Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

DIALOG ANTARA MUSLIM DAN KRISTIAN [6]

0 Pendapat 00.0 / 5

Satu Pencipta


Wilson: Anda telah menyebutkan sebelumnya bahwa keesaan Tuhan (dialog kedua) merupakan tema yang sangat ditekankan dalam Kitab Suci al-Qur’an; bahwa Islam, atas alasan ini, juga disebut sebagai “Din at-Tauhid (agama yang meyakini keesaan Tuhan); dan bahwa bersaksi terhadap keesaan-Nya merupakan redaksi pertama dalam Deklarasi Keimanan: “Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah.” Apakah Islam menyuguhkan bukti-bukti atas prinsip penting ini?

Chirri: Kitab Suci al-Qur’an menyebutkan hubungan di antara bagian-bagian semesta sebagai bukti keesaan Penciptanya. Ia menasihatkan kita untuk melihat tatanan yang ada di alam semesta, dan kenyataan bahwa tatanan semacam itu tidak dapat mewujud jika terdapat lebih dari Satu Pencipta. Lebih dari satu administrasi bagi semesta adalah lebih mirip dengan satu administrasi untuk satu
kota, negeri atau bangsa. Tentu saja hal ini akan menimbulkan kekacauan dan disorder (amburadul). “Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah Rusak binasa. Maka Maha suci Allah yang mempunyai ‘Arsy daripada apa yang mereka sifatkan.” (Qs. al-Anbiya [21]:22) “Dan ketahuilah, wahai putraku,” sabda Imam Ali bin Abi Thalib kepada putranya al-Hasan, “bahwa bila Tuhanmu memiliki sekutu, nabi-nabi dari sekutu-Nya akan datang kepadamu. Namun Dialah satu-satunya Tuhan, sendiri tanpa sekutu.” (Nahjul Balagha, bagian 3)

Wilson: Bagaimana pandangan Islam ihwal doktrin Trinitas?

Chirri: Islam dengan sangat tegas mengingkari dan menolak doktrin ini. Kitab Suci al-Qur’an mendeklarasikan: “Katakanlah: “Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan.Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.” (Qs. al-Ikhlas [112]:1-4)“Dan mereka berkata: “Tuhan yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak”. Sesungguhnya kamu telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar. Hampir-hampir langit pecah karena Ucapan itu, dan bumi terbelah, dan gunung-gunung runtuh, Karena mereka mendakwahkan Allah yang Maha Pemurah mempunyai anak. Dan tidak layak bagi Tuhan yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak.” (Qs. Maryam [19]:88-92)

Wilson: Mengapa Islam menolak sedemikian tegas doktrin Trinitas?

Chirri: Islam menolak Trinitas lantaran kebapakan Tuhan bagi seluruh makhluk hidup atau non-makhluk hidup tidak dapat diterima dan mendegradasi konsep ketuhanan. Dia tidak terbatas dan terangkum dalam bentuk raga, dan Dia meliputi segala sesuatu di alam semesta ini. Dia tidak memiliki sekutu untuk memiliki anak sebagaimana tabiat makhluk hidup. Ruh kebapakannya juga tidak dapat diterima bagi setiap jiwa atau ruh apabila hal ini bermakna selain menjadi Pencipta jiwa dan ruh. Tidak ada hubungan yang dapat diterima antara Pencipta dan ciptaan-Nya. Kalau tidak, wujud yang lain akan mandiri dan merdeka dari Tuhan, dan akan menjadi sekutu-Nya. Kini, jika kita menisbahkan anak menyatu dengan Tuhan, urusannya seolah-olah saya mengatakan bahwa anakku dan aku adalah satu. Jika statmen itu benar adanya, aku akan menjadi ayah bagi diriku, lantaran aku sendiri adalah putraku sendiri. Dan putraku akan menjadi putra bagi dirinya sendiri, lantaran ia adalah aku. Oleh karena itu, Tuhan akan menjadi bapak bagi dirinya sendiri, dan putra-Nya menjadi putra bagi dirinya sendiri. Tuhan tidak, dan tidak dapat menjadi bapak dari makhluk hidup atau non-hidup jika kebapakan digunakan dengan makna yang sesungguhnya. Jika kata yang digunakan memiliki arti majazi (figuratif), bermaksud bahwa Tuhan adalah pengasih terhadap makhluknya sebagaimana pengasihnya seorang ayah, maka Dia tidak hanya akan menjadi ayah bagi satu orang tetapi bagi seluruh umat manusia. Dan hal ini merupakan sesuatu yang dapat dipahami dari doa kaum Krisitan, “Bapa kami, Engkau di surga…”Akan tetapi, bahkan penggunaan ini juga tertolak bagi Islam, lantaran kalimat ini menyesatkan dan membingungkan orang. Oleh karena itu, kaum muslimin, tidak menggunakan kalimat figuratif ini untuk Tuhan.

Wilson: Ucapan Anda menunjukkan bahwa kaum Muslimin tidak meyakini keilahian Isa. Apakah Anda memiliki bukti jelas terhadap klaim yang menentang keilahian Isa?

