Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Silsilah Keturunan; Sang Putri Romawi dan Keturunan Syam’un, Washi Nabi Isa as (Bag 1)

1 Pendapat 05.0 / 5

Artikel ini dibagi menjadi tiga bagian

Imperatur Romawi Timur atau kekaisaran Bizantium telah menjadikan Konstantinopel sebagai ibu kota dan pusat pemerintahannya. Pada tahun 312 M, Kaisar Konstantinus I telah menjadikan agama Kristen sebagai agama resmi Negara. Konstatinopel (sekarang bernama Istanbul di Turki) sebagai pusat kota kekaisaran Romawi Timur, selama kurang lebih sampai sepuluh abad, dari segi kebesaran, kemegahan dan keindahan,  di antara kota-kota besar di dunia saat itu, menempati urutan pertama. Konstatinopel juga dianggap sebagai pusat politik, pusat budaya dan pusat keagamaan bagi agama Kristen. Dalam sejarah kekaisaran Romawi Timur, telah terjadi berbagai peperangan, di antaranya peperangan dengan Kekaisaran Sasania Persia yang saat itu juga merupakan imperium dan kekuatan besar di dunia. Pada awal kemunculan Islam, Rasulullah saw mengirimkan surat yang berisikan ajakan untuk masuk Islam, namun surat tersebut dtolak mentah-mentah. Ini menjadi awal percikan peperangan berkelanjutan antara pasukan Romawi dan pasukan Islam. Pada masa Rasulullah saw terjadi perang Tabuk dan perang Mu’tah, dan peperangan antara pasukan Romawi dan pasukan Islam ini masih terus berkelanjutan hingga pada masa Bani Abbasiyyah, dan bahkan setelahnya.

Di antara peperangan yang terjadi antara tahun 240 HQ-253 HQ, hiduplah Putri Malika yang merupakan keturunan dari kaisar Romawi Timur, Kaisar Mikhael III (228 HQ-253 HQ) dan ia tinggal di Konstatinopel. Ayah putri Malika bernama Yusya’[1].  Yusya’ menikah dengan perempuan mulia yang merupakan keturunan dari Syam’un, washi Nabi Isa as yang juga dikenal dengan nama Petrus[2].

Oleh karena itu, putri Malika dari pihak ayah merupakan seorang putri keturunan dari kekaisaran Romawi Timur, sedangkan dari pihak ibu merupakan keturunan dari Washi Nabi Isa as, Syam’un atau Petrus. Putri Malika juga dikenal dengan nama Susan dan Raihanah[3].

Pendidikan dan Perjodohan Sang Putri

Putri Malika menghabiskan masa kanak-kanaknya hingga remaja di istana. Ibundanya sering menceritakan kisah-kisah Syam’un, Sang Washi Nabi Isa as untuknya. Hal tersebut terekam dalam pikiran dan hatinya yang menjadi kenangan indah dalam hidupnya dan menjadikannya seorang pribadi yang religius yang sangat mencintai Tuhan dan para pecinta Tuhan.

Kaisar memberikan perhatian khusus dan menunjukkan kecintaan khusus kepada Putri Malika. Karena itu, para pembesar istana menitipkan pendidikan dan pengajaran akhlak serta etika sosial kepada guru-guru terbaik di Konstatinopel. Mereka juga menetapkan pelajaran Bahasa Romawi dan Bahasa Arab, hingga Putri Malika dapat menguasai Bahasa Arab dengan baik[4].

Ketika Putri Malika berusia tiga belas tahun, kaisar menyarankan agar Putri Malika dijodohkan dengan pangeran lainnya dari cucunya. Karena hal tersebut merupakan keputusan Kaisar maka semua harus menerimanya. Tidak lama setelah itu, maka ditentukan hari pernikahan Putri Malika. Semua hal telah dipersiapkan dengan baik termasuk undangan untuk para tamu. Hari pernikahan pun tiba, semua orang duduk di tempat yang sudah disediakan. 300 orang tamu undangan dari kalangan keturunan Hawwari (dari keturunan 12 murid Nabi Isa as), para Rahib dan Pendeta. 700 orang berasal dari kalangan para pembesar Romawi, dan 400 orang berasal dari para panglima, para jendral dan para ketua kabilah. Istana dihiasi dengan gambar-gambar salib, gambar-gambar religius dan dekorasi indah[5].

