Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Antara Muslih dan Mufsid

3 Pendapat 05.0 / 5

Masih dalam seri Al-Ishlah dalam Al-Qur’an, sebelumnya kita telah mengetahui bahwa Al-Ishlah memiliki dua makna. Makna pertama adalah mendamaikan perselisihan dan yang kedua adalah melakukan kebaikan disertai dengan menyingkirkan keburukan. Makna pertama telah kita bahas pada artikel sebelumnya dan kini kita akan membahas makna yang kedua.
 
Melakukan Kebaikan dan Menyingkirkan Keburukan
Makna kedua dari kata Al-Ishlah adalah lawan dari kata Al-Fasad (kerusakan). Sehingga pelaku kebaikan itu disebut Al-Muslih dan yang merusak disebut Al-Mufsid. Sebenarnya berbuat baik dan menyingkirkan keburukan adalah tugas setiap manusia. Karena berbuat baik saja tak cukup tanpa ada usaha untuk melawan keburukan.
Dimulai dari membenahi diri sendiri lalu dengan amar ma’ruf dan nahi munkar untuk mengingatkan orang lain. Bisa juga dengan melakukan gebrakan besar untuk memperbaiki kondisi masyarakat secara umum, seperti revolusi yang dilakukan oleh para pahlawan bangsa. Namun lucunya, para pelaku kejahatan pun mengaku sebagai Muslih, yaitu orang-orang yang berbuat baik dan menginginkan kebaikan untuk masyarakat.
Bahkan Fir’aun yang sudah jelas mengaku tuhan pun masih mengaku dirinya sebagai penjaga agama masyarakat dari “agama baru” yang dibawa oleh Nabi Musa as. Al-Qur’an juga menceritakan sifat orang-orang munafiq yang hobi merusak namun selalu mengaku sebagai Muslih, seperti Firman Allah swt,
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لاَ تُفْسِدُواْ فِي الأَرْضِ قَالُواْ إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ
Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Janganlah berbuat kerusakan di bumi!” Mereka menjawab, “Sesungguhnya kami justru orang-orang yang melakukan perbaikan.” (QS.Al-Baqarah:11)
 
Jika semua mengaku sebagai Muslih, lalu bagaimana cara kita membedakannya? Apa tolok ukur seseorang disebut Muslih atau Mufsid? Kita akan temukan jawabannya melalui ayat berikut ini,
وَالَّذِينَ يُمَسَّكُونَ بِالْكِتَابِ وَأَقَامُواْ الصَّلاَةَ إِنَّا لاَ نُضِيعُ أَجْرَ الْمُصْلِحِينَ
“Dan orang-orang yang berpegang teguh pada Kitab (Taurat) serta melaksanakan shalat, (akan diberi pahala). Sungguh, Kami tidak akan menghilangkan pahala orang-orang saleh.” (QS.Al-A’raf:170)
Tolok ukurnya adalah Kitab Suci. Ayat ini berbicara tentang Ahlil Kitab yang memiliki Taurat, sementara untuk kaum Muslimin maka tolok ukurnya adalah Al-Qur’an. Lihat saja, selama ia berpegang teguh dengan syariat dan tidak bertentangan dengan Al-Qur’an maka ia adalah Muslih. Karenanya, jika kita ingin membedakan orang yang benar-benar Muslih dan yang hanya mengaku, lihatlah perbuatannya ! Jadikan Al-Qur’an sebagai hakim.
 
Jaminan bagi Orang yang Muslih
Hanya ada dua pilihan dalam hidup manusia. Apakah ia ingin menjadi orang-orang yang berbagi kebaikan (Muslih) atau biangnya kerusakan (Mufsid). Untuk mereka yang memilih pilihan pertama, maka bersiaplah dengan jaminan dari Allah swt, seperti dalam Firman-Nya,
فَمَنْ آمَنَ وَأَصْلَحَ فَلاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ
“Barangsiapa beriman dan mengadakan perbaikan, maka tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.” (QS.Al-An’am:48)
فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ
“Barangsiapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya dari Allah.” (QS.Asy-Syuro:40)
Ayat kedua ini menarik untuk kita perhatikan sejenak. Allah Meletakkan kata “memaafkan” sebelum kata “berbuat baik”, seakan ingin Menunjukkan bahwa perbuatan baik itu butuh pada pengorbanan dan hati yang lapang. Apalagi disertai dengan melawan keburukan, pasti akan banyak rintangan yang menghadang.
Karena itu lapangkan hati dan mudahlah memaafkan. Dua ayat ini adalah jaminan Allah bagi orang-orang yang memilihi jalan Al-Ishlah. Lalu tenangkan hati, karena tidak ada yang bisa Membohongi-Nya dan tidak ada yang mampu bersandiwara dihadapan-Nya.
وَاللّهُ يَعْلَمُ الْمُفْسِدَ مِنَ الْمُصْلِحِ
“Allah Mengetahui orang yang berbuat kerusakan dan yang berbuat kebaikan.” (QS.Al-Baqarah:220)
Pada akhirnya, jangan pernah minder untuk berbuat kebaikan dan menyingkirkan keburukan. Karena Allah tidak akan Melanggengkan perbuatan orang-orang perusak (Mufsidin).
إِنَّ اللّهَ لاَ يُصْلِحُ عَمَلَ الْمُفْسِدِينَ
“Sungguh, Allah tidak akan membiarkan terus berlangsungnya pekerjaan orang yang berbuat kerusakan.” (QS.Yunus:81)
Kekuasaan Fir’aun masih berjalan karena belum munculnya tongkat Musa as, ketika kebenaran telah datang maka lenyaplah kebatilan sebesar apapun kekuatannya.
“Kekuasaan batil itu hanya sesaat dan kekuasaan kebenaran itu akan langgeng hingga akhir masa”
Semoga kita termasuk dalam golongan orang-orang yang Muslih dan memiliki hati yang kuat untuk selalu mengadakan perbaikan di bumi Allah swt.