Fathimah az Zahra as
Nur Kejelitaan Sayyidah Fathimah as dalam Mendidik Kalbu di Alam Maya (2)
- Dipublikasi pada
-
- pengarang:
- Prof. Emeritus Saedah Siraj
Fatimah juga mengajarkan keteguhan jiwa. Dalam dunia maya yang selalu berubah, beliau mendidik agar kita berprinsip, menjaga maruah, integritas, dan adab digital. Beliau mengingatkan bahwa kehormatan diri dan keluarga harus dijaga sebagaimana beliau menjaga kehormatan Nabi. Kecantikan rohani Fatimah bukan dari wajah atau pakaian, tetapi dari hati yang jernih, akhlak yang halus, sabar, ridha, ibadah yang tekun, kasih sayang, dan keheningan jiwa yang menenangkan orang di sekitarnya.
Nur Kejelitaan Sayyidah Fathimah as dalam Mendidik Kalbu di Alam Maya (1)
- Dipublikasi pada
-
- pengarang:
- Prof. Emeritus Saedah Siraj
Fatimah adalah orang yang paling mirip dengan Rasulullah SAW, bukan hanya dari segi wajah, tetapi dari tutur kata, akhlak, kelembutan, dan kehadiran yang menenangkan. Hadis sahih dari Bukhari dan Muslim menegaskan hal ini, dan sejarah menceritakan betapa Rasulullah berdiri menyambutnya serta mencium tangannya saat Fatimah memasuki rumah, menunjukkan tingginya maqam akhlak beliau.
Sayyidah Fatimah az-Zahra: Simbol Kehormatan, Amanat Ilahi, dan Keteguhan Perempuan dalam Islam (2)
- Dipublikasi pada
-
- pengarang:
- Prof.Dr. Hossein Mottaghi
Pertama, akhlak yang baik dan keimanan yang kuat. Akhlak mulia adalah fondasi setiap hubungan yang diberkahi, sementara keimanan yang kokoh menjaga kemurnian niat dan keteguhan hati. Ketika akhlak dan iman hadir pada dua insan, seperti pada Rasulullah dan Sayyidah Khadijah, hubungan itu memancarkan kekuatan, ketenangan, dan keberkahan.
Sayyidah Fatimah az-Zahra: Simbol Kehormatan, Amanat Ilahi, dan Keteguhan Perempuan dalam Islam (1)
- Dipublikasi pada
-
- pengarang:
- Prof.Dr. Hossein Mottaghi
Peringatan syahadah Sayyidah Fatimah az-Zahra bukan sekadar momentum duka, tetapi kesempatan untuk menegaskan kembali nilai-nilai spiritual dan moral yang lahir dari sosok perempuan suci ini. Fatimah bukan hanya putri Nabi, bukan sekadar istri Imam Ali, bukan pula sekadar ibu dari Hasan dan Husain. Ia adalah figur yang menghidupkan ruh Islam dalam bentuk paling murni—ketakwaan, keberanian moral, kecerdasan spiritual, dan keteguhan menjaga kehormatan diri dan umat.
Fatimah, Cahaya yang Tidak Pernah Padam
- Dipublikasi pada
-
- pengarang:
- Murtadha Muthahhari
Hari-hari terakhir Fatimah bukan sekadar periode duka keluarga Nabi. Dalam pandangan Muthahhari, itulah saat ketika seorang perempuan berdiri untuk menyelamatkan risalah. Ia berdiri ketika para sahabat besar diam. Ia berbicara ketika politik menutupi kebenaran. Ia memilih luka daripada kompromi. Ia memilih maqam abadi daripada kenyamanan sesaat.
Wasiat Terakhir: Diam yang Lebih Keras dari Pidato
- Dipublikasi pada
-
- pengarang:
- Murtadha Muthahhari
Sikap paling mengguncang dari Fatimah adalah wasiat pemakaman malam harinya. Ia meminta agar beberapa tokoh yang telah menzaliminya tidak menghadiri pemakamannya. Dalam perspektif Muthahhari, keputusan ini adalah bentuk protes politik paling keras dalam sejarah Islam.
