Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Dialog Muslim-Atheis ihwal Keberadaan Tuhan [1]

1 Pendapat 05.0 / 5


Salah seorang dari sahabat-sahabat berkata pada saya: Ada seorang komunis ateis dari Halleh ingin berdialog dengan Anda tentang asul-usul pokok Komunisme.

Saya berkata: Silahkan, hal ini merupakan sesuatu yang sangat baik.

Teman saya berkata: Akan tetapi saya takut dan khawatir.

Saya berkata: Buat apa takut?

Teman saya berkata: Karena orang komunis tersebut memiliki dalil-dalil yang kuat, dan sudah banyak berdialog dengan orang-orang dan semuanya takluk di hadapannya. Saya khawatir Anda juga bisa takluk di depannya dan hal ini akan menyebabkan kita malu dan kedudukan serta harga diri kita jatuh.

Saya berkata: Jadi, menurutmu apa yang harus dilakukan?

Teman saya berkata: Yang menarik adalah Anda menyampaikan tentang aktifitas-aktifitas agama dan sosial Anda kepadanya dan dengan cara ini Anda buat dia puas.

Saya berkata: Biarkan dia datang, Kalau dia membawa sesuatu yang baru, saya akan belajar darinya. Dan kalau tidak, Insya Allah kita akan menang atasnya, dan alangkah indahnya jika kita bisa menaklukkannya. Adapun jika tidak, saya akan mengambil pelajaran darinya dan akan menyediakan jawabannya di masa datang.

Anggaplah misalnya dia menang dalam dialog ini, maka tidak ada salahnya jika kamu sedikit bersabar atas kekalahan ini, karena ini menjadi sebab akan banyaknya pelajaran yang bisa saya dapatkan dan juga saya akan memahami letak titik kelemahan saya dalam dialog ini.

Singkatnya, sahabat saya ini selalu berusaha agar saya menghindari dialog dengan orang komunis tersebut. Namun saya tidak mengabulkannya. Karena itu kami pun menetapkan jadwal waktu untuk melakukan dialog. Dan orang komunis ateis itu pun datang pada waktu yang ditentukan.

Pemuda (komunis) itu umurnya sekitar tiga puluh tahunan, dan sangat bangga dan tinggi hati serta sangat menyepelekan agama dan ulama. Dia duduk menghadap saya bagaikan seorang sultan duduk di depan budaknya.

Pemuda komunis itu memulai pembicaraannya. Dia berkata: Saya tidaklah sama seperti orang yang pernah kamu lihat selama ini. Saya adalah seorang yang berpendidikan, dan sudah demikian banyak berdialog dengan orang-orang mengenai agama dan Tuhan, dan tidak satu pun jawaban yang benar yang saya dapatkan. Saya sejak lima belas tahun yang lalu telah menjadi ketua umum partai komunis di sebuah wilayah. Pemuda komunis itu terus menerus memuji dan mengagung-agungkan diri dan kemudian berkata: Apakah Anda siap untuk berdialog dengan saya?

Maksud dari pemuda komunis tersebut menjelaskan semua kelebihan dirinya, mungkin untuk menakut-nakuti lawan dialognya nanti.

Saya berkata:”Silahkan, Anda mau berdialog perihal apa?”

Dia berkata: “Saya ingin berdialog dengan Anda tentang Tuhan.”

Saya berkata: “Tidak masalah.”

Dia berkata: “Apa pendapat Anda tentang keberadaan tuhan?”

Saya berkata: “Tuhan itu ada.”

Dia berkata: “Dengan dalil apa?”

Saya berkata: “Pendapat Anda sendiri tentang keberadaan Tuhan bagaimana?” (maksud saya dari pertanyaan ini adalah saya sebagai penanya dan orang komunis itu yang menjawab- karena, sesuai dengan sebuah kaidah yang masyhur dalam ilmu dialog, bahwa penanya akan selalu menjadi pemenang dalam sebuah medan, karena penanya berada pada posisi penyerang, dan yang menjawab biasanya kalah karena posisinya adalah bertahan, dan saya ingin menaklukkan dan berusaha menjatuhkan mental serta kesombongannya diawal dialog ini)

Dengan pertanyaan yang saya utarakan: “Apa pendapat Anda tentang tuhan?” Dia tanpa rasa malu berkata: Tuhan itu adalah sebuah perkara takhayul dan khurafat dan saya mengingkari akan keberadaannya.

