Manifestasi Syukur
Dalam suatu hadits Amirul Mukminin Ali as bersabda: “Ketika sudut-sudut nikmat sampai kepadamu janganlah engkau memutuskannya dengan sedikit bersyukur” (Nahjul Balagah, Hikmah 13).
Dalam hikmah ini Amirul Mukminin menjelaskan bahwa syarat langgeng dan lestarinya nikmat Tuhan -baik itu nikmat maknawi maupun nikmat materi- adalah memperbanyak syukur kepada Allah Swt atas nikmat yang diberikan-Nya. Pandangan ini senada dengan firman Tuhan: “Jika kamu bersyukur niscaya Aku tambahkan padamu (nikmat-Ku), dan jika kamu kufur (tidak bersyukur), niscaya azab-Ku sangatlah pedih” (Al-Qur’an: Surah Ibrahim, ayat 7).
Berasaskan hal ini jelaslah bahwasanya salah satu penghalang turunnya rahmat dan nikmat Ilahi adalah kufraan nikmat (kebalikan dari syukur nikmat), yakni hamba tidak berterima kasih dan bersyukur atas nikmat yang diberikan Tuhan kepadanya. Namun disamping itu sebagaimana yang dijelaskan dalam berbagai riwayat, penghalang lain turunnya rahmat dan nikmat Tuhan adalah dosa dan maksiat yang dilakukan manusia. Imam Shadiq as berkata: Seorang mukmin melakukan dosa, dan karena dosanya itu maka ia tidak dapat bagian dari rezki (Bihar, jld 73, hal 349). Dalam do’a Kumail (Imam Ali as mengajarkan do’a kepada sahabatnya Kumail) terdapat ungkapan munajat seperti ini: “Ya Allah! Aku memohon ampun pada-Mu atas dosa-dosa yang mengubah nikmat-nikmat. Ya Allah! Aku memohon ampun pada-Mu atas dosa-dosa yang menahan terkabulnya do’a. Ya Allah! Aku memohon ampun pada-Mu atas dosa-dosa yang menurunkan bala dan bencana (Kutipan Do’a Kumail).
Tingkatan-tingkatan Syukur
Seorang hamba dalam merepleksikan syukurnya terhadap limpahan nikmat dari Tuhan, dapat dilakukannya dalam tiga bentuk:
1. Syukur Lisan:
Memuji Tuhan dan bertasbih dengan lidah. Apa saja bentuknya dan dalam keadaan apapun, dzikir memuji Tuhan dengan lidah disebut juga dzikir lisan. Membiasakan lidah mngucapkan syukur ketika mendapatkan nikmat atas nikmat-nikmat terdahulu merupakan kebiasaan terpuji dengan syarat muncul dari hati yang paling dalam dan bukan sekedar ucapan-ucapan bibir dan lidah saja.
2. Syukur Qalbu:
Memperhatikan nikmat-nikmat Ilahi dan memutuskan untuk melakukan syukur kepada Tuhan yang disebut dengan syukur qalbu dan pikiran. Adapun pikiran yang tidak memperhatikan pemberian-pemberian Tuhan dan melewatinya dengan lalai maka disebut qalbu dan pikiran yang kufur atas nikmat Tuhan. Syukur jenis ini lebih tinggi derajatnya dari syukur lisan, sebab dalam syukur ini manusia diajak untuk khusyu’ tentang keesaan dan kebesaran Tuhan.
3. Syukur Anggota Badan (Jawaarih)
Tingkatan ini biasa disebut syukur perbuatan, yakni anggota badan berbuat dan berprilaku sesuai dengan kehendak dan keinginan Tuhan. Seperti melihat apa yang dianjurkan-Nya, melihat alam sebagai tanda-tanda keagungan-Nya, melihat dan mendengarkan ayat-ayat Al-Qur’an, melihat Ka’bah, melihat wajah ulama Rabbani, melihat kedua orang tua dengan penuh cinta dan kasih, mendengar ibrah dan nasehat ulama, dll, semua ini termasuk syukur kepada Tuhan, begitu pula menahan pandangan untuk tidak melihat yang diharamkan Tuhan, menahan pendengaran, lisan, tangan, dan kaki dari yang diharamkan-Nya. Jadi seluruh anggota badan yang merupakan nikmat-nikmat Ilahi jikalau digunakan sesuai dengan hukum dan perintah agama maka termasuk syukur amali atau perbuatan, dan orang yang merepleksikannya termasuk orang-orang yang bersyukur kepada Allah Swt.