Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

21 Ramadan, Hari Syahadah Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as

1 Pendapat 05.0 / 5
Imam Ali as pada waktu sahur 19 Ramadhan tahun 40 H disaat sedang sujud di Masjid Kufah terkena sabetan pedang Ibnu Muljam Muradi, dan dua hari berikutnya pada 21 Ramadhan menemui kesyahidannya dan dikuburkan dengan sembunyi.[1]
Terpukulnya Imam Ali bin Abi Thalib terjadi dalam suatu kondisi di mana beliau setelah perang Nahrawan berusaha mengkoordinir masyarakat Irak untuk berperang kembali dengan Muawiyah, namun hanya segelintir orang yang sudi menolong beliau. Dalam kondisi seperti ini, Muawiyah yang mengetahui situasi dan kondisi Irak menginvasi berbagai sisi pemerintahan Imam Ali as di jazirah Arab dan Irak. [2] Menurut sumber-sumber sejarah, tiga orang dari Khawarij bersepakat untuk membunuh tiga orang, yaitu Imam Ali as, Muawiyah dan Amr bin Ash. Ibnu Muljam ditugaskan membunuh Imam Ali as.[3]
Imam Ali setelah syahid, sesuai wasiatnya,[4] dikuburkan secara sembunyi di Najaf (dahulu bernama Gharyain) oleh Imam Hasan as, Imam Husain as, Muhammad bin Hanafiyah dan Abdullah bin Jakfar.[5] Disembunyikannnya makam Imam Ali as adalah untuk mengantisipasi terjadinya pembongkaran makam beliau dan ketidakhormatan bani Umayah terhadapnya.[6] Imam Shadiq as pada tahun 135 H, pada masa pemerintahan Mansur Abbasi menunjukkan tempat pemakaman Imam Ali as di Najaf.[7]
Berdasarkan beberapa riwayat, Imam Ali as terkait masalah pemandian, pengafanan, penyolatan dan penguburan dirinya mewasiatkan beberap wasiat kepada anak-anaknya.[8]Demikian juga beliau meminta kepada Imam Hasan dan Imam Husain as jika meninggal karena tebasan pedang Ibnu Muljam, untuk mengkisas dia hendaknya memukulnya sekali saja. [9]Begitu juga selain beliau bewasiat untuk memperhatian Alquran, salat, amar makruf, nahi mungkar, jihad di jalan Allah dan haji, juga berwasiat kepada anak-anaknya untuk takut kepada Allah, disiplin dalam segala urusan dan harmonis dengan orang lain serta meminta mereka untuk perhatian kepada hak-hak anak yatim dan tetangga.[10]
-------------
Catatan Kaki
1. Mufid, al-Irsyād, jld. 1, hlm. 9
2. Jakfariyan, Guzide-e Hayate Siyasi wa Fikri Imaman Syiah (Pilihan Kehidupan politik dan pemikiran imam-imam Syiah), hlm. 53-54
3. Jakfariyan, Guzide-e Hayate Siayasi wa Fikri Imaman Syiah, hlm. 55
4. Majlisi, Bihār al-Anwār, jld. 42, hlm. 337; Qutbuddin Rawandi, al-Kharāij wa al-Jarāih, jld. 1, hlm. 234; Mufid, al-Irsyād, jld. 1, hlm. 10
5. Mufid, al-Irsyād, hlm. 27-28
6. Abdul Karim bin Thawus, Farhah al-Ghari, hlm. 93; Majlisi, Bihār al-Anwār, jld. 42, hlm. 222; dinukil dari Muqaddasi, Yadullah, Bazpazuhi Tarikhe Wiladat wa Syahadate Maksuman (Meneliti ulang sejarah kelahiran dan kesyahidan manusia-manusia suci), hlm. 239-240
7. Mufid,al-Irsayad, hlm. 13
8. Majlisi, Bihār al-Anwār, jld. 36, hlm. 5
9. Nahjul Balaghah, terjemahan Sayid Jakfar Syahidi, surat no. 47, hlm. 320-321
10. Nahjul Balaghah, terjemahan Sayid Jakfar Syahidi, surat no. 47, hlm. 320-321