Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Keadilan Ilahi (2)

0 Pendapat 00.0 / 5

Oleh: Ust. Husein Al-Kaff

Aturan-Aturan Allah yang Adil

Allah adalah pusat segala wujud alam. Segala se-suatu berputar di sekitar-Nya. Berthawaf di sekeliling Ka’bah di Mekah merupakan miniatur dari perputaran seluruh jagad raya di sekeliling Allah Ta’ala. Hal itu menunjukkan keterikatan dan ketundukan alam secara niscaya kepada Allah. Dan berthawafnya para malaikat di sekitar Sidratul Mun-taha’ adalah bentuk lain yang transenden dari keterikatan mereka dengan-Nya. Semua wujud itu dengan berbagai ting-katannya, suka atau tidak suka, harus berputar. Tidak berputar di sekelilingnya berarti hilang, ter-sesat dan mati. Oleh karena itu, alam raya bergerak sesuai dengan hukum yang berlaku pa-danya. Gempa bumi, gunung meletus, badai angin yang ken-cang dan fenomena-fenomena alam lainnya yang murni tanpa campur tangan manusia terjadi dalam rangka mengikuti ke-hendak dan peraturan Allah.
Maka jangan sekali-kali kita marah, kesal, dan mencaci alam. Rasulullah saww. bersabda "Janganlah kalian mencaci alam (baca: masa) ".
Manusia sebagai makhluk yang berbeda dengan makhluk yang lain hidup dengan dua alam yang ber-beda; alam hayawani, syuhudi, materi dan alam ruhani, ghaybi, aqli. Kedua alam ini mempunyai ting-katan thawaf dan ketundukan yang berbeda sesuai dengan peraturan yang berlaku pada kedua alam itu.
Pada alam hayawani terdapat dua macam per-aturan dan manusia harus tunduk padanya. Kalau ti-dak tunduk, maka manusia akan musnah dan ter-sesat. Peraturan yang pertama sifatnya dharuri (nis-caya dan pasti), misalnya, manusia lahir ke dunia ha-rus lewat ibunya, manusia harus melewati fase-fase perkembangan fisik yang alami; bayi, remaja, dewasa, tua dan mati, kaum pria pasti mempunyai alat kelamin laki-laki dan kaum wanita, mau ti-dak mau, mempunyai alat ke-lamin wanita, mengalami menstruasi dan lain sebagai-nya. Semua itu merupakan peraturan yang telah Allah tetapkan dan manusia harus mengikutinya secara ijbari (determinis). Menyalahi pera-turan ini, manusia tidak akan ada. Dan peraturan yang ke-dua sifatnya ikhtiyari, misal-nya, makan, minum, nikah dan segala perbuatan yang manusia dengan leluasa un-tuk melakukan atau meni-nggalkannya. Agar manusia itu sehat, maka ia harus ma-kan, tetapi iapun bisa untuk tidak makan dengan sebuah resiko sakit atau mati ke-laparan.
Demikian pula dengan alam ruhani, ghaybi dan aqli. Allah telah meletakkan sejumlah peraturan, dan manusia harus tunduk dengan peraturan tersebut. Jika tidak, maka manusia akan kehilangan arah, tersesat dan mati. Peraturan yang berlaku atas manusia di alam ini adalah ajaran Allah lewat para utusan-Nya. Ketundukan manusia pada peraturan di alam ini sifatnya ikhtiyari tidak ijbari. Oleh karenanya, Allah menjelaskan tentang haqiqat keberadaan mereka dalam firman-Nya, "Semua peraturan Allah yang berlaku di alam ini dan pada umat manusia ditegakkan dengan adil dan se-imbang, " Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan selain Dia Yang menegakkan keadilan" (Qs. Ali Imran, 3 : 18). Dia adil ketika membuat semua per-aturan yang ada, karena alasan yang telah disebut-kan pada tulisan pertama terdahulu.

Keadilan Manusia

Manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi ini diharapkan untuk menyerap sifat-sifat Allah dan me-neladani akhlak-akhlak-Nya. Nah, oleh karena sifat dan akhlak Allah yang paling dominan dan menonjol adalah sifat ke-mahaadilan-Nya, maka manusiapun harus dapat menyerap dan meneladani sifat adilnya Allah Ta’ala. Berbicara tentang keadilan manusia, da-pat kita bahas dari dua sisi; individual dan sosial.