Saya berkata: Bapak yang mulia, apakah Anda tidak mengetahui jumlah bintang-bintang yang telah diobservasi sampai saat ini telah mencapai ratusan miliar?

Dia berkata: “Iya.”

Saya berkata: “Apakah Anda tahu bahwa Uni Soviet (kini Rusia) telah mencapai kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, dan meluncurkan satelit-satelit buatan ke ruang angkasa dan masih belum sampai ke bulan?”

Dia berkata: “Iya.”

Tentunya pembahasan kita adalah suatu masa dimana Uni Soviet baru-baru meluncurkan satelit-satelit buatannya, dan maksud saya mengatakan hal ini adalah sekedar untuk memuji dan menyanjung akan kebesaran Unisoviet, sehingga ketika dia (pemuda) itu jatuh kalah akan merasakan sakit yang sangat seperti orang yang jatuh dari puncak gunung yang sangat tinggi.

Saya berkata bahwa Anda juga tahu, satelit-satelit buatan itu adalah bukan bagian dari ratusan miliar bintang-bintang di langit itu, dan bagian satelit bumi?

Dia berkata: “Iya, saya tahu.”

Saya berkata: “Karena itu, manusia masih belum sampai ke planet pertama dan yang paling dekat di sekitarnya?”

Dia berkata: “Betul.”

Saya berkata: “Jadi Anda tahu dari mana kalau Tuhan itu tidak ada, apakah tidak mungkin Tuhan itu berada di salah satu bintang gemintang ini? Kemudian saya berkata: Apakah Anda berhak mengatakan kalau si fulan tidak berada di dalam rumah tetangga, sementara Anda sendiri tidak datang ke rumah tetangga tersebut dan melihat apakah si fulan ada di sana atau tidak?”

Dia berkata: “Iya, saya tidak berhak mengatakan bahwa si fulan tidak sedang berada di dalam rumah itu sementara saya sendiri belum datang ke rumah tersebut.”

Saya berkata: “Lantas, bagaimana bisa Anda mengatakan bahwa tuhan itu tidak ada sementara Anda belum pernah datang kesana, betapa banyak tuhan berada di sana.[2]

Apakah Anda sudah menyelam kedalaman lautan-lautan itu?

Apakah Anda sudah mengunjugi kawasan dan pulau-pulau yang ada di bawah lautan itu? Sementara yang kita ketahui, para ilmuan mengakui bahwa masih banyak pulau-pulau yang belum ditemukan.

Apakah Anda sudah berkunjung ke kutub selatan?

Apakah Anda sudah pernah mengunjungi lapisan tanah paling bawah?

Betapa banyak sesuatu yang ada didalam tempat-tempat yang tersebut tadi, karena itu bagaimana Anda bisa mengatakan bahwa tuhan itu tidak ada?”

Saat itu, pemuda tersebut pun diam, dan tidak bisa memberikan jawaban, dan wajah pemuda tersebut menampakkan ciri-ciri kekalahan.

Kemudian ketika melihat pemuda tersebut dalam keadaan diam, saya pun berkata padanya: “Saya adalah salah seorang yang sangat terkejut terhadap orang-orang seperti Anda. Bagaimana bisa Anda mengaku-ngaku sebagai budayawan dan ilmuan sementara Anda A, B, C, D, filsafat saja tidak tahu?”

Bagaimana Anda bisa mengaku-ngaku bahwa telah banyak berdiskusi dan berdebat dengan ulama-ulama dan mengutuk mereka sementara pengetahuan Anda ini sangat minim? Siapa saja ulama yang Anda kutuk itu. Ucapan dan perkataan kalian -para komunis- tidak lain hanyalah propaganda belaka dan omong kosong.”

Saya sekarang bersedia untuk mengajak Anda untuk mendatangi lebih dari dua puluh ulama untuk mengutuk Anda dan juga orang-orang yang lebih tinggi dari Anda. Saya begitu banyak menyerang dia (pemuda itu) sehingga dia sampai pada suatu titik dimana dengan terpaksa meminta maaf.

Dan kemudian saya banyak menjelaskan dalil-dalil tentang pembuktian keberadaan tuhan, dan teman saya yang hadir di majlis tersebut sangat gembira dengan kemenangan ini.