Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Keyakinan Tentang Taqiyah

1 Pendapat 05.0 / 5

Dalam sebuah hadis shahih, Imam Ja’far ash-Shadiq as berkata, “Taqiyah adalah agamaku dan agama ayah-ayahku” juga, “Siapa saja yang tidak ber-taqiyah, maka dia tidak beragama”.

Taqiyah merupakan syiar bagi Ahlul Bait as, sebagai penolong mereka dan para pengikutnya dari marabahaya dan pertumpahan darah. Juga, memperbaiki kondisi kaum muslimin serta dapat menghipun danmempersatukan langkah mereka.
Jalan keluar ini diyakini oleh madzhab Imamiyah tetapi tidak oleh madzhab atau kelompok maupun umat selainnya. Padahal, setiap manusia, jika diri atau hartanya terancam bahaya lantara tersiarnya keyakinannya, sudah sewajarnya menyembunyikan keyakinannya itu dan ber-taqiyah di tempat-tempat yang dapat membahayakannya. Ini merupakan tuntunan fitrah akal, dan pada kenyataannnya kaum Imamiyah dan para Imam mereka memang mengalami perbagai serangan musibah dan pemboikotan atas kebebasan mereka dalam banyak kesempatan; di setiap masa sebelum ada umat atau kelompok lain yang bergabung bersama mereka. Dalam banyak kesempatan, mereka terpaksa menggunakan cara taqiyah agar terhindar dari bahaya yang ditimbulkan kaum penentang. Mereka juga menanggalkan jati diri dan menyembunyikan keyakinan serta perbuatannya itu dari kaum penentang itu, ketika akan membahayakan agama maupun dunianya. Karena itu, madzhab Imamiyah terkenal dngan konsep taqiyahnya, yang tidak dimiliki oleh madzhab lain.

Taqiyah memiliki hukum-hukum dari sisi wajib dan tidaknya melakukan taqiyah. Ini bersandar pada perbedaan tingkat risiko bahayanya, yang disebutkan bagian-bagiannya dalam kitab-kitab fikih ulama. Namun, pada dasarnya taqiyah bukanlah sesuatu yang wajib bahkan dalam kondisi tertentu taqiyah boleh atau wajib ditinggalkan, seperti ketika unjuk benarnya keyakinan sebagai upaya menyelamatkan agama ataupun di saat berkhidmat kepada Islam serta jihad di jalan Allah. Dalam kondisi seperti ini, harta benda dan jiwa menjadi tak berharga (harus dikorbankan). Adakalanya, taqiyah diharamkan, yakni ketika perbuatan-perbuatan itu dapat menyebabkan terbunuhnya orang terhormat atau semaraknya kebatilan dan rusaknya agama. Atau sangat membahayakan kaum muslimin karena menyesatkan atau membudayakan kezaliman dan kedurjanaan diantara mereka.

Alhasil, makna taqiyah dalam madzhab Imamiyah bukanlah menggalang perkumpulan secara sembunyi-sembunyi yang bertujuan melakukan pengrusakan, sebagaimana tuduhan sebagian musuh-musuh kaum Imamiyah, yang tidak mau mengerti makna yang sebenarnya dan tak mau berusaha memahami kebenaran pendapat Imamiyah. Taqiyah juga tidak dapat diartikan menjadikan agama dan ajarannya sebagai sebuah rahasia, sehingga tidak boleh didengar oleh orang yang tidak memeluknya. Bagaimana mungkin ini terjadi, padahal buku-buku dan tulisan-tulisan ulama Imamiyah dalam hukum-hukum fikih, pembahasan-pembahasan teologi, ataupun ajaran lainnya telah menyebar da melampaui batas penantian suatu umat untuk memeluk ajarannya.

Benar, keyakinan tentang taqiyah telah menimbulkan kedengkian di hati mereka yang ingin mencaci kaum Imamiyah, dengan menyebarkan berbagai tuduhan di masyarakat; seolah-olah kedengkian mereka takkan reda kecuali dengan membantai kaum Imamiyah hingga ke akar-akarnya. Sebagaimana di masa-masa ketika cukup dengan menyatakan bahwa orang ini syiah, maka dia akan dibantai oleh musuh-musuh Ahlulbait.
Jika celaan para pendengki bersandar pada tuduhan (bahwa itu) tidak sesuai dengan syariat dari sisi agama. Maka bisa dikatakan:
Pertama, orang-orang syiah adalah orang-orang yang mengikuti para imam dan meneladani petunjuk mereka yang telah menyuruh dan mewajibkan untuk ber taqiyyah pada saat-saat diperlukan. Ketahuilah, taqiyyah di mata para imam tergolong ajaran agama. Seperti halnya yang dikatakan Imam Ja’far AshShadiq.
Kedua, disyariatkannya taqiyah sangat jelas dalam al-Qur’an, allah swt berfirman dalam surat an-Nah ayat 106:
“ Kecuali orang yang terpaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam keimanan”.
Ayat ini diturunkan berkenaan dengan Ammar bin Yasir, yang terpaksa harus menunjukan kekufuran lantaran takut kepada musuh-musuh islam. Allah swt juga berfirman :
“ Kecuali karena (siasat)menjaga diri dari sesuatu yag mereka takuti”
Demikian pula firman-Nya dalam surat al-Mukmin ayat 28:
“ Dan telah berkata seorang laki-laki yang beriman diantara pengikut-pengikut Fir’aun yang menyembunyikan imannya”