lain dari Innahu laisa min Ahlih
 
Tafsir lain yang datang dari para Imam Ahlulbayt ada dua tafsiran:
1.Bahwa Kan’an adalah putra Nuh
 
Riwayat dinukil dari hasan ibn yahya dari Qutadah:
 
Ketika menjelaskan Riwayat diatas seorang mengatakan bahwa Allah Swt menolak Kan’an sebagai PutraNuh as. Lalu Hasan menjawab, “ Tidak ada perselisihan antara ahli sejarah dan ahli kitab bahwa Kan’an adalah Putra Nuh as, Namun Allah Swt memberikan penolakan dengan Kriteria bahwa ia tidak memiliki amal perbuatan baik.
2.Bahwa Kan’an bukan Putra Nuh as
 
Riwayat dari Imam Shadiq as beliau berkata,
 
“Sesungguhnya yang di tenggelamkan oleh Nuh as bukanlah putra Kandung Nuh as, melainkan Putra dari Saudarinya.”
 
Walhasil dua riwayat yang memiliki Ta’arudh (Kontradiksi) tersebut bisa kita kawinkan, jika kita anggap itu bukan anak Nuh as, maka Alhamdulillah berati Nabi Nuh as tidak memiliki anak durhaka. Namun jika itu anak nabi Nuh as, maka ia hanyalah anak Biologis nabi Nuh as bukan Anak wujudi kriteria Allah swt.
 

Dalil Sayid Wujudi
 
Rasulullah Saww bersabda,
 
سلمان منّا اهل‌البیت
 
“Salman dari kami Ahlul bayt”(Majmaul bayan 2/427)
 
Secara Nasab (mahawi),  Salman jelas adalah anak dari Persia, namun karena didalamnya ia memiliki kriteria Wujudi maka Rasulullah saww dengan lantang mengatakan Salman farisi adalah bagian dari kami (wujudi).
 
Namun Salman bukanlah Ahlul Bayt yang Allah swt jelaskan dalam ayat Tathir. (kharij Takhasusan) karena maksud dari Ahlul bayt yang disematkan Rasulullah Saww kepada Salman as, Ketika gerak-gerik prilaku Salman dari ujung rambut sampai ujung kaki benar-benar mengikuti junjungannya yaitu Ashabul Khamsah. Ketika gerak geriknya seperti bayangan yang mengikuti empunya bayangan, maka dia menjadi Ahlul Bayt “Bithaba” dengan kata lain seperti Aksiden (Aradh) menempel kepada Subtansi (Jauhar).
 
Dalil Lainnya:
 
Rasulullah Saww bersabda:
 
أَنَا وَ عَلِيٌّ أَبَوَا هَذِهِ الْأُمَّة
 
“َAku dan Ali as Ayahnya Umat ini” (Bihar anwar, Ilal Syarai,Uyun akhbar Ridha as)
 
Jelas yang dimaksud oleh Rasulullah bukanlah Ayah Mahawi (Biologis) melainkan Ayah Wujudi (hubungan takwini vertical dengan Wujud Mahd –Allah Swt-)
 
Jika kita ingin menjadi putra-putri Rasulullah Saww dan Ali as, maka berperilakulah yang menyenangkan mereka dan menjauhkan hal yang menyedihkan mereka.
 
Kecintaan Ahlul byt terhadap kita melebihi kecintaan kita terhadap anak-anak kita.
 
Dalil Bukti Ke-“Sayidan”- Mahawi tidak kebal dimata Allah Swt
 
Allah Swt berfirman, Sesungguhnya yang paling mulia dari kalian adalah orang yang paling bertaqwa. Ali as menjadi Ali dikarenakan bukan putra Abu Thalib atau bagian dari Quraisy, (hanya factor pendukung untuk itmamul hujjah –penyempurna argumentasi-) namun dikarenakan ketaqwaan dan keshalehan ia dimata Allah swt.
 
Dalam Literatur Ahlul Bayt Paman Imam Mahdi as Jakfar Kadzab dilaknat dan dicaci padahal ia adalah saudara Imam Hasan Askari. Namun dalam persepsi Quran dan Sunnah untuk orang menjadi Mulia adalah Ketaqwaan bukan Nasab ataupun keturunan.
 
