Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Pengasuhan Anak di Era New Normal; Menciptakan Rumah Ramah Anak Bag 1

1 Pendapat 05.0 / 5

Saat Pandemi seperti ini banyak waktu bersama keluarga. Stay at home, belajar dan bekerja banyak yang dilakukan di dan dari rumah. Termasuk untuk si buah hati kita, sekarang ini bermain dan belajar dari rumah. Dengan kondisi Pandemi dan stay at home, tidak sedikit orang tua dan anak yang stres, karena interaksi sosial dibatasi dan interaksi banyak dilakukan secara virtual. Padahal berhubungan sosial dan berinteraksi langsung secara fisik merupakan kebutuhan, dan bahkan terkadang menjadi hiburan dan refreshing bagi manusia.

Stay at home menjadikan beban orang tua dalam pengasuhan anak bertambah berat, tugas-tugas yang harusnya dilakukan di sekolah dengan didampingi oleh guru, harus dilakukan di rumah dengan didampingi oleh orang tua.

Ka Seto menyarankan untuk mengurangi stres karena aktivitas yang meningkat di rumah, kuncinya adalah senyum dan syukur. Senyum tanda kuatnya mental. Senyum itu sehat dan baik untuk beraktivitas, terlebih dalam pengasuhan anak yang dibutuhkan kondisi psikologis yang sehat. Bangun pagi, ambillah kaca dan tersenyumlah, meskipun punya tanggungungan hutang, pekerjaan rumah yang sudah antri dan lainnya. Semangat ini yang senantiasa dijaga oleh orang tua. Impian anak adalah memiliki rumah yang ramah anak dan pendidikan dengan cinta. Jika orang tua stres, bagaimana dapat mendidik anak dengan cinta dan menciptakan rumah ramah anak? Karena itu, tahapan awal menciptakannya itu dengan senyum dan syukur.

Manusia memiliki kemampuan adaptasi dengan kondisi dalam waktu singkat. Adaptasi dari keadaan normal menuju keadaan pandemi, dari era pandemi menuju ‘era new normal’.

Pengasuhan yang dimaksud adalah pengasuhan berbasis hak anak. Anak memiliki hak hidup, hak tumbuh kembang dengan persahabatan, cinta dan kasih sayang. Hak perlindungan dari kekerasan fisik seperti dipukul, dan kekerasan non fisik, seperti dihina, dihardik dan lainnya. Anak juga memiliki hak partisipasi, hak untuk didengarkan pendapatnya dan keinginannya. Orang tua tidak semestinya mengatakan, ‘pokoknya’ kepada anak dan menutup rapat telinga untuk mendengarkan pendapat dan keinginannya.

Untuk menciptakan rumah ramah anak maka belajar di rumah tidak harus dengan kekerasan dan paksaan. Belajar di rumah dengan kreativitas. Dunia anak adalah dunia bermain, belajar dilakukan dengan bermain. Terkhusus,  pada usia 0-7 tahun, bermain merupakan kebutuhan mendasar dan merupakan dunia anak-anak. Dengan bermain, anak dapat bebas melakukan kegiatan yang disukainya dan mendapatkan hiburan. Kegiatan bermain juga dapat diselaraskan dan digabungkan dengan belajar sehingga bermain, selain anak-anak menjadi senang, juga mendapatkan ilmu dari belajar.

Berkaitan dengan pentingnya peran orang tua dalam hal ini, banyak hadis-hadis yang menjelaskan tentang hal tersebut. Bahkan, sebagian hadis menceritakan langsung aktifitas bermain Rasulullah saw dan para imam as bermain bersama anak-anak.

Rasulullah saw bersabda, “Siapa yg memiliki anak, hendaknya bersikap kekanak-kanakkan di hadapan anaknya,”[Syeikh Shaduq, Man La Yahdhurul Faqih]

Imam Ali as berkata, “Barangsiapa yang memiliki anak, bersikaplah kekanak-kanakkan,”[Kulaini, al-Kafi]

Dalam kitab Manaqib Ibnu Syahr Asyub diceritakn bahwa Nabi Muhamad saw merangkak untuk Hasan dan Husein.

Beliau bersabda, “Sebaik-baiknya onta, onta kalian berdua.”

Imam Hasan dan Imam Husein duduk di atas punggung Nabi Muhamad saw, lalu beliau berjalan merangkak semacam bermain kuda-kudaan jika di negeri kita.

Abu Hurairah meriwayatkan hadis dalam Bab keutamaan sahabat.