1. Keadilan Individual

Added values (nilai tambah) yang ada pada ma-nusia dan tidak ada pada spesies makhluk lainnya terletak pada alam ruhaninya, maka pembahasan tentangnya lebih sering disoroti oleh Islam ketim-bang alam materinya. Seperti yang telah disebutkan tadi, bahwa alam ruhani manusia mempunyai se-perangkat peraturan yang adil dan seimbang, dan bahwasanya mengikuti peraturan tersebut merupa-kan ketundukan manusia pada peraturan tersebut ser-ta tidak megikutinya akan mengakibatkan tersesat, kehilangan arah dan mati. Maka apa gerangan per-aturan yang berlaku pada alam ruhani manusia, sehingga dia tidak tersesat, kehilangan arah dan mati?
Peraturan yang dimaksud adalah ajaran-ajaran Allah yang tertuang dalam agama Islam, karena satu-satunya agama yang Allah terima hanya agama Is-lam, "Sesungguhnya agama (yang diterima)Allah adalah Islam" (Qs. Ali Imran, 3: 19) dan "Barangsiapa mencari agama selain Islam, maka tidak akan di-terima dari-Nya" (Qs. Ali Imran, 3: 85). Al-Quran me-nyebutkan tentang orang yang mengikuti dan tunduk terhadap peraturan Allah sebagai orang yang ter-bimbing dan orang yang tidak mengikutinya akan tersesat dan kehilangan arah, Allah berfirman "Maka jika datang kepadamu petunjuk-Ku, maka barang-siapa mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka, dan barangsiapa berpaling dari per-ingatan-Ku (petunjuk-Ku), maka sesungguhnya bagi-nya kehidupan yang sempit dan Kami akan meng-himpunnya pada hari kiamat dalam keadaan buta" (Qs. Thaha, 20: 123-124).
Dan pada ayat yang lain, Al-Quran menjanjikan kepada orang-orang yang mengikuti peraturan Allah kehidupan yang baik, "Barangsiapa beramal kebaik-an dari laki-laki maupun dari wanita, sementara dia beriman, niscaya Kami hidupkan mereka dengan ke-hidupan yang baik" (Qs. An-Nahl, 16: 97).
Sehubungan dengan orang fasik, yaitu orang yang tidak mengikuti peraturan Allah, Imam ‘Ali bin Abi Thalib as. berkata, "Bentuk dia adalah bentuk manusia tetapi hati dia adalah hati binatang. Dia tidak me-ngetahui pintu kebenaran sehingga diikutinya dan ju-ga tidak mengetahui pintu kebatilan sehingga dihin-darinya. Itulah mayat yang hidup".(Nahj Al-Balaghah, khutbah 87).
Dalam disiplin ilmu akhlak, orang yang konsisten dan komitmen dengan ajaran Islam secara utuh di- sebut adil. Adil berarti orang yang tunduk dan me-ngikuti peraturan Allah yang berlaku di alam ruhani-nya. Para guru akhlak dalam mendefinisikan keadilan berkata, "Keadilan adalah sebuah kebiasaan internal yang kuat (malakah, karakter) dalam diri seseorang yang selalu mendorongnya untuk berkomitmen de-ngan takwa ".
Jadi menurut Islam seorang yang adil secara indi-vidual adalah seorang yang tunduk, thawaf dan meng-ikuti peraturan Allah Ta’ala secara ketat, dan keadilan akhlaki-individual akan tercapai hanya dengan meng-ikuti agama Islam secara ketat dan konsisten.

2. Keadilan Sosial

Sisi lain dari kehidupan manusia adalah kehidup-an eksternal dan kehidupan interaktif dengan dunia luarnya. Dunia eksternal merupakan tempat ujian keadilan individual manusia. Oleh karena itu keadilan individual sangat penting untuk ditegakkan sebelum seseorang ingin mulai berkecimpung dalam dunia sosial. Sulit untuk dipercaya bahwa seseorang ber-laku adil di tengah masyarakatnya sementara pada dirinya belum ditegakkan keadilan individual.
Islam sebagai agama yang komprehensif tidak hanya mengatur masalah-masalah ritual-ubudiyyah saja, tetapi juga mengatur kehidupan kolektif baik dalam bentuk keluarga, organisasi dan negara. Da-lam kehidupan kolektif yang interaktif keadilan dan keseimbangan sangat dibutuhkan, karena tanpa ke-adilan kehidupan itu akan rusak, timpang, kacau, dan akan dikotori dengan monopoli, dominasi serta ke-pentingan-kepentingan pribadi. Untuk menciptakan kehidupan sosial yang aman, damai dan harmonis dibutuhkan seperangkat peraturan yang adil dan se-imbang.
Sesuai dengan sifat ke-mahaadilan-Nya, Allah te-lah menurunkan kepada umat manusia peraturan yang adil (lihat Qs. Al-Hadid, 57: 25), yaitu Islam. Disamping itu, peraturan Ilahi itu saja tidak cukup, perlu ada orang-orang yang menjalankannya dengan benar. Oleh karena itu, sepanjang sejarah manusia Allah mengutus figur-figur yang mampu member-lakukan peraturan-Nya dengan benar sebagai contoh yang harus diteladani (lihat Qs. Al-Baqarah, 2: 213). Mereka itu adalah para nabi dan para imam yang me-neruskan tugas para nabi.
Para nabi dan imam yang dipercayai oleh Allah untuk manjalankan peraturan-Nya atas umat manusia dengan benar disyaratkan terlebih dahulu diri me-reka bebas dari cacat ruhani-internal, atau dengan kata lain mereka harus menjadi seorang yang adil secara individual. Kalau tidak demikian, maka tiada jaminan bahwa mereka itu akan dengan benar dan adil memberlakukan peraturan Ilahi. Atas dasar itu, para nabi dan imam harus maksum (bebas dari kesalahan dan dosa).
Dari keterangan di atas, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa keadilan sosial dan hukum akan tegak dengan dua syarat:
Pertama, peraturan atau undang-undang yang ber-laku adalah peraturan dan undang-undang yang adil. Dan tidak ada peraturan yang lebih adil dari per-aturan yang datang dari Allah Ta’ala."Tidakkah Allah Penegak hukum yang paling Adil" (Qs. Al-Tin, 95: 8) dan "Dialah sebaik-baiknya hakim (penguasa)" (Qs. Al- A’raf, 7: 87).
Kedua, yang akan memberlakukan peraturan itu ada-lah orang-orang yang telah teruji jiwa dan dirinya, atau dengan kata lain, orang yang telah tegak dalam dirinya keadilan individual. Oleh karena itu, yang pa-ling berhak untuk berkuasa adalah orang-orang yang bersih seperti nabi, imam dan orang yang mengikuti mereka.