Allah Swt berfirman surat Ahzab 30-31:
 
یَنِساءَ النَّبیّ‏ِ مَن یَأْتِ مِنکُنَّ بِفَحِشةٍ مُّبَیِّنَةٍ یُضعَف لَهَا الْعَذَاب ضِعْفَینِ  وَ کانَ ذَلِک عَلی اللَّهِ یَسِیراً * وَ مَن یَقْنُت مِنکُنَّ للَّهِ وَ رَسولِهِ وَ تَعْمَلْ صلِحاً نُّؤْتِهَا أَجْرَهَا مَرَّتَینِ وَ أَعْتَدْنَا لهََا رِزْقاً کرِیماً
 
Hai isteri-isteri Nabi, siapa-siapa di antaramu yang mengerjakan perbuatan keji yang nyata, niscaya akan di lipat gandakan siksaan kepada mereka dua kali lipat. Dan adalah yang demikian itu mudah bagi Allah. Dan barang siapa diantara kamu (istri-istri Nabi) tetap taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan mengerjakan amal saleh, niscaya Kami berikan pahala kepadanya dua kali lipat dan Kami sediakan rezeki yang mulia baginya.
 
 
 
Al-Quran menegaskan bahwa para istri nabi jika mereka melakukan kebaikan, maka ia mendapatkan dua pahala. Satu pahala karena ia telah berbuat kebaikan, satu pahala lagi karena ia telah mengharumkan nama Rasulullah saww dan Islam.
 
Imam Zainal Abidin as berkata,
 
Para Sayid jika mereka melakukan kebaikan, maka ganjarannya dua kali lipat pahala, begitu pula jika melakukan kejahatan, dua kali diganjar siksa. (Ayatullah Khui, Mustanad Urwatul Wutsqa,cetakan Alamiyah tahun 1364, al-humairi dalam kitab Qurbul isnad hal.357 )
 
Qaidah al-quran menurut Imam Sajjad berlaku pula untuk para sayid dua pahala, dan dua siksa. Melihat dari sisi mengharumkan nama Rasulullah saww, Imam Ali as dan Sayidah Fatimah As.
 
Riwayat panjang yang diriwayatkan oleh Hasan Ibn Musa bahwa di Khurasan kita sedang berkumpul dengan para sahabat Imam Ridha as dan disana terdapat para Sayid yang berkata, Kami Bani Hasyim, Kami Putra Rasul dan Ali, Kami putra Azzahra al-batul belum sempat kebanggaan itu diselesaikan Imam Ridha as datang dan berkata,
 
Apakah engkau beragumen bahwa putra-putri Azzahra as, Allah swt haramkan untuk mereka neraka termasuk diri-diri kalian? Demi Allah swt, sesungguhnya Riwayat tersebut berlaku hanya untuk Al-hasan dan Alhusein, Zainab dan Ummu Kulstum serta para keturunan langsung mereka (Para Imam Maksum). Imam Ridha as meneruskan, Apakah Adil Ayah kami Imam Musa Kadzim as siang dan malam selalu beribadah kepada Allah swt dan beramal shaleh, kemudian disandingkan dengan kalian yang berbuat dosa??Sesungguhnya orang yang paling mulia disisi Allah swt adalah orang yang bertaqwa.(Uyun Akhbar Ridha as juz.2 hal.63 cetakan jahan Tehran, tahun 1378)
 
 
 
 
 
Riwayat lain,
 
Para sahabat Imam Sajjad mendatangi Sahabat besar Nabi Muhammad Saww Jabir ibn Abdillah al-Anshari,” Wahai Sahabat rasul tolonglah peringatkan Imam sajjad untuk tidak terlalu banyak beribadah karena bisa memperburuk kesehatannya.”
 
Jabir pun mendatangi Imam Sajjad, Wahai Putra Rasulullah janganlah terlalu banyak beribadah karena akan memperburuk kesehatanmu. Engkau sudah dijamin Allah swt untuk masuk kedalam SyurgaNya.
 
Imam Sajjad dalam menjawab pertanyaan Jabir membaca surat Mukminun ayat:9-10,
 
وَالَّذِينَ هُمْ عَلَىٰ صَلَوَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ  أُولَٰئِكَ هُمُ الْوَارِثُونَ
 
Dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya, Merekalah para pewaris yang sebenarnya.
 
Imam Sajjad berkata,
 
خلَقَ اللَّهُ الْجَنَّةَ لِمَنْ أَطَاعَهُ وَ أَحْسَنَ وَ لَوْ كَانَ عَبْداً حَبَشِيّاً- وَ خَلَقَ النَّارَ لِمَنْ عَصَاهُ وَ لَوْ كَانَ وَلَداً قُرَشِيّاً
 
“Allah Swt menciptakan Surga untuk orang yang Taat dan Berbuat kebaikan walaupun itu adalah Budak habasyi (Etopia) dan Allah swt menciptakan neraka untuk orang yang durhaka kepadaNya walaupun itu adalah anak Quraisy.” (Bihar Anwar al-Majlisi, Juz.46 hal.82 cetakan Muassah wafa Beirut Lubnan)
 
Sayid/Habib selain kebanggaan terdapat beban dan tanggung jawab
 
Setelah kita melihat kesaksian Al-quran dan Riwayat, kita akan mengetahui bahwa Habib selain itu adalah kebanggaan sebagai keturunan Rasulullah saww, didalamnya terdapat “Masuliyah” beban dan tanggung jawab yang dipikul . Tidak saja dari kaum Muslimin, melainkan dari non muslim pun mereka akan menilai seberapa bagus akhlak mereka sebagai para keturunan Bani Hasyim.
 
