Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Talang Air Hujan Rumahnya Abbas

2 Pendapat 05.0 / 5
Allah menurunkan wahyu kepada Rasulullah; katakan kepada umatmu agar menutup pintu-pintu rumahnya yang menghadap ke masjid, sehingga terjagalah kehormatan masjid dan seseorang tidak bisa melampaui batas kehormatan masjid. Di antara umat Rasulullah Saw, Ali dan Fathimah yang dikecualikan dan pintu rumahnya bisa dibuka menghadap ke masjid.

Abbas paman Rasulullah Saw meminta kepada beliau agar pintu rumahnya yang menghadap ke masjid tidak ditutup. Namun Rasulullah Saw menolaknya dan berkata, “Hukumnya adalah hukum Allah. Dengan demikian Abbas meminta bahwa paling tidak talang air hujan rumahnya yang bersambung pada atap masjid tidak dicopot.

Rasulullah Saw menyetujui dan kepada masyarakat beliau berkata, “Saya memberikan keistimewaan ini pada paman saya. Untuk itu jangan kalian ganggu dia. Karena dia adalah kenangan kakekku. Barang siapa yang menyakiti Abbas dan menginjak-injak haknya, maka laknat Allah baginya!”

Dari sejak hari itu sampai masa khalifah kedua, talang air hujan itu pada tempatnya. Sampai ketika peristiwa itu terjadi; hari itu Abbas sakit dan istirahat di dalam rumah. Budaknya naik ke atas atap mencuci pakaian. Air kotor mengalir di talang dan sedikit dari air itu mengena baju khalifah. Sang khalifah marah dan memerintakan agar talang itu dicabut dari tempatnya kemudian berkata, “Barang siapa yang kembali memasang talang ini, maka ia akan dihukum berat.” Menyaksikan kejadian ini, Abbas benar-benar sedih dan dengan bantuan anak-anaknya ia pegi ke rumahnya Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib. Begitu Imam Ali melihat pamannya, beliau sedih dan berkata, “Paman! Apa yang terjadi sehingga engkau datang ke rumahku dalam keadaan seperti ini?”

Abbas menceritakan kejadian yang ada dan berkata, “Sebelum ini aku punya dua mata; yang satu adalah Rasulullah dan aku sudah kehilangan dan yang lainnya adalah engkau. Aku berharap dengan keberadaanmu kehormatanku tidak hilang di tengah-tengah masyarakat ini.”

Imam Ali berkata, “Percayalah, aku akan mengambil kembali hakmu. Untuk itu kembalilah ke rumahmu dan jangan khawatir!”
Kemudian beliau berkata kepada Qanbar, “Ambilkan pedangku!”
Beliau meletakkan pedangnya di punggung dan pergi keluar dari rumah.

Atas perintah Imam Ali talang itu dipasang kembali. Kemudian Imam Ali berkata, “Demi hak pemilik kuburan [Rasulullah] dan mimbar ini! Siapa saja yang mencopot talang maka aku akan memenggal lehernya dan yang memerintahkannya dan aku akan menggantungnya di bawah terik matahari supaya terbakar!”

Kejadian itu sampai ke telinga khalifah dan dia datang ke masjid. Begitu ia melihat talang, berkata, “Kerjaan yang dilakukannya tidak membuat marah seseorang, sebagai gantinya sumpah, kami membayar kaffarahnya!”
Keesokan harinya, Imam Ali menjenguk Abbas dan menanyakan keadaannya. Abbas berkata, “Anak saudaraku! Selama aku punya engkau, aku tidak akan sedih.”

Imam Ali as berkata, “Tenanglah! Demi Allah! Bila penghuni bumi ini memusuhiku karena talang ini, maka dengan kekuatan ilahi, aku akan bertahan dan tidak mengizinkannya menyakitimu.”

Abbas mencium dahinya Imam Ali dan berkata, “Tidak akan berputus asa seseorang bila engkau sebagai penolongnya.”
 
Siapakah Malaikat Ini!
Rasulullah Saw berkata, “Malam ketika aku pergi ke Mi’raj, saya melihat seorang malaikat duduk di atas mimbar cahaya dan para malaikat lainnya berkerumun mengelilinginya. Aku bertanya, “Hai Jibril! Siapakah malaikat ini?” Dia berkata, “Mendekatlah dan ucapkan salam kepadanya! Kemudian aku mendekat, ternyata dia adalah saudaraku dan anak pamanku; Ali. Kemudian akau bertanya lagi, “Hai Jibril! Apakah dia mendahuluiku untuk sampai ke langit tingkat empat? Dia menjawab, “Tidak. Para malaikat benar-benar mencintai Ali bin Abi Thalib dan Allah menciptakan malaikat ini dari cahaya dan seperti Ali. Para malaikat setiap malam dan hari Jumat menziarahinya sebanyak tujuh ratus kali, membaca tasbih [subhanallah] dan menghadiahkan pahalanya kepada para pecinta Ali as.”

Malam Itu Ali Mengorbankan Dirinya Untuk Nabi
Keberanian Rasulullah Saw dalam menyebarkan agama Islam dan bergabungnya masyarakat Mekah membuat sempit arena para pemuka Quraisy sebagai kabilah yang paling berpengaruh. Sehingga keberadaan Rasulullah sangat berbahaya bagi mereka. Itulah mengapa mereka berkumpul di suatu tempat yang bernama “Darunnadwah” untuk mencari jalan keluar. Mereka memutuskan untuk membunuh Rasulullah. Supaya aman dari reaksi para sahabat Rasulullah Saw dan tidak ketahuan siapa yang membunuhnya, mereka memilih satu orang dari setiap kabilah dan menyerang dan membunuh Rasulullah Saw di malam hari.

Allah memberitahu Rasulullah Saw akan konspirasi ini dan memerintahkan beliau untuk keluar dari Mekah dan bergerak menuju ke Yatsrib. Yatsrib adalah kota yang kemudian diberi nama Madinah setelah hijrahnya Rasulullah bersama para sahabatnya ke sana.

Rasulullah menyampaikan pesan Allah ini kepada Sayidina Ali dan beliau siap untuk tidur di tempat tidur Rasulullah Saw. Sehingga mereka beranggapan bahwa Rasulullah Saw berada di rumah dan tidak ada yang tahu kepergian beliau.
Rasulullah Saw mendoakan Sayidina Ali dan memohon agar Allah menjaganya.
Malam yang gelap dan penuh bahaya telah tiba. Para petugas pembunuhan Rasulullah Saw mengepung rumah beliau tanpa tahu bahwa Rasulullah Saw telah pergi ke Madinah secara sembunyi-sembunyi.
Waktu sahar orang-orang Musyrik menyerang rumah Rasulullah. Dengan takjub mereka melihat Sayidina Ali berada di atas tempat tidur Rasulullah dan Rasulullah sendiri tidak ada.
Mereka yang saat itu terkecoh bertanya, “Muhammad di mana? Apa yang kau lakukan di rumah Muhammad?”
Sayidina Ali menjawab, “Memangnya kalian menyerahkannya padaku sehingga kalian menanyakan beliau kepadaku?”
Tanpa diragukan, keberanian Sayidina Ali ini telah mencegah kekalahan Islam dan pengorbanan ini adalah penyelamat jiwa Rasulullah Saw.
Allah dalam al-Quran memuji keberanian ini seraya berfirman:
وَمِنَ النَّاسِ مَن يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّـهِ  وَاللَّـهُ رَءُوفٌ بِالْعِبَادِ
“Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya. (QS. Baqarah: 207)