Ibnu Abbas, Syi'ir Arab, dan Penafsiran Al-Quran
“Syi’ir adalah ensiklopedia bangsa Arab, bila kita kesulitan memahami salah satu dialek Alquran yang diturunkan Allah dengan bahasa bangsa Arab, kembalilah kepada ensiklopedianya, pasti akan mendapatkan pengetahuan itu.”
Begitulah kira-kira cuplikan kata-kata Ibnu Abbas yang dikutip dalam karya Moh. Matsna, Semantik Arab Klasik dan Kontemporer (2016).
Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthallib bin Hasyim bin Abdul Manaf al-Quraisyi, atau yang dikenal dengan sebutan Ibnu Abbas, lahir di Mekkah sekitar tiga tahun sebelum Hijriah, dan wafat di Thaif pada tahun 68 H/687 M.
Ibnu Abbas, salah seorang Sahabat yang paling lama hidup setelah Kanjeng Nabi wafat. Ketika Kanjeng Nabi wafat beliau baru berusia 13 tahun. Namun meski tergolong berusia muda, Ibnu Abbas menjadi harapan Rasulullah saw untuk mengemban tugas sebagai penjelas makna-makna yang terkandung dalam ayat-ayat Alquran kepada umat manusia.
Beberapa sematan gelar yang disandang Ibnu Abbas lantaran kedalaman ilmu Alqurannya yaitu, Habru hadzihi al-ummah (Samudera Umat), dan Tarjuman Alquran (Juru Bicara Alquran) karena kepandaiannya dalam menafsirkan Alquran.
Lantas apa relasi pernyataan Ibnu Abbas di atas yang menarik garis kesinambungan antara syi’ir Arab dengan dialek Alquran?
Beberapa disiplin ilmu bahasa Arab, mempunyai sumber-sumber hujjah (mashodir al ihtijaj) yang digunakan untuk mengetahui dalil nahwu, makna, dan bentuk bahasa Arab yang masih murni (fusha). Beberapa sumber itu diantaranya; alquran, qira’at quraniyah, hadis, kalamul arab (syi’ir dan prosa).
Salah satu faktor keakuratan Ibnu Abbas dalam menafsirkan ayat-ayat suci Alquran, karena ia menguasai syi’ir-syi’ir jahili sebagai bentuk bahasa Arab yang masih murni, sementara Alquran itu sendiri diturunkan Allah Swt kepada Kanjeng Nabi Muhammad saw dengan bahasa Arab yang jelas atau murni.
Ada kemungkinan faktor inilah yang melatar belakangi pernyataan Ibnu Abbas tentang;
“Syi’ir adalah ensiklopedi bangsa Arab, bila kita kesulitan memahami salah satu dialek Alquran yang diturunkan Allah dengan bahasa bangsa Arab, kembalilah kepada ensiklopedinya, pasti akan mendapatkan pengetahuan itu”
Ada sebuah dialog dalam catatan kitab Al-Itqon karangan Al-Suyuti, dialog ini terjadi antara Ibnu Abbas dan Nafi’ bin al-Azraq. Dialognya begini;
Nafi’: Apa makna kata عزين pada firman Allah عن اليمين وعن الشمال عزين (المعارج 37)
Ibnu Abbas: Artinya حلق الرفاق (sekelompok kawan)
Nafi’: Apakah mana itu dikenal di kalangan bangsa Arab?
Ibnu Abbas: Ya, perhatikan syair ‘Ubaid ibn al-Abrash sebagai berikut;
فجاءوا يهرعون إليه حتى يكونوا حول منبره عزين
“Mereka datang kepadanya tergopoh-gopoh, akhirnya mereka berkelompok disekitar mimbar”
Dialog di atas hanyalah salah satu contoh bagaimana Ibnu Abbas merujuk syi’ir Arab untuk menafsirkan makna Alquran. Dialog ini sekaligus mendukung pernyataan Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa syi’ir Arab adalah ensiklopedi bangsa Arab.
Terdapat beberapa nama-nama penyair atau punjangga dan tokoh masyarakat yang dijadikan sumber oleh Ibnu Abbas dalam menafsirkan kata-kata gharib (langka). Pertama, dari kalangan penyair jahili, mereka diantaranya; Umru’ al-Qais, Zuhair ibn Abi Sulma, al-A’sya ibn Qais, Labid ibn Rubaiah, Tharafah ibn al-‘Abd, ‘Antarah al-‘Abasi, ‘Amru Ibn Kaltsum.
Kedua, dari kalangan penyair yang hidup pada dua masa (Jahili dan Islam) atau dikenal dengan penyair muhadramun, mereka diantaranya; Hasan Ibn Tsabit, al-Nabighah al-Ja’diy, Ka’ab ibn Zubair. Ketiga, dari kalangan tokoh-tokoh masyarakat Arab, mereka diantaranya; Abu Sufyan in al-Harist, Hamzah ibn Abd al-Muthalib, Abdullah ibn Ruwahah, Abu Thalib ibn abd al-Muthalib.
Ibnu Abbas diakui sebagai pelopor dalam menafsirkan ayat-ayat Alquran dengan pendekatan semantik atau ilmu makna, sehingga tafsirnya dianggap sebagai embrio lahirnya buku-buku yang mengkaji makna lafadz-lafadz Alquran yang gharibah (langka) dengan syi’ir-syi’ir Arab jahili.
Metode kajian makna kata-kata gharibah dalam Alquran yang dipakai Ibnu Abbas adalah metode deskriptif (Sinkronik), sebab makna kata-kata Alquran yang dicari, sumbernya adalah syi’ir-syi’ir dari bangsa Arab jahiliyyah pedalaman pada kurun waktu tertentu. Hasil penelitian Ibnu Abbas bisa diterima para linguis Arab dan mufasir karena memenuhi kriteria keabsahan sumber bahasa Arab, dan kriteria periwayatan hadis yang disepakati ahli hadis.
Sampai di sini kita menjadi paham bahwa syi’ir Arab yang oleh Ibnu Abbas disebut sebagai ensiklopedi bangsa Arab, peranannya sangat signifikan dalam pencarian makna yang dilakukan oleh Ibnu Abbas dalam menafsir Alquran. Wallahu a’lam.