Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Ma'ad di dalam Al-Qur'an

0 Pendapat 00.0 / 5

Mukaddimah

Ayat-ayat Al-Qur'an yang membahas Ma'ad dan sebagai dalil atas para pengingkarnya dapat dibagi menjadi lima kelompok, yaitu:

1. Ayat-ayat yang menegaskan bahwa tidak ada satu dalil pun yang menafikan Ma’ad. Kelompok ini berfungsi sebagai pelucutan senjata para pengingkar.

2. Ayat-ayat yang mengisyaratkan adanya fenomena-fenomena alam yang mirip dengan terjadinya Ma’ad. Kelompok ini menafikan ketakmungkinan Ma'ad.

3. Ayat-ayat menyanggah keraguan-keraguan pengingkar Ma'ad dan membuktikan kemungkinan kejadiannya.

4. Ayat-ayat yang menekankan bahwa Ma'ad merupakan janji Allah yang pasti terjadi. Pada hakikatnya, kelompok ini membuktikan terjadinya Ma'ad melalui informasi pembawa kabar yang jujur.

5. Ayat-ayat yang menunjukkan dalil akal atas pentingnya Ma'ad.

Pada dasarnya ayat-ayat kelompok pertama, kedua dan ketiga itu membahas kemungkinan terjadinya Ma’ad. Sedangkan kelompok keempat dan kelima membahas penting dan pastinya kejadian Ma’ad.

Pengingkaran Buta terhadap Ma'ad

Dalam rangka berdalil, berdialog dan menyanggah para pengikut kepercayaan-kepercayaan yang batil, Al-Qur'an menggunakan beberapa metode. Di antaranya, menuntut mereka agar membawakan argumentasi atas dugaan-dugaan mereka. Dengan cara ini, akan tampak kelemahan dan kerapuhan kepercayaan mereka; kepercayaan yang tidak berdasar pada argumentasi yang logis.

Dalam beberapa ayat, Al-Qur'an selalu menantang mereka dengan ungkapan "Katakanlah kepada mereka, 'Tunjukkanlah bukti kalian.’"[1]

Al-Qur'an mengatakan bahwa para pengikut kepercayaan batil dan pengingkar Ma'ad itu tidak memiliki keyakinan yang sesuai dengan kenyataan dan tidak berdasar pada argumentasi yang valid. Bahkan, mereka hanya membangun keyakinan di atas dugaan belaka yang bertentangan dengan kenyataan. Allah SWT berfirman, "Dan mereka (para pengingkar Ma'ad) berkata, ‘Sungguh kehidupan itu terbatas hanya di dunia saja, setelah itu kita mati. Dan tidak ada yang membinasakan kita selain ad-dahr [masa].’ Sungguh mereka sama sekali tidak tahu tentang itu, mereka hanya menduga-duga saja.” (QS. Al-Jatsiyah: 24)[2]

Pada beberapa ayat lain[3] terdapat penegasan bahwa para pengingkar Ma'ad itu sama sekali tidak mempunyai dalil dan argumen selain dugaan batil. Sangat mungkin dugaan batil itu akan dapat diterima oleh para penyembah hawa-nafsu selama sesuai dengan nafsu dan kepentingan mereka. Akibat penerimaan demikian itu serta berbagai dosa dan kemungkaran yang mereka lakukan, secara bertahap dugaan itu menjadi keyakinan yang mantap pada diri mereka, bahkan bisa jadi seseorang akan memegangnya begitu kuat.[4]

Al-Qur’an telah menukil perkataan para pengingkar Ma'ad. Kebanyakan mereka menganggap bahwa Ma'ad itu mustahil terjadi. Terkadang Al-Qur’an pun menyinggung keraguan-keraguan lemah mengenai kejadian Ma'ad yang merupakan sebab dari keraguan dan penolakan mereka terhadap kemungkinan Ma’ad.[5] Oleh karena itu, Al-Qur’an menerangkan sebagian fenomena alam yang mirip dengan kejadian Ma’ad untuk mengikis keraguan mereka. Dari sisi lain, Al-Qur’an menjawab keraguan-keraguan yang mereka lontarkan setuntas mungkin sehingga kemungkinan terjadinya Ma'ad dapat dipastikan.

