Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Kesatuan Muslimin dalam Haji

1 Pendapat 05.0 / 5

Haji merupakan hal yang tak semua orang bisa melakukannya. Jelas -selain soal waktu- dikarenakan ibadah ini hanya bisa dilakukan di tempatnya, yaitu di Mekah. Berbeda dengan shalat dan ibadah rukun lainnya, mereka bisa melaksanakannya di tempat masing-masing. Meskipun wajibnya dilakukan satu kali saja selama hidup, kesanggupan yang menjadi syarat sebagaimana di dalam QS.Al Imran 97, lebih terkait dengan biaya ke dan di sana, yang tak dimiliki kebanyakan muslimin di negara-negara yang jauh dari Mekah.
Artinya bahwa yang sudah atau sedang berhaji, mendapat nasib yang baik atau sebuah anugerah dari Allah swt, yang sangat patut disyukuri. Terlebih pada kenyataannya, yang naik haji tak mesti dia itu orang kaya. Namun taufiq dari Allah bagi kafilah haji ini tak berhenti di situ, dan berlanjut pada sisi-sisi lainnya. Bahwa, sebagaimana penjelasan Ayatollah Sayed Ali Khamenei dengan mengutip QS.Al-Baqarah 201, materialitas dan spiritualitas, dunia dan akhirat, terhimpun di dalam haji.
Dari penjelasan beliau beberapa poin yang dapat diangkat di sini:
 
Haji, Padang Pengamalan
        Poin pertama, yang dipahami penulis dari mengutip ayat “rabbanâ âtina fid dunyâ hasanah..” tersebut yang dimohon oleh para jemaah haji kepada Allah swt, ialah bahwa pemisahan agama dari politik, yang diupayakan musuh Islam dan orang-orang bodoh selama bertahun-tahun, akan menjadi sia-sia. Dengan syarat kesadaran bahwa Islam mampu memanej -dalam bentuk yang terbaik- kehidupan berpolitik dan masyarakat dengan segala potensi mereka, di dunia ini, tanpa campur tangan asing.
Hal itu meskipun Barat dan Timur, kaum liberal dan komunis, tak berhenti dan terus memulai dalam upaya pemisahan tersebut, dengan memalingkan generasi penerus dan pikirannya dari kesatuan agama dan politik, kehidupan, pengetahuan; dunia dan akhirat, materialitas dan spiritualitas, semua itu terdapat di dalam Islam. Kesatuan inilah yang hendak ditampakkan oleh haji sebagai padang pengamalan. Bagaimana bisa demikian?
 
Berhimpunnya Muslimin
        Yang kedua, di dalam haji, para jemaah bertadharu’, berdoa, bertawasul, menangis, melakukan thawaf, sa’i, shalat dan sebagainya, dan mereka berhimpun. Mereka datang dalam beberapa hari di sana dengan spiritualitas. Dalam hal ini tidak musti setahun sekali, pada musim haji atau pada waktu tertentu mereka datang berkumpul di satu tempat. Hal yang dipandang oleh Allah swt ialah perkumpulan mereka itu satu dengan lainnya. Bahwasannya, Dia menghendaki berhimpunnya umat Islam. Inilah yang dimanifestasikan oleh haji.
Ketika mereka di sana, di dalam QS.Al-Baqarah 199; “Kemudian bertolaklah kamu dari tempat orang banyak bertolak (Arafah)”, mereka dalam pembicaraan, bahwa “baik yang bermukim di situ maupun di padang pasir” (QS.Al-Hajj 25). Yakni, penduduk Mekah dan luar Mekah tidaklah berbeda. Di sini adalah milik semua, tanah ini terkait dengan seluruh muslimin, bukan milik orang-orang tertentu. Bahwa muslimin mempunyai hak yang sama terhadap Ka’bah, Masjidil Haram, Tanah Suci, al-Haramain, Pusara Nabi saw di Madinah, semua tempat ini terkait dengan seluruh muslimin, karena Rasulullah saw adalah Nabi Agung mereka.
Himpunan muslimin, sehatinya muslimin ini, salah satu tujuan mereka yang berhaji ini di dalam semua amalan haji, adalah jalinan, terhubungnya mereka, bertemu dan saling mengerti. Hal inilah (kesatuan muslimin) yang tak diinginkan oleh pihak asing termasuk oleh penguasa setempat, dan karena itu mereka membuat langkah-langkah yang dapat menghalangi himpunan besar ini, dengan berbagai cara.
Makna “Shad ‘an Sabîlillâh”
Orang-orang yang memisahkan atau menafikan politik dari Islam, tak memahami ayat-ayat Alquran, baik yang terkait dengan haji maupun lainnya seperti ayat-ayat jihad, kemasyarakatan dan pemerintahan, semua ini adalah ayat-ayat politik yang berkaitan dengan Islam. QS.Asy-Syura 38; “sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka” ini adalah poin mendasar dalam masalah haji.
       Yang ketiga, satu poin di antara konsep haji atau poin-poin di dalam haji, (di dalam QS.Al-Hajj 25 itu) ialah hendaknya tak ada orang yang melakukan suatu pencegahan. “Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan menghalangi manusia dari jalan Allah dan Masjidilharam…”. Pencegahan dari jalan Allah dan dari Masjidilharam ini, tak sebatas menghalangi Anda -dan mungkin orang-orang itu membiarkan Anda pergi ke Mekah. Tetapi mereka takkan membiarkan Anda memperoleh sesuatu dari konsep haji, yang hal ini pun merupakan pencegahan dari jalan Allah dan dari Masjidilharam. Siapa pelakunya, ialah rezim yang di sana, yang menghendaki Anda memahami konsep haji sesuai apa yang diupayanya.
Haji musti dengan bara`ah (berlepas diri dari pelaku pencegahan itu) dan tafahum (saling mengerti)nya muslimin, bahwa haji musti menjadi manifestasi “asyidda` ‘alal kuffâr” dan “ruhamâ`u bainahum” (QS.Al-Fath 29).