Ketegaran Sayidah Zainab(1)
Hari ini tepat tanggal 15 Rajab, kita memperingati wafatnya Sayidah Zainab al-Kubra binti Ali bin Abi Thalib as. Jejak sejarah Islam menorehkan catatan yang ditulis dengan tinta emas mengenai peran besar wanita agung ini dalam membela keadilan, kebenaran dan ajaran Allah dengan penuh cinta dan kesabaran.
Perkataan dan perilaku beliau telah menjadi hiasan bagi ayahnya. Dalam riwayat disebutkan bahwa martabat dan harga diri Sayidah Zainab as mirip dengan Sayidah Khadijah, kesucian dan kesederhanaan serta kesopanan beliau persis seperti Sayidah Fatimah, kefasihan dan retorika beliau dalam berpidato mirip dengan Imam Ali, kelembutan dan kesabaran beliau mirip Imam Hasan, sedangkan keberanian dan kekuatan hati beliau mirip dengan Imam Husein. Dapat dikatakan bahwa semua kebaikan Ahlul Bait seakan-akan ada dalam diri beliau.
Sejak kecil, Sayidah Zainab menghadapi beragam fitnah dan musibah. Meski demikian, beliau telah menyiapkan diri untuk menghadapi badai dahsyat yang dibuat oleh orang-orang zalim yang haus dengan kekuasaan. Di usia yang belum genap lima tahun, beliau telah kehilangan kakeknya, Rasulullah Saw, yang selalu memberikan kasih sayang. Wafatnya Rasulullah Saw adalah musibah pertama yang telah melukai jiwa lembut Sayidah Zainab. Musibah ini bagi beliau, terutama bagi ibunya, Sayidah Fatimah as, adalah ujian yang sangat berat.
Dari masa kanak-kanak, Sayidah Zainab telah menyaksikan penderitaan ibunya pasca wafatnya Rasulullah Saw, di mana kesedihan tersebut telah menyebabkan Sayidah Fatimah jatuh sakit, dan beberapa bulan kemudian Putri Rasulullah Saw itu meninggal dunia. Dengan demikian, Sayidah Zainab as menikmati kecintaan ibunya tidak lebih dari lima tahun.
Kenangan-kenangan pahit dan manis di masa singkat tersebut telah menjadikan beliau siap untuk terus bergerak dan berjuang di jalan Allah Swt dan menyambut segala bentuk musibah dan persoalan kehidupan. Suatu hari, Sayidah Fatimah menyampaikan pidato di masjid Rasulullah Saw untuk membela hak-hak Ahlul Bait as. Sayidah Zainab hadir dalam pidato ibunya tersebut dan beliau mencatat semua perkataan ibundanya sehingga beliau terhitung sebagai salah satu perawi khutbah terkenal Sayidah Fatimah.
Kesedihan Sayidah Fatimah pasca wafat ayahandanya, Rasulullah Saw, sangat berat di hati mungil Sayidah Zainab, namun semangat dan kemampuan beliau dengan cepat menempati hati Sayidah Fatimah dan bahkan memulihkan hati ayahnya yang dipenuhi dengan kesedihan.
Meski lebih muda dari kedua saudaranya, namun Sayidah Zainab as mewarisi sifat-sifat ibundanya. Ikatan emosional antara beliau dengan Imam Hasan dan Husein as sulit untuk digambarkan. Hubungan emosional tersebut berlanjut hingga akhir usia beliau. Sedetikpun Sayidah Zainab as tidak dapat menjauh dari kedua saudaranya, beliau selalu memberikan cinta dan kasih sayang kepada kedua saudara itu seperti seperti halnya yang dilakukan ibunya.