Luka di Pintu Rumah: Ketika Seorang Suci Dibalas Kekerasan
- Dipublikasi pada
-
- pengarang:
- Murtadha Muthahhari
Muthahhari tidak menghindari fakta tragis bahwa Sayidah Fatimah mengalami kekerasan fisik ketika rumah Imam Ali dikepung oleh sekelompok orang yang ingin memaksa baiat. Ia menegaskan bahwa peristiwa itu bukan sekadar insiden politik, tetapi menunjukkan bahwa kekuasaan saat itu mulai menjauhi nilai-nilai moral Islam.
Dimensi Kehidupan Sayyidah Fatimah s.a Dalam Perspektif Psikososial (2)
- Dipublikasi pada
-
- pengarang:
- Dr. Saleha Idris
Sebagai seorang ibu, Sayyidah Fatimah memberikan teladan psikososial yang tidak kalah pentingnya. Ia mengasuh Imam Hasan dan Imam Husain dengan penuh kasih, kesabaran, dan keteladanan. Dalam psikologi modern, pola ini dikenal sebagai positive parenting mendidik anak dengan cinta, batasan yang jelas, dan penanaman nilai melalui contoh perilaku. Fatimah tidak hanya mengajarkan kebaikan lewat kata-kata, tetapi juga menunjukkan empati, keberanian, dan ketabahan dalam kehidupannya.
Fadak: Simbol Kebenaran, Bukan Sengketa Tanah
- Dipublikasi pada
-
- pengarang:
- Murtadha Muthahhari
Kasus Fadak adalah titik penting dalam perjuangan Sayidah Fatimah. Muthahhari meluruskan pandangan bahwa Fadak hanyalah perkara warisan. Ia menjelaskan bahwa Fatimah memperjuangkan Fadak bukan untuk dirinya, tetapi sebagai ujian apakah umat masih memegang sabda Nabi.
Pidato-pidato Sayyidah Fatimah sa Menghidupkan Nurani Umat
- Dipublikasi pada
-
- pengarang:
- Murtadha Muthahhari
Muthahhari memberikan perhatian besar pada Khutbah Fadakiyah, pidato agung yang disampaikan Sayidah Fatimah di Masjid Nabawi. Dalam pidato itu, Sayidah Fatimah menampilkan kapasitas luar biasa sebagai seorang pemikir, ahli fiqih, dan penjaga kesadaran sosial. Ia memulai pidatonya dengan ayat-ayat Al-Qur’an, lalu membangun argumentasi politik dan teologis yang sangat kuat.
Analisis Muthahhari tentang Perjuangan dan Peran Politik Sayidah Fatimah
- Dipublikasi pada
-
- pengarang:
- Murtadha Muthahhari
Dalam lembar-lembar sejarah Islam, tidak banyak tokoh yang meninggalkan jejak sekuat Sayidah Fatimah al-Zahra as. Ia adalah perempuan suci yang tidak hanya hidup sebagai putri Rasulullah, tetapi sebagai penjaga ruh Islam di masa ketika arus sejarah mulai menggeser nilai-nilai yang ditegakkan ayahnya.
Dimensi Kehidupan Sayyidah Fatimah s.a Dalam Perspektif Psikososial (1)
- Dipublikasi pada
-
- pengarang:
- Dr. Saleha Idris
Dalam dunia modern, manusia menghadapi tekanan mental dan sosial yang semakin kompleks mulai dari stres kerja, kelelahan emosional, konflik keluarga, hingga ketidakstabilan ekonomi. Kondisi ini membuat banyak orang mencari panduan untuk menjaga kesejahteraan jiwa secara menyeluruh. Salah satu pendekatan yang banyak digunakan dalam psikologi kontemporer adalah pendekatan psikososial, yaitu cara memahami manusia melalui dua dimensi sekaligus:
Sayyidah Fathimah as sebagai Model Manajemen Krisis Modern (2)
- Dipublikasi pada
-
- pengarang:
- Euis Daryati,MA
Di era media sosial, krisis moral menjadi masalah yang tak terhindarkan. Konten-konten yang merusak, budaya viral, pencarian validasi publik, hingga ketidakmampuan menahan impuls, telah meruntuhkan banyak nilai etik. Teladan Sayyidah Fathimah as menunjukkan bagaimana seseorang dapat menjaga kehormatan dan martabat di tengah lingkungan yang penuh tantangan.
