Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Ingin Bahagia? Bahagiakanlah Orang Lain

1 Pendapat 05.0 / 5

Adik-adik yang ingin bahagia dan gembira pasti akan semangat untuk membaca cerita, benarkan? Yuk kita baca bersama:

Sepakatilah Upah Pekerja

Sulaiman Ja’fari, salah seorang sahabat Imam Ridha a.s. berkata, “Suatu hari aku bersama Imam Ali Ridha a.s. Kami memasuki rumah beliau dan saat itu matahari hampir terbenam. Ketika itu para pekerja masih sibuk dengan pekerjaannya masing-masing.

Imam Ridha a.s. melihat seorang lelaki yang tidak beliau kenal berada di antara para pekerja.

Beliau bertanya, “Apa tugas lelaki ini?”

Mereka menjawab, “Kita kekurangan satu orang pekerja, maka kita membawanya ke sini supaya dapat membantu dan setelah selesai akan kita berikan sesuatu kepadanya.”

Imam Ridha a.s. bertanya kembali, “Apakah upahnya telah kalian tentukan?”

“Tidak, orang ini akan menerima apa pun dan berapa pun upah yang akan kita berikan setelah selesai pekerjaan,” jawab mereka.

Imam Ridha a.s. marah dengan jawaban tersebut.

Aku (Sulaiman Ja’fari) berkata, “Tuan, aku menjadi tebusanmu! Jangan Anda marah karena hal kecil ini.”

Imam Ridha a.s. berkata, “Selalu aku katakan berulang kali bahwa ketika kalian memperkerjakan seseorang, tentukan upahnya sejak awal. Karena ketika upahnya tidak ditentukan sebelumnya, meskipun kalian memberikan dua kali lipat dari upah aslinya di akhir pekerjaan kepada pekerja yang telah letih bekerja tersebut, ia akan berpikir bahwa upahnya masih belum cukup dan ia akan kecewa.

Imam Ridha a.s. melanjutkan, “Namun bila sejak awal telah ditentukan, ia akan merasa cukup dengan upah yang disepakati. Bahkan bila diberikan lebih dari kesepakatan, ia akan senang dan berterima kasih. Aku ingin setiap pekerja yang bekerja untukku, pulang dengan gembira.”

Imam Ridha Membantu 200 Dinar

Suatu hari seorang lelaki dari Khurasan mendatangi Imam Ali Ridha a.s. dan berkata, “Aku adalah pencintamu, pencinta ayah dan kakekmu. Aku baru pulang dari haji, bekalku telah habis dan tidak ada yang tersisa lagi bahkan aku tidak punya bekal untuk pulang ke negeriku. Jika anda berkenan membantuku supaya aku bisa pulang ke negeriku dan sesampainya di negeriku aku akan bersedekah dengan namamu.

Imam Ridha a.s. berkata kepadanya, “Duduklah, semoga Allah swt merahmatimu.”

Lalu Imam Ridha a.s. masuk ke dalam rumah kemudian membawa bungkusan dari balik pintu dan berkata, “Di manakah orang dari Khurasan tadi?”

Orang  tersebut bergegas menuju ke arah Imam a.s.

Imam Ridha a.s. berkata, “Ambil uang 200 dinar ini dan gunakan untuk kebutuhanmu, tapi  janganlah engkau bersedekah dengan uang tersebut untukku. Selamat jalan dan berhati-hatilah.”

Maka orang Khurasan tersebut pergi dengan bahagia karena Imam Ridha a.s. telah menolongnya.”

Imam Ridha a.s. Mengetahui Jumlah Hutangku Dan Melunasinya

Suatu hari Ahmad bin Ubaidillah Al-Ghiffari berkata, “Aku memiliki piutang kepada seseorang dari keluarga Abu Rafi. Ia menagih serta mendesakku untuk segera membayar. Karena kondisi demikian sulit, setelah melaksanakan shalat shubuh di Masjid Nabi saw, aku langsung  pergi menghadap Imam Ridha a.s.

Ketika aku mendekati rumah Imam, beliau a.s. sedang keluar dari rumahnya dengan mengenakan pakaian resmi dan berhenti ketika melihatku.

Aku mengucapkan salam, namun ketika memandang wajah beliau, aku malu menyampaikan niat kedatanganku.

Sepertinya beliau memahami sesuatu dari raut wajahku, kemudian aku berkata kepada beliau a.s., “Jiwaku sebagai tebusanmu, aku memiliki piutang kepada salah seorang budak Anda. Dia telah membuatku tidak bisa tidur dan terjaga sepanjang malam.”

Imam Ridha a.s. berkata, “Masuklah ke dalam rumah, tunggulah sebentar, aku akan segera kembali.”

Aku pun masuk dan menunggu beliau a.s. di dalam rumah. Ketika itu bulan suci Ramadhan dan waktu maghrib sudah tiba. Sambil menunggu aku melaksankan shalat maghrib. Selesai shalat, aku melihat Imam a.s. belum tiba.

Aku berfikir sebaiknya aku pergi saja. Tiba-tiba Imam Ridha a.s. datang dan telah dikelilingi oleh banyak orang. Beliau a.s. pun bersedekah kepada mereka.

Kemudian mengajakku kembali untuk masuk ke dalam rumah beliau. Lalu beliau a.s. berkata, “Aku kira engkau belum berbuka puasa.”

Aku menjawab, “Belum.”

Maka beliau a.s. pun mengajakku berbuka puasa dan memerintahkan pembantunya untuk makan bersamaku.

Setelah selesai berbuka puasa, Imam a.s. memanggilku dan memintaku mengangkat bantal, lalu mengambil sesuatu yang  ada di bawahnya. Aku pun mengangkat  bantal tersebut, ternyata di bawahnya ada beberapa dinar. Aku mengambilnya dan meletakkannya di lipatan lengan bajuku.

Lalu Imam Ridha a.s. menyuruh beberapa budaknya untuk mengantarku pulang. Sesampainya di rumah, aku menyalakan lampu dan menghitung dinar-dinar itu, ternyata jumlahnya 48 dinar dan di dalamnya tertulis pesan, hutangmu 28 dinar, sisanya adalah milikmu.”

Subhanallah, Maha Suci Allah! Tanpa kuberi tahu, Imam Ridha a.s. mengetahui jumlah hutangku, bahkan memberi dinar lebih untukku, aku menangis bahagia.”

Demikianlah kedermawanan dan akhlak mulia Imam Ridha a.s.

Allahumma Shalli ‘Alaa Muhammad Wa Aali Muhammad