Halaman istana dan tiang-tiangnya pun didekor dengan indah. Setelah kaisar tiba, prosesi akad pernikahan pun akan segera dimulai, kedua mempelai telah siap, Uskup Agung pun telah siap untuk membacakan akad pernikahan mereka. Tiba-tiba, perisiwa menakutkan terjadi dalam istana seperti gempa yang menggoncang istana, tiang-tiang salib berjatuhan, dekorasi menjadi berantakan, tahta untuk kedua mempelai pun patah rusak, mempelai laki-laki terjatuh pingsan, wajah semua orang pucat pasi ketakutan. Wajah Uskup Agung pun tampak pucat pasi. Setelah suasana kembali tenang, Uskup Agung menghadap ke arah Kaisar seraya berkata, “Tuanku, maafkan kami tidak dapat melanjutkan pertalian jodoh ini. Pertalian jodoh ini akan membawa kebinasaan agama Kristen dan Kekaisaran Romawi.” Kaisar pun setuju dengan pendapatnya dan menganggap hal itu sebagai firasat buruk.

Namun, tidak lama kemudian Kaisar memerintahkan untuk kembali menjodohkan Putri Malika dengan pangeran lainnya. Atas perintah Kaisar Istana kembali didekor dengan indah, tiang-tiang salib kembali dipersiapkan juga para tamu kembali diundang. Prosesi pernikahan Putri Malika akan dimulai, Kaisar sudah hadir di Majlis, Uskup Agung pun telah memimpin acara. Namun, tiba-tiba seperti sebelumnya, peristiwa menakutkan kembali terjadi. Istana kembali digoncang, tiang-tiang salib berjatuhan, dekorasi pun rusak, tahta untuk kedua mempelai patah, mempelai pria kembali terjatuh dan pingsan. Semua orang ketakutan lari berhamburan meninggalkan istana. Kaisar sangat sedih dan terpukul menyaksikan kedua peristiwa yang terjadi saat prosesi pernikahan cucunya tercintanya. Beliau pun pergi meninggalkan majlis menuju istananya dalam keadaan sangat sedih[6].  Putri Malika pun sangat sedih dan terpukul mengalami kedua peristiwa tersebut dan terus memikirkannya.

Mimpi Sang Putri

Peristiwa dua prosesi akad pernikahannya yang batal, juga kejadian yang menakutkan pada saat itu, senantiasa mengganggu pikiran Putri Malika dan tak henti memikirkannya. Dalam benaknya selalu bertanya-tanya, “Kenapa hal itu terjadi padanya? Apa rahasia di balik semua kejadian itu?” Pada suatu hari, begitu dalam beliau berpikir hingga larut dalam pikirannya dan tertidur pulas. Dalam mimpinya beliau melihat suasana dalam istana Kekaisaran Romawi namun orang-orang yang hadir bukanlah orang-orang istana yang dikenalnya. Beliau melihat Nabi Isa as bersama Washinya, Syamun (Petrus) beserta Hawwarri (12 Rasul/murid khusus Nabi Isa as) lainnya.  Di tempat yang Kaisar memerintahkan agar membuat singgasana untuk mempelai, terdapat sebuah mimbar, dan orang-orang di sampingnya tengah berdiri menanti kedatangan seseorang.

Tiba-tiba, masuklah sosok agung, Nabi Muhamad saw beserta mempelai pria dan keturunannya ke dalam istana. Kemudian Nabi Isa as berdiri menyambutnya. Setelah semuanya duduk, kemudian Nabi Muhamad saw menghadap ke arah Nabi Isa as seraya berkata, “Wahai Ruhullah, Aku datang untuk melamar Malika, putri Syam’un, Washimu untuk dinikahkan dengan putraku ini (seraya beliau melihat kea rah Hasan al-Askari).”

Nabi Isa as menoleh ke arah Syam’un seraya berkata, “Kemuliaan dan keaguangan telah menghampirimu. Terimalah pertalian jodoh keturunanmu dengan keturunan Muhamad saw.” Syam’un pun langsung menyetujuinya.

Setelah diterima lamarannya oleh Syam’un, Nabi Muhamad saw langsung naik ke atas mimbar dan menyampaikan khutbah pernikahan Hasan al-Askari dan Putri Malka di hadapan para hadirin.