Tidak cukup sampai di situ saja, Al-Qur’an juga menjelaskan dalil-dalil akal atas keniscayaan Ma'ad, di samping adanya janji Ilahi yang bersifat pasti untuk menyempurnakan bukti atas manusia melalui wahyu, sebagaimana akan kita bahas pada pelajaran berikutnya, Insya Allah.

Fenomena Alam yang Mirip dengan Ma'ad

Pertama: Keluarnya Tumbuh-tumbuhan dari Bumi

Dilihat dari sisi bahwa kehidupan itu mendahului kematian, ihwal menghidupkan kembali manusia setelah kematiannya mirip sekali dengan ihwal keluarnya tumbuh-tumbuhan dari dalam perut bumi setelah kering dan kematiannya.

Setiap manusia waras dan mau menggunakan pikirannya untuk merenungkan fenomena yang sering terjadi di hadapan matanya, sudah cukup mendapatkan pelajaran bahwa kehidupan di alam lain amat mungkin bisa terjadi setelah kematian di dunia ini. Hanya saja, karena begitu kerapnya manusia menyaksikan fenomena semacam ini membuat mereka lalai dan menganggap kejadian itu suatu hal yang biasa. Padahal, kejadian semacam itu tidak jauh berbeda dengan cara menghidupkan kembali manusia setelah kematiannya dari sisi munculnya kehidupan yang baru di alam lain. Oleh karena itu, untuk mengikis anggapan bahwa kejadia itu merupakan kebiasaan belaka, Al-Qur'an selalu mengingatkan dan memfokuskan perhatian manusia terhadap fenomena itu dan menjelaskan kepada mereka bahwa hal itu mirip dengan terjadinya Hari Kebangkitan. Allah SWT berfirman, "Perhatikanlah tanda-tanda rahmat Allah, bagaimana Dia menghidupkan bumi yang telah mati. Sesungguhnya Dialah yang menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu." (QS. Ar-Rum: 50)

Kedua: Tidurnya Ashhabul Kahfi

Setelah memaparkan peristiwa nyata yang amat menakjubkan dan banyak memberikan pelajaran berharga, Al-Qur'an mengingatkan kita, "Dan demikian pula Kami mempertemukan manusia dengan mereka, agar manusia itu mengetahui, bahwa janji Allah itu benar, dan bahwa kedatangan hari kiamat tidak ada keraguan padanya." (QS. Al-Kahfi: 21)

Tidak diragukan lagi bahwa peristiwa yang sangat menakjubkan ini membawa manfaat besar. Yaitu, ketika sekelompok anak muda yang hatinya dipenuhi iman telah tidur di dalam gua "Kahfi" begitu panjang, yakni selama tiga abad, tepatnya selama 300 tahun Syamsiyah atau 309 tahun Qamariyah. Setelah melewati masa yang begitu lama, mereka bangun dari tidurnya yang nyenyak itu.

Menyimak kisah nyata "sahabat-sahabat Kahfi" ini sangat efektif dalam mengarahkan umat manusia untuk menyadari kemungkinan terjadinya Ma'ad, serta menyingkirkan keraguan-keraguan dari dalam hatinya. Karena, setiap peristiwa tidur—walaupun mirip dengan kematian (tidur adalah saudaranya mati), dan setiap keterjagaannya mirip dengan terjadinya kehidupan setelah kematian—namun dalam kejadian tidur yang wajar sebagaimana kita alami setiap malam, organ-organ tubuh manusia itu tetap bekerja dan aktif. Oleh karena itu pada kejadian tidur-bangun biasa ini, kembalinya ruh ke tubuh setelah tidur bukanlah hal yang menakjubkan bagi umumnya orang. Akan tetapi, tubuh yang tidak pernah diberi makanan selama 300 tahun—menurut perhitungan manusia dan secara natural—pasti akan mengalami pembusukan, kematian dan tidak mungkin layak bagi ruh untuk kembali kepadanya. Hal ini sesuai dengan hukum alam yang berlaku di dunia ini.

Peristiwa yang menakjubkan ini dapat menyadarkan manusia akan hukum lain di balik hukum-hukum alam ini, dan membuat mereka paham bahwa kembalinya ruh ke tubuh tidak mesti terbatas pada terpenuhinya sebab-sebab dan kondisi-kondisi alami yang wajar. Dengan demikian, adanya kehidupan baru di alam lain pasca kematian tak ubahnya dengan peristiwa "Kahfi" tersebut. Artinya, Ma'ad dan Hari Kebangkitan bukanlah sesuatu yang mustahil, bahkan pasti terjadi sesuai dengan janji Allah SWT.

