Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Perumpamaan Haq dan Batil dalam Al-Qur’an

1 Pendapat 05.0 / 5
Syariat Allah turun bertahap mengikuti kesiapan manusia. Di zaman Nabi Adam, manusia belum mampu untuk menerima kewajiban solat. Mungkin syariat yang mereka terima hanya cara untuk bertahan hidup. Semakin hari pemikiran manusia semakin berkembang. Secara bertahap kitab-kitab tauhid diturunkan pada para nabi. Syariat semakin lengkap karena manusia semakin siap. Hingga turun Kitab yang terakhir yaitu Al-Qur’an Al-Karim. Al-Qur’an adalah kitab yang melengkapi dan menyempurnakan semua syariat sebelumnya.
Bedanya, Al-Qur’an adalah Kitab terakhir yang memuat syariat terlengkap. Ia diturunkan bukan hanya untuk suatu kaum dan satu zaman. Al-Qur’an diturunkan untuk setiap kaum dan setiap zaman sampai Hari Kiamat kelak.
Pertanyaannya, bagaimana syariat yang diturunkan 1400 tahun yang lalu masih bisa cocok dengan zaman ini?
Bukankah telah banyak sekali perubahan yang terjadi setiap waktu, akankah syariat islam masih menjangkau perubahan zaman ini?
 
Kebenaran dan Kebatilan Bagaikan Pohon
Al-Qur’an dipenuhi dengan bermacam perumpamaan. Tujuannya agar manusia lebih mudah memahami dan mengambil manfaat. Saat berbicara tentang kebenaran, Al-Qur’an memberi kita analogi yang indah,
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللّهُ مَثَلاً كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاء -٢٤- تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا -٢٥-
“Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana Allah telah Membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya kuat dan cabangnya (menjulang) ke langit, (pohon) itu menghasilkan buahnya pada setiap waktu dengan seizin Tuhan-nya.” (Ibrahim 24-25)
 
Menurut para mufassir kalimat toyyibah dalam ayat ini adalah kalimat tauhid. Ada bermacam tafsiran mengenai makna kalimat tauhid, tapi yang jelas kalimat itu adalah kebenaran. Dan kita meyakini kebenaran itu berwujud Islam. Pertama, Allah ingin menegaskan bahwa kebenaran itu pasti toyyibah (indah).
Kata indah disini berlaku untuk keseluruhan. Secara dhohir dan batinnya harus indah. Karenanya, kita harus mempertanyakan jika ada orang yang memperjuangkan kebenaran dengan cara yang buruk bahkan keji. Kebenaran mana yang sedang ia perjuangkan?
Kebenaran itu tetaplah indah dan baik meski hanya segelintir orang yang ikut bersamanya. Dan kebatilah tetaplah buruk meski sangat banyak pengikutnya.
قُل لاَّ يَسْتَوِي الْخَبِيثُ وَالطَّيِّبُ وَلَوْ أَعْجَبَكَ كَثْرَةُ الْخَبِيثِ -١٠٠-
Katakanlah (Muhammad), “Tidaklah sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya keburukan itu menarik hatimu.” (Al-Ma’idah 100)
 
Dalam ayat ini, Allah tidak menggambarkan Islam sebagai batu, namun Allah menyebutnya seperti pohon. Islam tak seperti batu yang kuat namun tidak tumbuh dan bergerak. Islam adalah pohon yang memiliki akar kuat sehingga tidak ada yang bisa menggoyahkan batangnya. Tidak hanya kuat, pohon itu memiliki cabang yang menjulang kelangit dan selalu menghasilkan buah.
Begitulah Allah menggambarkan Islam. Islam bukan agama yang jumud dan kaku. Ia selalu fleksibel, up to date dan fresh. Islam berkembang sepanjang zaman. Walau syariatnya diturunkan lebih dari 1000 tahun yang lalu, namun ia selalu memberi jawaban dan solusi di setiap zaman.
 
Di sisi lain ada kebatilan, bagaimana Allah menggambarkannya?
وَمَثلُ كَلِمَةٍ خَبِيثَةٍ كَشَجَرَةٍ خَبِيثَةٍ اجْتُثَّتْ مِن فَوْقِ الأَرْضِ مَا لَهَا مِن قَرَارٍ -٢٦-
Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikit pun.” (Ibrahim 26)
 
Kebatilan itu pasti buruk. Walau ia diikuti oleh mayoritas, walau ia dibungkus dengan tampilan yang indah. Kebatilan akan tetap buruk. Ia bagaikan pohon yang tak memiliki akar.
Coba bayangkan sebuah pohon tanpa akar. Tak menunggu angin keras, ditiup pun ia akan runtuh. Kebatilan tidak pernah stabil. Terkadang terlihat amat kuat, padahal didalamnya sangat rapuh. Kekuatannya semu. Hanya menunggu waktu saat para pejuang kebenaran tiba, kebatilan akan segera lenyap.
 
Kebenaran Bagai Air, Kebatilan Bagai Buih
Allah swt berfirman,
أَنزَلَ مِنَ السَّمَاء مَاء فَسَالَتْ أَوْدِيَةٌ بِقَدَرِهَا فَاحْتَمَلَ السَّيْلُ زَبَداً رَّابِياً وَمِمَّا يُوقِدُونَ عَلَيْهِ فِي النَّارِ ابْتِغَاء حِلْيَةٍ أَوْ مَتَاعٍ زَبَدٌ مِّثْلُهُ كَذَلِكَ يَضْرِبُ اللّهُ الْحَقَّ وَالْبَاطِلَ فَأَمَّا الزَّبَدُ فَيَذْهَبُ جُفَاء وَأَمَّا مَا يَنفَعُ النَّاسَ فَيَمْكُثُ فِي الأَرْضِ كَذَلِكَ يَضْرِبُ اللّهُ الأَمْثَالَ -١٧-
Allah telah Menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah ia (air) di lembah-lembah menurut ukurannya, maka arus itu membawa buih yang mengambang. Dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti (buih arus) itu. Demikianlah Allah Membuat perumpamaan tentang yang benar dan yang batil. Adapun buih, akan hilang sebagai sesuatu yang tidak ada gunanya; tetapi yang bermanfaat bagi manusia, akan tetap ada di bumi. Demikianlah Allah Membuat perumpamaan. (Ar-Ra’d 17)
 
Allah gambarkan kebenaran bagaikan air. Tahukah anda, air adalah lambang kehidupan. Tak ada kehidupan tanpa air, begitupula tak ada kehidupan tanpa kebenaran. Air adalah sesuatu yang paling dibutuhkan manusia. Ia membawa manfaat bagi alam. Seperti kebenaran yang selalu menebar manfaat bagi alam semesta ini.
Sementara kebatilan bagaikan buih yang tak berarti. Ia tak berguna dan tak memiliki manfaat sedikitpun. Maka tempat yang paling pantas untuk sesuatu yang tak berguna adalah sampah dan tempat pembuangan.
Ayat ini juga berbicara tentang peleburan logam untuk membuat perhiasan. Makna tersirat dalam kalimat itu adalah kebenaran perlu diperjuangkan. Agar tersaring mana yang bersama kebenaran dan mana yang palsu.
Selain itu, kebenaran itu indah bak perhiasan yang berkilauan. Karenanya, tiada cara yang pas untuk menampilkan kebenaran kecuali dengan cara yang indah.