Putri Malika terbangun dan kembali mengingat mimpi yang dialaminya. Mimpi yang aneh yang tak bisa hilang dari pikirannya. Pertalian jodohnya dengan Hasan al-Askari dari keturunan Nabi Muhamad saw terus membuatnya hanyut dalam pikiran adan rasa bahagia muncul dalam dirinya.

Putri Malika tidak pernah menceritakan mimpinya kepada ayahnya juga Kaisar, dan berusaha untuk menyembunyikannya. Namun dengan sebab yang tidak diketahui perlahan-lahan beliau tidak mau makan dan minum hingga akhirnya tubuhnya menjadi lemah dan sakit. Ayah Sang Putri dan Kaisar sangat bersedih melihat kondisinya. Untuk kesembuhan Sang Putri, semua tabib terbaik didatangkan untuk mengobatinya, namun tidak ada yang berhasil. Akhirnya Kaisar menjenguknya dan berkata, “Wahai cahaya mataku, apakah engkau punya keinginan agar aku dapat memenuhinya?”

“Kakek, aku melihat semua sarana pengobatan tertutup untukku. Aku tak bisa sembuh. jika engkau berhenti menyiksa tahanan dan tawanan muslim, membuka rantai kaki dan borgol tangan mereka, engkau pun menyiapkan kebebasan mereka, aku berharap Nabi Isa dan Bunda Maryam akan memberikan kesembuhan kepadaku.” Jawab Sang Putri lembut.

Kaisar pun demi kesembuhan cucu tercintanya berusaha memenuhi semua permohonannya, memberikan perintah untuk berhenti menyiksa para tawanan muslim dan membebaskannya. Putri Malika sangat senang saat mengetahui kebijakan-kebijakan positif yang diambil Kaisar, kakeknya. Kondisinya pun perlahan membaik.

Tak lama setelah mimpi pertama, Putri Malika kembali bermimpi. Sayidah Fathimah as mendatangi Putri Malika, bersamanya Sayidah Maryam binti Imron yang diiringi ribuan perempuan surga. Sayidah Maryam melihat ke arah Putri Malika memperkenalkan Sayidah Fathimah seraya berkata, “Ini penghulu perempuan, ibu dari suamimu, Abu Muhamad (Hasan).”

Setelah mendengar hal itu kemudian Putri Malika menatap Sayidah Fathimah dan menangis, sembari mengadu kepada beliau, “Kenapa Abu Muhamad tidak mau bertemu denganku dan tidak datang menemuiku?”

“Anakku, Abu Muhamad tidak akan menemuimu selama engkau masih menyekutukan Allah (konsep Trinitas dalam agama Kristen). Saudariku, Maryam juga berlepas tangan dari keyakinan seperti itu. Jika engkau ingin meraih keridhoan Tuhan, keridhoan Isa, keridhoan Maryam, dan juga berharap bertemu dengan Abu Muhamad, maka ucapkanlah, “ Sesungguhnya aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhamad utusan Allah.”

Setelah Putri Malika mungucapkan syahadat, kemudian Sayidah Fathimah as memeluknya seraya berkata, “Sekarang tunggulah pertemuan dengan Abu Muhamad, aku akan mengirimnya kepadamu!”

Rasa senang dan bahagia Putri Malika karena kabar gembira dalam mimpinya membuatnya terbangun, seraya berguman, “Betapa indah dan bahagianya pertemuan dengan Abu Muhamad, aku sangat merindukan pertemuan ini.”

Tiga hari kemudian, penantian Putri Malika pun berakhir. Pada mimpi ketiganya, Putri Malika bertemu dengan Abu Muhamad, yang membuatnya sangat bahagia[7].

Dalam sebuah mimpinya kembali, Abu Muhamad (Imam Hasan al-Askari) memberitahukan tentang rencana Kaisar dan arahan-arahan yang harus dilakukan oleh Putri Malika, “Kakekmu pada hari tersebut akan melakukan penyerangan besar-besaran kepada pasukan Islam. Pada saat perang, kenakanlah baju pelayan istana dan bergabunglah dengan pasukan Romawi, sedemikian rupa buatlah dirimu menjadi seorang tawanan pasukan Islam.”

