Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Peran Puasa Dalam Tazkiyah Nafs (4)

1 Pendapat 05.0 / 5

Imam Ali AS mengatakan bahwa agamapun juga pernah dijajah oleh manusia-manusia keji. Beliau berkata, “Sesungguhnya agama ini pernah menjadi tawanan di tangan orang-orang keji yang mengamalkannya sesuai hawa nafsu, dan dengannya dunia justru  dicari.”

Banyak manusia tertawan oleh hawan nafsunya sehingga betah tinggal di dunia dan takut meninggalkannya. Untuk menggeser pendirian ini, Islam mengajarkan pinsip bahwa manusia hendaknya tidak bergantung pada alam materi dan tidak pula takut kepada alam non-materi.

Imam Ali as menyoal; “Bukankah orang yang merdeka adalah orang meninggalkan sisa makanan ini kepada ahlinya (orang-orang memang menyukainya)?”[1]

Artinya, apa yang kini disebut sebagai dunia semisal jabatan, status sosial dan harta benda tak lain adalah sesuatu yang telah dikonsumsi oleh orang-orang terdahulu yang sisanya masih ada sampai sekarang. Karena itu, manusia yang bijak tentunya tidak boleh terpasung oleh sesuatu yang ternyata sedemikian remeh itu.

Dalam al-Quran al-Karim Allah SWT berfirman;

كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ رَهِينَةٌ إِلَّا أَصْحَابَ الْيَمِينِ.

Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya, kecuali golongan kanan  )yamin),.”[2]

Golongan “yamin” adalah orang-orang yang mendapat anugerah (maimanah) sehingga memancar dari mereka adalah keberkahan semata, dan merekapun tidak berurusan dengan apapun kecuali maimanah dari Allah SWT. Seruan agama agar manusia berusaha meraih anugerah itu sendiri merupakan anugerah nikmat terbesar dariNya.

Bulan suci Ramadhan adalah momen kemerdekaan manusia. Bulan suci ini merupakan momentum di mana hari demi hari manusia diberikan kesempatan sebesar-besarnya untuk melepaskan belenggu demi belenggu yang memasungnya. Dan cara terbaik untuk melepaskan belenggu ini adalah memahami hikmah-hikmah yang terkandung dalam setiap amal ibadah.

Pahala Puasa

Dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa manusia hendaknya berpuasa demi meninggalkan kesenangan dan kegembiraan yang ada di luar bulan Ramadhan karena semua itu hanyalah semu belaka. Puasa menyajikan makna batini yang mengajak manusia kepada Allah SWT. Karena itu, sebagaimana telah disebutkan, dalam hadis Qudsi Allah SWT berfirman; “Puasa adalah untukku, dan Aku-lah yang akan mengganjarnya.” Bahkan menurut versi lain, bagian dari teks hadis Qudsi ini diberi harakat dan bunyi lain sehingga berarti: “….Aku-lah ganjaran/pahalanya.”  Ungkapan demikian hanya disebutkan berkenaan dengan ibadah puasa.

Segala sesuatu yang ada alam semesta ini pada hakikatnya adalah milik Allah SWT. Tak ada suatu apapun yang luput dari kepemilikanNya. Bahkan organ tubuh manusia juga milikNya, sebagaimana disebutkan dalam firmanNya;

قُلْ مَن يَرْزُقُكُم مِّنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمَّن يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَن يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَن يُدَبِّرُ الْأَمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ  فَقُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ.

“Katakanlah: ‘Siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?’ Maka mereka akan menjawab: ‘Allah.’ Maka katakanlah ‘Mangapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya)?’”[3]

Imam Ali as berkata: “Organ tubuhmu adalah saksiNya, anggota tubuhmu adalah pasukanNya, perasaanmu adalah mata-matanya, dan kesendirianmu adalah pengawasanNya.”[4]

Beliau mengingatkan bahwa manusia dalam segala keadaannya, termasuk ketika menyepi dan menyendiri, tidak akan pernah luput dari pengawasan Allah SWT. Malaikat bahkan menghitung nafas demi nafas manusia serta mengawasi untuk apa mereka bernafas. Allah SWT berfirman;

وَلِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ.

“Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, dan Allah Maha Perkasa atas segala sesuatu.”[5]

Firman suci ini menunjukkan bahwa seluruh organ tubuh manusia juga merupakan  prajurit Allah SWT, yaitu prajurit yang juga disinggung dalam firmanNya;

وَلِلَّهِ جُنُودُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَكَانَ اللَّهُ عَزِيزًا حَكِيمًا.

“Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”[6]

(Bersambung)

CATATAN :

[1] Nahjul Balaghah, Hikmah 456.

[2] QS. Al-Muddatstsir [74]: 38-39.

[3] QS. Yunus [10]: 31.

[4] Nahjul Balaghah, Khutbah 199.

[5] QS. Ali Imran [3]: 189.

[6] QS. Al-Fath [48]: 7.