Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Dialog-Dialog Imam Jawad Di Istana Ma’mun

1 Pendapat 05.0 / 5

Salah satu dialog penting Imam Jawad yang terjadi pada masa Ma’mun Abbasiah di Baghdad adalah dialog dengan faqih kerajaan, yakni Yahya bin Aktsam. Sebab terjadinya dialog ini adalah saran pernikahan Imam dengan Ummul Fadhl dari pihak Ma’mun. Setelah para pembesar Abbasiah mengetahui masalah, maka mereka menentang keras saran Ma’mun tersebut; dengan demikian Ma’mun untuk membuktikan ucapannya kepada para penentangnya mengatakan, kalian dapat mengujinya (Imam Jawad As). Mereka menerimanya dan mereka menguji Imam dalam bentuk sebuah dialog antara orang paling terpandai mereka dan imam.

Dialog di Majelis Makmun

Pertama-tama Yaya bertanya tentang seseorang yang berburu hewan pada saat dia melakukan ihram. Imam dalam menjawab dengan melontarkan beberapa pelbagai asumsi masalah, meminta manakah yang dimaksudkan oleh Yahya bin Aktsam. Yahya bin Aktsam pun tidak berkutik dan para hadirin pun kebingunan dan takjub. Lantas Imam memberikan jawaban satu persatu kepada mereka. Orang-orang istana dan para ulama Abbasiah setelah mendengar jawaban lengkap Imam mengakui akan keilmuan dan pengetahuannya yang melimpah dan Ma’mun merasa sangat gembira karena benar pilihannya ia mengatakan, Alhamdulillah sesuai dengan apa yang saya pikirkan. (Thabarsi, al-Ihtijaj, hlm. 443 dan 444)

Dialog tentang Khalifah

Imam Jawad berdialog dengan Yahya bin Aktsam tentang keutamaan-keutamaan para khalifah (Abu Bakar dan Umar) dalam sebuah masjid yang diselenggarakan di hadapan Ma’mun dan sejumlah para fakih istana kerajaan. Yahya berkata kepada Imam, Jibril As dari pihak Allah telah berkata kepada Rasul-Nya: Tanyalah kepada Abu Bakar, apakah dia sudah ridha kepadaKu? Aku sudah meridhainya. Imam menjawab: Aku tidak memungkiri keutamaan-keutamaan Abu Bakar, namun orang yang menukilkan riwayat ini harus memperhatikan hadis-hadis lain yang telah disampaikan oleh Rasulullah (Saw) dan itu adalah ketika Rasulullah Saw bersabda, “Jika ada hadis yang sampai ke kalian, maka sandingkanlah dengan Al-Quran dan sunnahku. Terimalah jika hal itu sesuai dengannya dan jika tidak, maka janganlah kalian terima karena akan banyak para pendusta dan para pembuat hadis.” Kemudian, Imam melanjutkan, hadis ini tidak sesuai dengan Al-Quran, karena Allah berfirman, “Kami lebih dekat dari urat nadi kalian”, apakah Allah tidak mengetahui tentang keridhaan ataupun tidak ridhanya Abu Bakar, sehingga harus menanyakan hal itu kepadanya? dengan demikian, masalah kalian tidaklah tepat. (Thabarsi, Al-Ihtijaj, jild. 2, hlm. 478).

Setelah itu, Yahya bertanya tentang riwayat ini, “Perumpamaan Abu bakar dan Umar di bumi laksana Jibril dan Mikail di langit”, Imam menjawab: kandungan riwayat sangatlah benar, karena Jibril dan Mikail senantiasa menghamba kepada Allah dan tidak pernah melakukan maksiat sesaatpun, sementara Abu Bakar dan Umar, bertahun-tahun melakukan kemusyrikan sebelum masuk Islam. (Thabarsi, Al-Ihtijaj, jild. 2, hlm. 478.)

Pemotongan Tangan Pencuri

Pada masa Imam tinggal di Baghdad, terjadi beberapa peristiwa yang menyebabkan kedudukan imamahnya tersebar di kalangan masyarakat, contoh yang dapat diisyaratkan adalah fatwa Imam tentang seorang pencuri. Terdapat perselisihan di kalangan para fakih istana mengenai batas pemotongan tangan seorang pencuri, dari batasan tangan mana yang harus dipotong; sebagian mengatakan dipotong dari pergelangan tangan dan sebagian lagi mengatakan dipotong dari siku. Mu’tashim Abbasiah meminta Imam supaya menjelaskan pendapatnya. Setelah pemaksaan khalifah, Imam berkata, hanya jari-jari pencuri saja yang dipotong dan seluruh anggota tangan lainnya masih tetap utuh. Beliau menuturkan dalilnya dengan ayat,

وَ أَنَّ الْمَساجِدَ لِلَّهِ فَلا تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَداً

“Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah hanya milik Allah, maka janganlah kamu beribadah (menyembah) seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah” (QS. Al-Jin: 18).

Mu’tashim sangat memuji jawaban Imam dan memerintahkan supaya memotong jari-jari sang pencuri. (Ayasyi, Kitab al-Tafsir, jild. 1, hlm. 319 )

Teriring ucapan bela sungkawa pada hari syahadah Imam Jawad As. []