“Aku melihat Rasulullah saw memegang kedua tangan Hasan dan Husein berada di punggung kakinya dan berkata, “Ayo…, naik sayangku! Ayo…, naik sayangku!” Diriwayatkan juga oleh Abu Hurairoh, ia berkata bahwa dirinya tengah bersama Rasulullah saw, Abu Bakar, Zaid bin Haritsah dan lainnya. Tiba-tiba Ali masuk bersama putranya, Husein. Kemudian Rasulullah saw pun memeluk dan mencium Husein seraya berkata, “Sayangku, sayangku, ayo… naiklah, buah hatiku!” Lalu beliau menempelkan mulutnya pada mulut Husein seraya berdoa,

“Ya Allah aku mencintainya, maka cintailah dia dan orang-orang yang mencintainya.[Kifayatul Atsar]

Riwayat-riwayat tersebut menekankan tentang pentingnya bermain bagi anak dan bermain bersama anak. Dalam hal tersebut telah dicontohkan langsung oleh Rasulullah saw. Saat orang tua menjadi mitra bermain anak-anak, itu sangat berarti bagi mereka. Orang tua tidak hanya jadi penonton saja, atau hanya memberikan motivasi, tapi ada kalanya harus terjun langsung dan menjadi mitra main anak-anak.

kenapa? Karena hal tersebut akan memberikan kehangatan pada anak, mempererat ikatan batin antara anak dan orang tua, memotivasi anak supaya dapat mengeksplorasi kemampuannya, memberikan rasa aman dan nyaman bagi si kecil, membangkitkan rasa percaya diri, kemandirian, inisiatif, kreativitas anak, memenuhi kebutuhan jiwa anak, dan sebagai sarana transfer ilmu dan pengetahuan dari orang tua kepada anak.

Karena itu, peran orang tua dalam menemani anak bermain, atau ikut terlibat dalam bermain itu sangatlah penting.

Seperti yang kita ketahui, bermain merupakan salah satu cara untuk menstimulasi kecerdasan anak, dimana ia bisa mengoptimalkan berbagai jenis kemampuannya. Artinya, dengan bermain, anak dapat mengasah motorik halus dan kasarnya, mengembangkan fantasi, persepsi ruang, kemampuan verbal dan numerik, mengenal tekstur, warna, nada, dan sebagainya tanpa beban. Kemampuan yang diperoleh dari pengalaman bermain secara alami diyakini akan memfasilitasi perkembangan berbagai jenis kecerdasan.

Seperti yang dikemukakan oleh Howard Gardner  bahwa terdapat kecerdasan majemuk pada manusia; kecerdasan bahasa, kecerdasan logik-matematik, kecerdasan spasial-visual, kecerdasan kinestik-tubuh, kecerdasan musik, kecerdasan interpersonal/sosial, kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan naturalis. Dengan bermain, hampir semua jenis kecerdasan tersebut dapat terasah.

Dalam bermain, salah satu peran sentral orang tua adalah memotivasi anak. Peran memotivasi dilakukan dialog dengan anak untuk meningkatkan rasa percaya diri anak, kemandirian, inisiatif, kreativitas, serta bahasa anak. Namun jangan lupa pula untuk memberikan kebebasan anak dalam menentukan permainan yang diinginkan. Biarkan dia mengeluarkan ide atau gagasannya sendiri.

Kemudian juga peran mengawasi. Memberikan kebebasan anak untuk memilih jenis permainan yang ia inginkan, harus juga disertai dengan proses pengawasan dari orang tua saat anak memainkan permainan tersebut.

Juga, berperan sebagai mitra bermain bersama anak. Fungsi ini menunutut keterlibatan orang tua untuk bermain bersama anak. Dalam hal ini, bila orang tua bermain bersama anak, jangan sampai terjadi persaingan antara orang tua dan anak, atau orang tua yang bertindak otoriter karena tidak mau dikalahkan oleh anak.

Berilah anak kesempatan untuk bisa mengeksplorasi kemampuannya, meskipun sebenarnya ia belum mahir. Berikan kemenangan untuk anak saat bermain permainan lomba akan memacu motivasinya agar bersemangat untuk melakukan jenis perlombaan lainnya. Sesekali, orang tua pun bisa membuat suatu kondisi di mana anak berada dalam posisi kalah. Kekalahan ini bertujuan untuk membentuk jiwa berjuang anak agar tidak mudah menyerah pada setiap langkahnya.

Agar suasana bermain lebih menyenangkan, terdapat tips-tips yang bisa dilakukan, seperti menunjukkan wajah ceria sebelum memulai bermain, selama, dan setelah bermain, meskipun sudah merasa lelah, memperbanyak komunikasi verbal dengan anak saat bermain. Komunikasi verbal akan membuat si kecil semakin bersemangat dan pandai untuk mengetahui hal-hal baru dari permainan tersebut, sesekali, menunjukkan mimik-mimik lucu dari wajah orang tua kepada anak, sehingga akan membuat anak tertawa geli.

 

Keterangan:

Tulisan adalah hasil resume dari materi Ka Seto yang disampaikan di Webinar pada Hari Anak Nasional 2020 yang dipadukan dengan tulisan penulis.