Sayyidah Fathimah as sebagai Model Manajemen Krisis Modern (1)
- Dipublikasi pada
-
- pengarang:
- Euis Daryati,MA
Di tengah kompleksitas kehidupan modern mulai dari tekanan mental, kerentanan keluarga, goyahnya nilai moral, hingga krisis ekonomi dan kemanusiaan manusia membutuhkan figur teladan yang bukan hanya memiliki kesempurnaan spiritual, tetapi juga relevan secara praktis dalam menghadapi tantangan. Dalam konteks ini, Sayyidah Fathimah az-Zahra as adalah figur yang sangat layak dijadikan model manajemen krisis modern. Meskipun beliau hidup di abad ketujuh, pola hidup, sikap mental, serta kecerdasan sosialnya menunjukkan prinsip-prinsip yang sangat selaras dengan pendekatan psikologi, manajemen keluarga, pendidikan generasi, dan strategi sosial kontemporer. Dengan mengamati perjalanan hidupnya, kita dapat menemukan panduan yang utuh tentang bagaimana menghadapi guncangan zaman dengan keteguhan hati, kejernihan jiwa, dan ketangguhan moral.
Wasiat Terakhir Sayyidah Zahra sa: Tentang Masa Depan
- Dipublikasi pada
-
- pengarang:
- Ali Syariati
Sayidah Fatimah memandang langit-langit rumah yang ia cintai — rumah kecil yang menjadi saksi kasih, perjuangan, dan luka.
“Ali, setelah aku tidak ada… jangan tinggalkan jalan ayahku. Jangan tinggalkan orang-orang lemah yang membutuhkanmu. Jangan biarkan kekuasaan membuatmu diam.”
Tangannya meraih tangan Ali.
Wasiat Ketiga Sayyidah Zahra sa: Tentang Dirinya
- Dipublikasi pada
-
- pengarang:
- Ali Syariati
Fatimah menutup mata sebentar, seakan berbicara kepada dirinya sendiri. Ketika ia membukanya kembali, sorot matanya tenang.
“Ali… aku ingin sesuatu darimu, tapi mungkin inilah bagian tersulit.”
Wasiat Kedua Sayyidah Zahra sa: Tentang Zainab
- Dipublikasi pada
-
- pengarang:
- Ali Syariati
Fatimah menatap putrinya yang berdiri dekat pintu. Senyum kecil muncul di bibirnya.
“Ali… Zainab adalah bagian dari jiwaku.”
Air mata Zainab pecah untuk pertama kalinya.
“Tolong, jangan biarkan dia hidup tanpa tujuan. Ajarkan dia untuk berdiri ketika dunia runtuh. Ajarkan dia untuk menjadi suara ketika semua suara dibungkam.”
Wasiat Pertama Sayyidah Zahra sa: Tentang Anak-Anak
- Dipublikasi pada
-
- pengarang:
- Ali Syariati
Sayidah Fatimah menarik napas, seperti memanggil kekuatan terakhir dari langit.
“Ali… jagalah Hasan dan Husain. Mereka bukan sekadar anak kita. Mereka adalah cahaya Nabi, amanah terakhir yang beliau titipkan kepadaku.”
Wasiat Paling Pedih dari Putri Rasulullah dalam Narasi Ali Syariati (2)
- Dipublikasi pada
-
- pengarang:
- Ali Syariati
Sayidah Fatimah membuka mata. “Ali,” panggilnya pelan. Suaranya serupa bisikan daun yang hendak rontok.
Imam Ali mendekat.
“Ya, wahai sayidati.”
“Aku tidak ingin anak-anak mendekat dulu,” katanya lembut.
“Ada hal yang ingin kusampaikan kepadamu—bukan tentang luka, bukan tentang diriku. Tapi tentang jalan setelah aku tiada.”
Wasiat Paling Pedih dari Putri Rasulullah dalam Narasi Ali Syariati (1)
- Dipublikasi pada
-
- pengarang:
- Ali Syariati
Sayidah Fatimah tidak pergi dengan ratapan.
Tidak pergi dengan kemarahan.
Ia pergi dengan kesadaran sejarah, meninggalkan pesan yang hingga kini tetap menyala:
Bahwa kebenaran harus dijaga, anak-anak harus dididik dengan nilai, dan ketidakadilan harus dilawan — bahkan dengan kepergian yang sunyi.