Ketiga: Hidup-kembalinya Hewan

Al-Qur'an juga mengkisahkan hidup kembalinya sebagian binatang dengan cara yang tidak wajar. Antara lain, hidup kembalinya empat ekor burung di tangan Nabi Ibrahim as, seekor binatang tunggangan sebagian nabi, segaimana yang akan kami bawakan kisahnya. Maka, manakala menghidupkan kembali hewan itu mungkin terjadi, tentu menghidupkan kembali manusia bukanlah hal yang mustahil.

Keempat: Hidupnya Kembali SebagianManusia di Dunia

Lebih penting dari seluruhnya ialah kejadian hidupnya kembali seorang manusia di dunia ini. Seperti yang dising-gung oleh Al-Qur'an, yaitu kisah salah seorang nabi Bani Israil. Allah SWT berfirman, "Perhatikanlah kisah seseorang yang melewati suatu negeri yang telah roboh dan hancur. Ketika itu ia berkata, 'Bagaimanakah Allah menghidupkan kembali negeri ini yang telah hancur?' Maka dengan serta merta Allah mematikan orang itu selama 100 tahun, kemudian menghidupkannya kembali. Kepadanya Allah bertanya, 'Sudah berapa lamakah kamu tinggal di sini?' Ia menjawab, 'Aku telah tinggal di sini sehari atau setengah hari saja.' Allah berfirman, 'Sebenarnya kamu tinggal di sini sudah seratus tahun. Lihatlah makanan dan minuman yang masih utuh, dan lihat pula keledaimu (yang telah menjadi tulang belulang). Sesungguhnya Kami akan menjadikan kamu sebagai tanda kekuasaan Kami atas manusia. Dan lihatlah tulang belulang keledaimu itu, kemudian Kami menyusunnya kembali, lalu Kami membalutnya dengan daging.' Tatkala semua itu telah nyata baginya, ia pun berkata, "Kini aku betul-betul yakin bahwa sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu." (QS. Al-Baqarah: 259)

Pada tempat lain, Allah SWT memaparkan kisah Nabi Musa as bersama sekelompok kaum Bani Israil.

"Dan ingatlah ketika kalian berkata, 'Hai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan jelas.' Karena itulah kalian ditebas halilintar, sedang kalian sendiri menyaksikannya. Setelah itu Kami hidupkan kalian kembali setelah kematian kalian, agar kalian bersyukur kepada Kami." (QS. Al-Baqarah: 55-56)

Begitu juga cara menghidupkan kembali seorang Bani Israil di zaman Nabi Musa as melalui salah satu bagian tubuh sapi yang disembelih. Kisah ini terdapat di surat Al-Baqarah. Penamaan surat ini dengan nama itu juga lantaran kisah ini. Di akhir kisah, Allah SWT berfirman, "Demikianlah Allah menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati, dan memperlihatkan kepada kalian akan tanda-tanda kekuasaan-Nya supaya kalian mengerti." (QS. Al-Baqarah: 72-73)

Demikian pula menghidupkan kembali orang-orang yang sudah mati melalui mukjizat Nabi Isa as. Contoh-contoh di atas ini dapat diangkat sebagai bukti atas kemungkinan terjadinya Ma'ad.


catatan kaki:

[1] Lihat surah Al-Baqarah: 111, Al-Anbiya': 24, dan An-Naml: 64.

[2] Rujuk surah Al-Mu'minun: 117, An-Nisa': 157, Al-An'am: 100, 119, 148, Al-Kahfi: 5, Al-Hajj,: 3, 8,71, Al-‘Ankabut: 8, Ar-Rum: 29, Luqman: 20, Al-Ghafir: 42, Az-Zukhruf: 20, dan An-Najm: 28.

[3] Lihat surah Al-Qashash: 39, Al-Kahfi: 36, Shad: 27, Al-Jatsiyah: 32, dan Al-Insyiqaq: 14.

[4] Lihat surah Al-Rum: 10, Al-Muthaffifin: 10-14, dan An-Nahl: 38.

[5] Lihat surah Al-Isra’: 51, Ash-Shaffat: 16,53, Ad-Dukhan: 34–36, Al-Ahqaf: 18, Qaf: 3, Al-Waqi’ah: 47-48, Al-Muthaffifin: 12-13, dan An-Nazi’at: 10-11.