Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Seni Menyanggah Sebagai Mediasi Perkembangan Ilmu dan Munculnya Filsuf

1 Pendapat 05.0 / 5

Dalam bangunan pemikiran aristotelian, dengan dasar bangunan pengetahuan yang khas, sebagai kelompok yang menafikan bahwa “Tuhan itu ada” merupakan pernyataan yang tidak menerima bangunan argumen. Hal ini dilihat dari ainu dzat dari pernyataan “ Tuhan itu ada”. Bisa jadi karena pernyataan ini adalah bagian dari pernyataan yang badihi, dimana semua yang sudah badihi adalah pernyataan yang tidak lagi membutuhkan penjelasan, dan bangungan argumen dibentuk tidak lain adalah untuk memberikan ulasan dan penjelasan atas suatu hal. Suatu yang jelas tidak bisa atau tidak butuh lagi untuk dijelaskan.[1]

Ketika seseorang mengungkapkan sebuah pernyataan maka audiens memiliki hak secara alami untuk menerima atau menolak pernyataan tersebut. Pihak yang mengungkapkan pernyataan bertanggungjawab untuk menjawab atas sanggahan dari audiens yang menanggapi pernyataanya. Tentu dengan tetap menjaga adab dan tata cara yang semestinya. Sanggahan yang sesuai dengan tema bahasan sangat layak diapresiasi pihak pemberi pernyataan dan itu sangat berharga nilainya.

Memberi sanggahan bukan bermakna membenci

Pemberian sanggahan dari audiens pada sebuah pernyataan yang diungkapkan oleh nara sumber, merupakan bentuk perhatian audiens pada tema yang disampaikan, audiens menilai bahwa pernyataan itu sangat penting dan merasa harus memberikan tanggapan, baik itu sanggahan atau dukungan.

Pemberian sanggahan adalah sebuah media menjadi lebih berkembangnya ilmu pengetahuan, semakin banyak jumlah pernyataan sanggahan dan jawaban atasnya jika dibarengi dengan penjagaan pada konsistensi pada tema pembahasan maka akan menjadi sumber tumbuh kembang dari pengetahuan yang menjadi tema pembahasan.

Pemberi pernyataan dengan sumber pustaka yang lengkap, dalil logis dan mudah diterima, begitu juga penyanggah yang melakukan sanggahan atas pernyataan yang diberikan dengan pustaka dan dan dalil logis serta mudah diterima, hal ini sebenarnya merupakan sebuah kerjasama ilmiah dari dua pihak yang kebetulan berseberangan arah pemikiran.

Munculnya para Filsuf

Adanya seorang penyanggah dalam sebuah keilmuan adalah media sehingga pemilik pendapat pertama memiliki kesempatan untuk memajukan keilmuan yang ia miliki, menambah daftar pustaka untuk kembali dikaji dan diperbandingkan, begitu juga sebagai penyanggah, penyanggah juga secara otomatis akan berkembang pesat keilmuannya karena sebagai penyanggah tentu tidak menyanggah kecuali memiliki pustaka dan dalil yang kuat.

Kegiatan ini adalah bentuk penghormatan kepada ilmu pengetahuan, dan hal semacam inilah yang dilakukan oleh para filsuf, mereka berkumpul, beradu argumen sehingga muncul sebuah argumen dan pemahaman baru yang lebih kuat.

Debat Kusir

Dalam ajaran islam jelas debat kusir tidak memiliki ruang untuk diterima. Dua orang saling meyanggah argumen satu dengan yang lain tapi tanpa didasari untuk mencari kebenaran, tujuan masing-masing pihak hanya untuk mengalahkan pihak lain. Kaum sophis, para ilmuwan yang menyalahgunakan ilmu filsafat sebagai alat untuk membenarkan atau menyalahkan suatu pernyataan dengan menggunakan ilmu logika, sehingga suatu pernyataan bisa menjadi benar bisa juga menjadi salah bukan karena hakikatnya benar atau salah.

Debat kusir sangat rentan akan terbawa kepada ujaran kebencian, menyinggung permasalahan pribadi dan golongan dengan tujuan untuk merendahkannya. Argumen pun bisa jadi mengambil dari sumber-sumber yang tidak jelas bahkan hoaks. Jelas hal ini sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang murni.

Debat seputar biografi seorang Filsuf

Salah satu penelitian yang bisa dilakukan adalah terkait tokoh-tokoh besar filsafat, meneliti agama-agama mereka melalui lembar-lembar hasil karya yang mereka buat. Meneliti biografi, keluarga, lingkungan dan lingkup sosial para tokoh bisa membantu seseorang untuk mengambil kesimpulan terkait tokoh yang diteliti. Para peneliti dalam rangka mengungkapkan kebenaran ini bisa mendapatkan kedalaman ilmu terkait pemikiran tokoh terkait walau bisa jadi akhirnya masih belum bisa sampai kepada kesimpulan bahwa seorang filsuf adalah seorang muslim atau non muslim.

Logika dan filsafat sering disebut sebagai ilmu yang bukan ilmu islam, ilmu yang awalnya dari Yunani yang ditransfer ke Arab dengan proses penerjemahan, penerjemahan yang tentunya dengan fasilitas yang masih serba tidak lengkap, hasil terjemahan tentu tidak sempurna. Bahkan di jaman sekarang sekalipun ketika fasilitas dan alat transfer informasi penerjemahan juga masih mengalami hambatan, karena ada kata dalam satu bahasa yang mana kata itu tidak bisa ditemukan dalam bahasa lain, bahkan ada kata-kata dengan vokal dan tulisan yang sama tapi dalam dua bahasa memiliki makna yang berbeda.

Sanad

Dalam suatu keilmuan sanad adalah hal yang sangat penting, dengan sanad maka seorang peneliti bisa yakin bahwa apa yang dikaji adalah ilmu yang asli dari tokoh yang ia teliti, sanad yang kuat akan mempermudah dalam menentukan pilihan ketika ada dua penjelasan bertentangan dari pernyataan seorang filsuf. Ketika ingin mengembangkan dan melanjutkan pemikiran seorang tokoh maka peneliti dengan bekal sanad yang kuat akan semakin kuat argumentasinya, pihak-pihak yang ingin menolak argumennya harus memiliki sanad dan juga argumen yang lebih kuat untuk mengalahkan argumen pihak pertama.

Kesimpulan

Menyanggah adalah sebuah seni yang penting dalam ranah keilmuan filsafat maupun ilmu-ilmu yang lain. Tentu filsafat disini adalah filsafat dalam makna sekarang, sebagai sebuah ilmu mandiri dan terpisah dari ilmu-ilmu yang lain. Bukan filsafat dengan makna pertama yang mencakup seluruh ilmu.

Manfaat seni menyanggah adalah semakin berkembangnya ilmu filsafat begitu juga dengan kemunculan para filsuf baru. Hal ini tidak terbatas pada ilmu filsafat tapi juga berlaku untuk semua ilmu.

 

CATATAN:

مواضع تبکیت در نقد نظریه و برهان احمد فرامز[1