Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Islam dan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT)

1 Pendapat 05.0 / 5

Di zaman modern sekarang  ini, tak jarang masih terdengar berita tentang kekerasan yang menimpa para wanita. Mirisnya, sebagian korbannya ialah para wanita yang menjadi korban kekerasan para suaminya. Mahligai rumah tangga yang seharusnya dijadikan sarana untuk saling berbagi cinta dan kasih antara pasangan suami dan istri, malah menjadi  tempat penyiksaan istri.

Padahal, Islam memerintahkan agar memperlakukan istri dengan baik, “Bergaullah dengan istri kalian dengan baik (ma’ruf)”.[QS an-Nisa:9] Bahkan, ketika berbicara tentang penceraian pun, al-Qur’an tetap menekankan pada suami untuk tetap berlaku baik terhadap mantan istrinya. Padahal, biasanya setelah penceraian akan timbul permusuhan, “Apabila kamu mentalak istri-istrimu, lalu mereka mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan cara yang baik (makruf), atau ceraikanlah mereka dengan cara yang baik (ma’ruf). Dan janganlah kalian menahan para istri di rumah (tidak menceraikannya) dengan tujuan untuk berbuat sewenang-wenang terhadap mereka. Barangsiapa berbuat demikian, maka sungguh ia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri…”.[QS an-Nisa:231]

Syeikh Thabarsi dalam Majmaul Bayan menjelaskan, “Bergaul dengan baik (ma’ruf), artinya berlaku berdasarkan perintah Allah swt, menberikan hak-hak wanita dalam memenuhi kebutuhannya, berkata dan berlaku dengan baik terhadap istrinya”. Bahkan dikatakan “ma’ruf” artinya, janganlah memukul istrimu, janganlah berkata buruk padanya dan berlemah lembutlah dengannya”.

Jika Islam memerintahkan untuk senantiasa berlaku baik dengan istri dan melarang berbagai jenis kekerasan, lantas kenapa dalam perkara istri nusyuz, Islam memerintahkannya untuk memukulnya? Apakah ini tidak akan menyebabkan para suami melegimitasi kesewenang- wenangan terhadap istrinya, hingga dengan mudah memukul istrinya dengan dalil al-Qur’an sendiri yang memerintahkannya?

Nusyuz dan KDRT

Nusyuz artinya penentangan. Sedangkan, dalam istilah fikih praktis, sebagaimana yang dijelaskan Imam Khomeini bahwa Istri nusyuz adalah istri yang tidak mentaati suaminya dengan tidak menjalankan segala kewajiban yang telah diperintahkan kepadanya, seperti tidak memenuhi kebutuhan biologis suami, tidak menjauhkan dirinya dari hal-hal yang tidak disukai dan menyebabkan suami tidak bergairah kepadanya, tidak berhias dan membersihkan dirinya padahal suami menginginkannya dan keluar rumah tanpa izin suaminya. Karena itu, seorang istri tidak dikatakan nusyuz hanya dengan meninggalkan ketaatan atas sesuatu yang tidak diwajibkan pada seorang istri, seperti tidak melakukan pekerjaan rumah dan segala kebutuhan suami yang tidak berkaitan dengan kebutuhan biologis, seperti menyapu, menjahit, memasak dan lainnya. [Tahrir Wasilah, Bab Nusyuz]

Langkah-langkah Menghadapi Istri Nusyuz

Berkaitan dengan hal ini Qur’an menjelaskan, “Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka, lalu pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan lalu pukullah mereka.”[QS an-Nisa:34] Jadi menurut al-Qur’an langkah-langkah menghadapi istri yang nusyuz adalah sebagai berikut: pertama, dinasehati. Kedua, jika nasehat tidak berpengaruh, maka masuk langkah kedua yaitu pisah ranjang. Ketiga, jika pisah ranjang tidak mempan juga, maka langkah selanjutnya adalah memukul istri.

Menurut Imam Khomaeni, pukulan dilakukan dengan tujuan untuk menyadarkan, bukan untuk melampiaskan kemarahan atau untuk membalas dendam. Jika pukulan tersebut menyebabkan luka dan memberikan bekas merah atau hitam (memar), maka suami wajib membayar denda (diyah)”.[Tahrir Wasilah, Bab Nusyuz]

Bahkan beberapa ulama telah menjelaskan tentang batasan pukulan:

Syahid ats-Tsani, dalam Masalik al-Afham, “Dalam sebagian riwayat, dijelaskan memukul wanita dengan kayu miswak, …”
Syeikh Tusi dalam al-Mabsuth mengatakan, “Maksud dari pukulan adalah, memukul dengan kain sapu tangan yang diikatkan, yang tidak boleh menyebabkan memar…”
Menurut as-Suyuthi pukulan tidak boleh keras dan membahayakan.
Karena itu, meskipun Al-Quran mengutarakan pukulan sebagai solusi, hal itupun dilontarkan bukan tanpa syarat. Pukulan merupakan solusi terpahit dan terakhir jika langkah-langkah sebelumnya tidak berdampak. Dan tujuannya untuk menyadarkan, bukan lainnya. Disamping itu, bentuk pukulannya pun tidaklah asal pukul dan tanpa syarat, namun pukulan tidak boleh sampai meninggalkan bekas, memar apalagi luka.

Jadi, kami kira bentuk kekerasan apapun yang terjadi dalam rumah tangga tidaklah dibenarkan dan sangat bertentangan dengan ajaran Islam. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) tidaklah bersumber pada ajaran agama yang lebih menyudutkan posisi wanita sebagai istri, tapi KDRT bersumber pada prilaku sebagian oknum yang memakai kedok Islam.

Islam anti kekerasan, terutama kekerasan pada orang-orang terdekat kita. Dalam sebuah riwayat Rasulullah bersabda, “Sungguh aku heran pada seorang lelaki yang telah memukul istrinya kemudian memeluknya.”

Kisah menarik terjadi pada salah seorang sahabat Rasulullah saw, Sa’ad bin Muadz. Beliau merupakan salah satu sahabat besar dari kaum Anshor yang  selalu berada di garis terdepan dalam membela Islam. Beliau sangat beruntung, karena  Rasulullah menshalati dan meletakan jubahnya ke jenazahnya saat dikuburkan. Beberapa sahabat mengutarakan kepada Rasulullah bahwa betapa beruntungnya Sa’ad bin Mu’adz dan pasti akan tenang di alam kubur. Namun Rasulullah saww mengatakan bahwa tidak seperti itu. Dengan segala keutamaan dan kedudukan tinggi yang dimiliki oleh Sa’ad, Muadz, dia akan mengalami siksaan kubur. Dia mengalami hal itu karena telah berlaku kasar terhadap anak dan istrinya. [dinukil dari Dastan Rastan]

Ternyata, kedudukan istimewanya di hadapan Rasulullah, tidak mampu menghapus dosa karena berlaku kasar pada anak dan istrinya. Nah bagaimana dengan orang-orang biasa? Karena itu, berhati-hatilah supaya tidak berlaku kasar terhadap istrinya, apalagi sampai meninggalkan memar atau bekas luka.  Maka ketahuilah meskipun di dunia perbuatannya tidak bisa dijamah oleh hukum, karena tidak ada saksi ataupun karena rumah merupakan ruangan privasi, namun kita tidak akan bisa lari dari hukum Allah.  Dengan demikian katakan“Islam yes, KDRT no”.