Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Gugurnya Sang Imam Kebijaksanaan(bagian1)

1 Pendapat 05.0 / 5

Hari-hari ini Makam Suci Imam Ridha as di kota Mashhad diselimuti duka dan berselubung kain hitam mengenang kesyahidan Imam kedelapan Muslim Syiah. Makam suci Imam Ridha as, yang sebagaimana biasanya selalu menjadi sandaran hati para peziarah dan pecinta Ahlul Bait as, sekarang diliputi suasana duka.

Imam Ali bin Musa Al Ridha as menerima tugas keimamahan dan estafet kepemimpinan Muslimin pada tahun 183 Hq di usia 35 tahun, pasca kesyahidan ayah beliau Imam Musa Kadzim as. Masa keimamahan beliau berlangsung hingga tahun 201 Hq.

Di tahun yang sama, dengan kelicikannya, Khalifah Makmun Abbasi meminta Imam Ridha berangkat ke Marv. Atas tekanan dan paksaan Khalifah Makmun, akhirnya Imam Ridha meninggalkan Madinah menuju Marv, pusat kekuasaan Makmun.

Perjalanan Imam Ridha ke Marv adalah salah satu bagian penting dari kehidupan beliau, karena lebih dari sebelumnya, perjalanan itu menunjukkan keagungan nilai spiritualitas dan kedudukan luhur Imam Ridha.

Terbukti, begitu mengenal Imam Ridha, masyarakat Marv dan Khorasan langsung jatuh hati kepada beliau. Mereka berlomba-lomba melihat Imam Ridha dari dekat dan mengikuti ceramah serta diskusi beliau untuk menikmati lezatnya hakikat.

Imam Ridha tinggal di Marv, Khorasan selama sekitar dua tahun, setelah itu di tahun 203 Hq atas perintah Makmun beliau diracun dan akhirnya mereguk cawan syahadah pada hari terakhir bulan Safar.

Imam Ali bin Musa Al Ridha as sebagaimana Rasulullah Saw dan Maksumin yang lain, adalah teladan dan standar akhlak mulia serta penghambaan kepada Allah Swt. Beliau menyeru masyarakat untuk menjauhi keburukan akhlak dan kekotoran jiwa.

Dengan menggunakan ayat-ayat Al Quran dan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari, Imam Ridha menumbuhkan benih-benih Tauhid dan kecintaan pada Tuhan di tengah masyarakat dan membimbing mereka ke jalan penghambaan Tuhan dan kebahagiaan abadi.

Imam Ridha berkata, ukiran di cincin Nabi Isa as adalah dua kalimat yang diambil dari Injil, yaitu berbahagialah hamba yang mengingatkan akan Tuhan dan celakalah hamba yang melalaikan dari Tuhan.

Imam Ridha menjalankan tugas keimamahan Islam dan memimpin Muslimin selama 20 tahun. Di masa yang merupakan masa keemasan ilmu pengetahuan itu, Imam Ridha membuat para ulama besar agama lain dan para teolog tercengang karena keluasan ilmu dan argumen-argumen ilmiahnya yang kokoh. Mereka juga takjub dengan ilmu dan penguasaan sempurna Imam Ridha atas kitab-kitab suci agama lain.

Para intelektual Islam percaya, perkataan Imam Ridha adalah penjelasan ayat-ayat Al Quran seputar tauhid, kenabian, imamah, maad, keimanan dan kekufuran, dan secara umum merupakan deskripsi ajaran-ajaran akidah Islam menurut Al Quran. Kenyataannya, nasehat, teladan dan akhlak Imam Ridha adalah penjelasan ayat-ayat akhlak Al Quran.

Pada saat yang sama, Al Quran tampak jelas dan menemukan wujudnya dalam pemikiran, perkataan dan perbuatan Imam Ridha. Ibrahim bin Abbas terkait hal ini menuturkan, ceramah, jawaban, penjelasan dan bukti-bukti yang disampaikan Imam Ridha seluruhnya berasal dari Al Quran dan beliau selalu mengkhatamkan Al Quran setiap tiga hari sekali.

Imam Ridha berkata, jika aku ingin mengkhatamkan Al Quran lebih cepat dari tiga hari, pasti aku lakukan, tapi aku tidak pernah melewatkan satu ayatpun tanpa merenungi ayat tersebut dan asbabu nuzulnya.

Salah seorang sahabat Imam Ridha pernah bertanya kepada beliau, bagaimana pendapat anda tentang Al Quran ? Imam Ridha berkata, Al Quran adalah firman Tuhan, jangan melanggar batas-Nya dan jangan mencari hidayah kecuali dari Al Quran, karena engkau akan tersesat.

Dengan penjelasan ini, Imam Ridha menerangkan bahwa hidayah dan jalan kebahagiaan hanya dapat ditemukan pada ajaran Al Quran, sebaliknya mendahului dan tertinggal darinya berarti kesesatan.

Imam Ridha menyebut Al Quran sebagai tali yang kokoh dari langit dan ajaran agung Tuhan yang diberikan kepada hamba-Nya agar mereka mendapatkan surga dan terhindar dari api neraka.

Al Quran tidak pernah lekang dimakan zaman dan meski dibaca berulang-ulang, nilai dan pengaruhnya tidak pernah berkurang, karena Allah Swt tidak menurunkan Al Quran hanya untuk masa tertentu. Al Quran adalah hujjat dan dalil bagi setiap manusia di seluruh fase kehidupannya yang diturunkan Tuhan.