Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Tujuan dari Mikraj Rasulullah saw

1 Pendapat 05.0 / 5

Sudah jelas bagi kita bahwa Mikraj Rasulullah saw. tidaklah bermaksud untuk melihat Tuhan di atas langit sebagaimana anggapan orang-orang awam. Sayangnya, sebagian cendekiawan Barat, lantaran ketidaktahuannya atau ingin menggoncang Islam, menyoroti sedemikian rupa akan perjumpaan dengan Tuhan ini. Di antara mereka, Georgia dalam buku, Muhammad Payambariy keh az Nou Bayad Shenâkht berkata, “Dalam perjalanan Mikraj, Muhammad sampai di suatu tempat sehingga ia dapat mendengar suara pena Tuhan dan memahami bahwa Tuhan sedang sibuk menjaga hisâb (perhitungan) umat manusia. Akan tetapi, meskipun ia mendengar pena Tuhan, ia tidak melihat-Nya! Karena tidak seorang pun yang dapat melihat Tuhan meskipun ia adalah seorang nabi.”[1]
Hal ini menunjukkan bahwa jenis pena adalah pena kayu. Ketika bergerak di atas kertas pena itu bergerak kasar dan menimbulkan suara. Inilah salah satu contoh dari sekian khurafat dan takahayul.
Sebenarnya, tujuan Mikraj adalah agar ruh Nabi saw. menyaksikan rahasia keagungan Tuhan di jagad raya, khususnya menyaksikan alam  yang merupakan kumpulan tanda-tanda keagungan-Nya. Selain itu, supaya beliau kembali menemukan pemahaman dan wawasan baru dalam memberikan petunjuk dan memimpin umat manusia.
Tujuan ini secara jelas tertuang di dalam surat Al-Isra’ [17], ayat 1 dan surat An-Najm [53], ayat 18.
Terdapat juga riwayat yang menarik mengenai tema ini yang bersumber dari Imam Ash-Shadiq a.s. dalam menjawab pertanyaan sebab Mikraj Rasul saw. Beliau berkata, “Allah Swt. sama sekali tidak memiliki ruang, dan tidak berada dalam lintasan waktu. Akan tetapi, Ia menghendaki para malaikat dan para penghuni langit menghormati Nabi saw. yang melintas di antara mereka. Dan juga ingin menunjukkan kepada Nabi-Nya akan keagungan-Nya yang serba menakjubkan, sehingga Nabi saw. menerangkannya kepada masyarakat setelah kembali.”[2]
 
 CATATAN :
 
[1] Muhammad Payambariy keh az Nou Bayad Shenâkht, hal. 125.
[2] Tafsir al-Burhân, jilid 2, hal. 400; Tafsir Nemûneh, jilid 12, hal. 16.