Setelah bangun, Putri Malika telah mendapat info dari mimpinya tersebut tentang penyerangan dan peperangan yang akan terjadi antara Pasukan Romawi dan pasukan Islam. Oleh karena itu, beliau mempersiapkan semua rencana yang akan dilakukan sesuai arahan Imam Hasan al-Askari. Untuk mencapai tujuannya Sang Putri harus menangung semua derita dan kesulitan[8].

Ditawannnya Sang Putri

Banyak terjadi peperangan antara pasukan Romawi Timur dan pasukan Islam. Misalnya antara tahun  239-253 HQ terjadi beberapa peperangan besar yang mengakibatkan banyak korban jiwa dan harta dari kedua pasukan[9].  Peperangan tersebut terjadi pada masa khalifah Mutawakkil, Muntasir, Musta’in dan Mu’taz Dinasti Abbasi yang berbarengan dengan kekuasaan Kaisar Mikhael III Romawi Timur[10]

Putri Malika dengan arahan Imam Hasan al-Askari dalam mimpinya, ikut dalam salah satu peperangan tersebut hingga akhirnya menjadi tawanan bersama para pelayan dan tentara Romawai lainnya. Usai peperangan, Ghanimah atau harta rampasan perang pun dibagikan di antara pasukan Islam. Tanpa memberitahukan identitas dirinya, Putri Malika pun jatuh ke tangan seorang muslim tua. Orang tua itu pun kemudian menanyakan namanya. Karena tidak ingin diketahui identitasnya, Sang Putri pun memperkenalkan dirinya dengan nama ‘Nargis’. Pasukan Islam kemudian membawa bagiannya masing-masing hingga mendekati kota Bagdad dan perahu-perahu pembawa para budak pun berhenti di tepi jembatan sungat Furat. Sebagian membawa sendiri budak-budak hasil tawanannya, sebagain dititipkan untuk dijual di tempat penjualan budak. Para pembeli budak sudah berkumpul menunggu di tepi sungai Furat. Sementara Sayidah Nargis dengan menutupi wajahnya tengah menunggu utusan dari Samara yang bertanggungjawab untuk membeli dan membawanya ke Samara[11]

CATATAN:

[1] Will Durant, Tarikh Tamaddun, jil 4, hal 550; Tim peneliti Baqirul Ulum, Banwane Nemune, hal 607

[2] Syeikh Shaduq, kamaluddin, hal.s 415; Syeikh Thusi, Kitabul Ghaibah, hal. 123; Tim peneliti Baqirul Ulum, Banwane Nemune, hal 607.

[3] Syeikh Shaduq, Kamaludin, jil 2, hal 714.

[4] Syeikh Shaduq, Kamaludin, jil 2, hal 416; Tim peneliti Baqirul Ulum, Banwane Nemune, hal 610-611.

[5] Tarikh Kilisaye Qadim dar Ampriture Rom wa Iran, hal. 239; Tim peneliti Baqirul Ulum, Banwane Nemune, hal. 611.

[6] Syeikh Shaduq, Kamaludin, jil 2, hal 417; Thabari, Dalailul Imamah, hal 263; Syeikh Thusi, Kitabul Ghaibah, hal. 123; Tim peneliti Baqirul Ulum, Banwane Nemune, hal. 612.

[7] Syeikh Shaduq, Kamaludin, jil 2, hal 417; Thabari, Dalailul Imamah, hal 263; Tim peneliti Baqirul Ulum, Banwane Nemune, hal. 614-615.

[8] Syeikh Shaduq, Kamaludin, jil 2, hal. 417; Syeikh Thusi, Kitabul Ghaibah, hal. 124; Tim peneliti Baqirul Ulum, Banwane Nemune, hal. 616

[9] Bidayah wan Nihayah, al-Kamil fit Taarikh, Tharikh Thabari; Tim Peneliti Baqirul-Ulum, Banwane Nemune, hal. 616.

[10] Tarikh Thabari, jil 5, hal. 232; Tim Peneliti Baqirul-Ulum, Banwane Nemune, hal. 617.

[11] Syeikh Shaduq, Kamaludin, jil 2, hal. 415; Syeikh Thusi, Kitabul Ghaibah, hal. 124; Tim peneliti Baqirul Ulum, Banwane Nemune, hal. 617.

(Bersambung ke bagian kedua dengan subtema; Utusan dari Samara; Proses Pembebasan Sang Putri, Perkenalan dan Keislaman Putri Malika dan Pernikahan Sayidah Nargis)