Chirri: Anda tidak perlu mematahkan bukti keilahian Isa atau Muhammad atau manusia lainnya. Namun jika Anda mengklaim keilahian seseorang selain Tuhan, Anda harus membuktikan klaim tersebut. Jika seseorang mengklaim bahwa Anda merupakan seorang malaikat, ia harus membuktikan klaim itu. Saya tidak perlu membuktikan bahwa Anda merupakan seorang manusia lantaran penampilan Anda sebagai seorang manusia dan memiliki seluruh atribut seorang manusia. Orang yang mengklaim Anda sebagai seorang malaikat yang harus membuktikan klaimnya, lantaran klaimnya itu berlawanan dengan akal sehat dan dengan kenyataan faktual yang terlihat. Tatkala seseorang berkata bahwa Isa atau Muhammad adalah manusia, bukan seorang Tuhan, ia sejalan dengan definisi yang diterima. Isa hidup sebagaimana manusia, memiliki rupa seperti manusia, tidur dan makan sebagaimana laiknya manusia dan dianiaya sebagaimana manusia. Tidak ada satu pun dari fakta ini yang memerlukan bukti. Hal ini tidak seperti kasusnya dengan orang yang mengklaim keilahiannya. Klaimnya bertentangan dengan pengetahuan umum. Oleh karena itu, ia dan bukan orang lain, yang harus menghadirkan bukti untuk menyokong klaim tersebut. Meski kaum Muslimin tidak sepatutnya menyuguhkan bukti untuk mengingkari keilahian Isa, mereka dapat menghadirkan bukti dan argumen lebih dari satu: 1. Isa merupakan seorang yang ahli ibadah. Tentu saja, ia beribadah kepada Tuhan, bukan kepada dirinya. Hal ini membuktikan bahwa ia bukanlah tuhan namun seorang hamba Tuhan. 2. Sesuai dengan tiga kitab Injil, ucapan terakhir yang disampaikan Isa adalah: “Tuhanku, Tuhanku, mengapa Engkau meninggalkanku?” Seseorang yang memiliki tuhan bukanlah Tuhan.3. Tuhan adalah abadi, sementara Isa adalah fana; Tuhan Mahakuasa, tapi Isa dianiaya.

Wilson: Mengapa kita tidak dapat melihat Isa sebagai seorang tuhan dari sisi spiritual dan seorang manusia yang fana dari sisi keragaannya?

Chirri: Memiliki dua sisi, raga dan ruhani, tidak hanya dimiliki oleh Isa secara eksklusif, karena setiap manusia memiliki kedua sisi ini. Anda memiliki dua sisi, ruhani dan ragawi dan demikian juga saya. Dan ruh kita tidak ada satu pun yang berisifat fana, karena ruh kita akan tetap hidup setelah kematian kita. Namun hal ini tidak membuat kita menjadi Tuhan, demikian juga bagi Isa.

Wilson: Namun Isa tidak seperti kita. Ia, menurut al-Qur’an dan Injil, lahir dari seorang ibu perawan tanpa ayah. Bukankah hal ini bermakna bahwa ia lebih dari seorang manusia biasa?

Chirri: Terlahir dari seorang ibu tanpa seorang ayah tidak akan membuat Isa lebih dari seorang manusia biasa. Adam dicipta tanpa ayah dan ibu, dan hal itu tidak membuatnya melebihi manusia biasa. Dari al-Qur’an kita membaca: “Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya: “Jadilah” (seorang manusia), Maka jadilah Dia.” (Qs. Ali Imran [3]:59) Isa bukanlah tuhan, demikian juga Adam karena tidak satu pun dari mereka yang merupakan Sang Pencipta semesta.

Wilson
: Bagaimana kita tahu bahwa ia bukan Pencipta semesta?

Chirri:
Para ilmuan berkata bahwa usia bintang-bintang adalah lebih dari empat miliar tahun lamanya, dan Isa lahir kurang lebih dua ribu tahun yang lalu. Bagaimana mungkin usia semesta yang sedemikian tuanya dicipta oleh seorang pencipta muda?

Wilson
: Anda tepat. Dan saya pikir Anda telah membuat masalahnya menjadi jelas untuk meyakinkan setiap orang yang berpikiran jujur dan jernih. Sebenarnya, fakta-fakta yang Anda beberkan telah masyhur bagi setiap orang. Namun menakjubkan bagaimana orang-orang melalaikannya. Saya pikir mereka melakukan hal ini karena mereka diajarkan keilahian Isa semenjak kecil. Ajaran ini diulang-ulang di rumah dan di gereja yang tetap lekat dalam ingatan anak-anak; dan ketika mereka tumbuh dewasa, mereka tumbuh seiring dengan pikiran mereka. Mereka tidak mempersoalkan masalah ini karena mengangggap masalah ini sudah seperti ini adanya (taken for granted). Dari apa yang telah didialogkan selama ini, telah jelas bagiku pandangan tanpa kompromi Islam ihwal keesaan Tuhan yang merupakan hal yang sangat rasional. Oleh karena itu, saya bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah Yang Mahakuasa, Esa tanpa sekutu, mitra dan anak.