 
 
Taklif dan Tanggungjawab non Sayid terhadap Sayid
 
Ketika kita sudah mengetahui bahwa baik itu sayid maupun bukan dimata tuhan semuanya adalah ketaqwaan dan mengikuti jejak yang diperintahkan  Ahlul Bayt as, maka kita mendapatkan Predikat Anak-anak Wujudi Rasulullah saww dan Imam Ali as (Ana wa anta abawa hadzihil Umah).
 
Namun bukan berati non Sayid tidak memiliki beban dan tanggung jawab akhlak terhadap sayid, mereka harus menghormati mereka karena Rasulullah saww dan Ahlulbaytnya as.
 
Allah berfirman,
 
قُل لا أَسئَلُکمْ عَلَیْهِ أَجْراً إِلا الْمَوَدَّةَ فی الْقُرْبی
 
Katakanlah, aku tidak meminta upah apapun kecuali kecintaan kalian terhadap keluargaku. (Al-Syura:23)
 
Kita harus ketahui sepanjang sejarah keturunan Ali as dibunuh, disiksa, diburu dan dihina dina. Tragedi karbala setelah Syahidnya Imam Husein as, para wanita dan anak-anak digiring dan dipertontonkan.
 
Baik zaman Bani Umayyah maupun Abbasiyah, kaum Alawiyun mereka terdhalimi dan terpaksa harus lari ke seluruh negeri termasuk ke Indonesia. Mereka datang ke Indonesia bukan atas kehendak mereka , karena Allah swt dan Rasulullah saww sudah menyiapkan mereka tanah FADAK. Mereka harus lari dan pergi dari tanah kelahiran mereka karena Terzhalimi dan Teranaiya.
 
Penghormatan kepada mereka baik itu yang akhlaknya baik maupun buruk adalah tanggung jawab kita sebagai  Muslim yang baik. Jangan hanya karena tidak suka ke segelintir Habib seperti Habib Riziq atau Thahir al kaff kita sampai tidak menghormati mereka.
 
Amal perbuatan mereka kelak Allah dan Rasulnya yang menghisab, adapun tanggung jawab kita adalah tetap menghormati mereka karena darah yang mengalir di urat nadi mereka.
 
Masalah ini sangat ditekankan oleh Seikh Mufid, begitu pula para guru kami di Hauzah Ilmiah. Pernah ketika kita disebuah kelas Fiqih Makasib Muharramah Syeikh Anshari, bersama Sayid Ali Madani beliau berkata,
 
“Jika kalian bertamu kerumah guru kalian dan melihat anak guru kalian sangat nakal, mengejek bahkan memukul ketika guru kalian pergi ke dapur menyediakan teh,  apakah kalian akan menangkap anak nakal itu lalu balas mengejek dan memukul? Tentu saja kalian tidak melakukan hal tersebut karena kalian menghormati guru kalian.”
 
Menghormati anak guru kalian ketika mereka Shaleh dan pintar bukanlah hal luar biasa, justru menghormati mereka yang nakal dan beringas memperlihatkan kecintaan kita kepada ayahnya itulah yang  luar biasa.  Dengan kata lain, Justru terkadang kita diuji kecintaan kita terhadap Rasulullah saww dan ahlulbaytnya dengan beberapa keturunannya yang melenceng dan tidak berakhlak.
 
Kita tetap menghormati Habib/Sayid adalah sebagai tanggungjawab kita didepan Nash Al-quran serta karena darah yang mengalir diurat nadi mereka. Tentunya Rasulullah saw sebagai ayah-ayah mereka akan memberikan ganjaran kepada orang-orang yang menunjukan penghormatan dan takzim kepada anak keturunannya.
 
Tentunya jika mereka melakukan kesalahan atau kejahatan bukan tidak ditegur atau dihukum, tapi menegur dan menghukuminya dengan akhlak dan sopan santun itulah yang benar.
 
Kesimpulan:
1.Baik itu Habib ataupun Non habib, mereka memiliki beban dan tanggung jawab masing-masing dimata Allah swt dan Rasulnya
2.Siapapun baik itu Habib ataupun Bukan, ketika beramal seperti yang diperintahkan Rasul saww dan Ahlulbaytnya akan menjadi Putra-Putri Wujudi mereka.
3.Dimata Allah Swt ketakwaan,Keshalehan dan amal baiklah yang menjadi barometer kemuliaan seorang hamba.