Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Sekilas Tentang Alam Barzakh

0 Pendapat 00.0 / 5


Apabila mata dan telinga manusia setelah kematian (di alam barzakh) akan terbuka, lalu mengapa keduanya bertanya tentang orang-orang hidup atau orang-orang yang baru meninggal (orang-orang yang meninggal di alam barzakh)?!

Terbukanya pandangan barzakhi setelah kematian merupakan sebuah perkara yang berlaku secara umum; artinya seluruh manusia ketika mengalami kematian, akan menyaksikan malaikat pencabut nyawa sesuai dengan amal perbuatannya. Mereka bercakap-cakap dan mendengar suaranya. Dan setelah kematian akan menjelma dan dalam bentuk terbatas dan sesuai dengan kehidupan barzakhi akan dihadirkan di hadapan mereka. Manusia dengan kematian, realitas tentang adanya kehidupan setelah kematian dan sebagian janji-janji para nabi dan wali dengan pandangan barzakhinya melihat keberadaan malaikat, akan sampai pada tapal batas keyakinan.

Namun berita tentang keluarga, sanak famili, sahabat dan dunia (yang ditinggalkan) tidak bersifat umum. Luas-sempitnya tergantung pada kadar amal perbuatan orang tersebut; sebagaimana percakapan dengan orang yang baru saja meninggal ihwal ahli dunia tidak dapat dilakukan oleh semua orang mati; melainkan sesuai dengan riwayat yang dapat digunakan, perkara ini terkhusus bagi penduduk surga di alam barzakh bukan seluruh orang mati; namun para wali Allah lebih tinggi dari mereka dan tidak memerlukan untuk bertanya kepada orang lain!

Dengan demikian, banyak rahasia yang tertimbun yang tidak akan terungkap pada alam barzakh dan tatkala manusia memasuki gelanggang kiamat akan nampak seluruh rahasia tersebut. Hari itu adalah hari yang disebut dalam kitab suci sebagai "yauma tubla al-sarair", hari dimana seluruh rahasia terungkap dan terbongkar.

Penjelasan Detail:

Manusia memiliki tingkatan-tingkatan takwini dan jalan yang beragam: Pada tingkatan penciptaan manusia pertama-tama ia mineral kemudian menjadi tumbuhan (nabat) kemudian menjelma menjadi hewan. Dan setelah berbentuk nutfah yang bermukim dalam rahim dan tingkatan-tingkatan penciptaan badannya sampai pada tingkatan yang diperlukan, dihembuskan padanya ruh Ilahi dan kemudian mendapatkan kehidupan insaniah. Manusia, setelah melewati masa janin, akan menempuh tingkatan lainnya yang disebut sebagai dunia (kehidupan dekat atau rendah). Setelah beberapa lama (60-70 tahun) atau kurang-lebihnya lebih lama, ia akan berpindah memasuki dunia lainnya yang bernama barzakh (terminal antara dunia dan kiamat). Dimana perbandingan antara dunia dan barzakh ibarat dunia dan rahim ibu yang tidak dapat digambarkan dan diilustrasikan secara sempurna. Kemudian setelah itu, seiring dengan berakhirnya usia dunia, seluruh manusia – secara kolektif dan berjamaah – akan berpindah memasuki alam konstan dan tetap bernama masyhar dan kiamat.

Hubungan kiamat dan barzakh adalah laksana hubungan barzakh dan dunia. Pada hari kiamat dan barzakh segalah urusan manusia akan tampak kasat-mata yang tidak dapat digambarkan bagi manusia pada kehidupan dunianya, sebagaimana gambaran dunia dan apa yang ada di dalamnya tidakd dapat digambarkan oleh janin pada alam rahim.

Manusia yang tertawan dalam batasan persepsi dan indrawi kemudian tidak melesak terbang dengan sayap wahyu, akal menuju dunia gaib, dan tidak mendapatkan kebenaran pewarta yang benar seperti para nabi dan wali Allah, maka ia tidak dapat menerima kehidupan setelah kematian baik di alam barzakh atau pun di alam kiamat. Padahal mau-tidak-mau, orang tidak dapat menghindar dan lari dari kematian dan perpindahan dua tingkatan setelahnya; karena kematian salah satu pendahuluan Ilahi dimana setiap eksisten bumi cepat atau lambat akan berhadapan dengan kematian. Dan tiada seorang pun manusia, bahkan yang paling dicintai Tuhan sekali pun, tidak terkecuali dalam urusan ini. Allah Swt menegaskan bahwa: "Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusia pun sebelummu (Muhammad). Maka jika kamu mati, apakah mereka akan kekal? Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan mengujimu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kami-lah kamu dikembalikan." (Qs. Al-Anbiya [21]:34-35)

Mereka yang meyakini dengan syuhud-nya atau dengan meyakini berita yang disampaikan para nabi terhadap kematian, kehidupan setelahnya, menyiapkan diri mereka untuk menyongsong kematian. Serta menyiapkan diri dengan yang sesuai dengan kondisi alam akhirat yaitu iman dan amal shaleh. Sekali-kali tiada ketakutan pada diri mereka terhadap tingkatan ini. Bahkan mereka merindukan kematian. Karena mereka tahu bahwa dengan kematian seluruh kesempitan dan segala kesusahan dunia akan berganti dengan kelapangan dan kesenangan semata.

Sebagaimana janin yang berpindah dari kesempitan rahim melangkah memasuki lapangnya dunia. Akan tetapi orang yang tidak memandang penting masalah ini, tatkala kematian menjemputnya dan tingkatan selepasnya hingga ia sampai pada batas keyakinan terhadap masalah ini, karena kehadiran malaikat maut dan perlakuan malaikat maut terhadap diriya dan terputusnya segala keterikatan duniawi ia jumpai dengan segala wujudnya.

Ia melihat bahwa ia masih hidup, namun berbeda sama sekali dengan kehidupan sebelumnya dimana raganya telah berpisah dengan seluruh kerabatnya – apabila ia seorang muslim dan taat beragama – yang akan memandikan, mengkafani, menyemayamkan dan pada akhirnya menguburkannya, tanpa ada seorang pun yang memperhatikan teriakan, jeritan dan permohonannya; Karena hati mereka terpaut di dunia dan tidak mengetahui peristiwa yang terjadi setelahnya. Sebagaimana ia tidak mengetahui ihwal dunia orang-orang yang telah meninggal semasa hidupnya – mereka melihatnya dan mengenalnya dan berupaya untuk menjalin hubungan denganya, namun mereka tidak memahaminya dan tidak memandangnya kecuali seonggok jasad kering yang apabila dibiarkan begitu saja akan menebarkan bau dan membusuk.

Ia akan sendiri dalam kubur, malaikat Munkar dan Nakir datang menghampirinya untuk menjalankan proses tanya-jawab, apabila ia seorang durjana maka pintu untuk masuk ke neraka akan dibukakan baginya dan dimulailah azab dan siksaan baginya; artinya dengan melihat tempat kediamannya di neraka, merasakan panas dan azab ia akan menderita hingga hari kiamat dan pada akhirnya ia memasukinya. Dan apabila ia adalah seorang mukmin, maka ia hanya akan ditanya, dan dari kuburnya ia akan mengadakan kontak dengan kediamannya di surga. Di tempat ini ia akan merasakan ketenangan dan kenyamanan hingga hari kiamat dan kemudian melenggang masuk ke dalamnya. Dengan demikian, kubur dan barzakh atau lubang dan jendela untuk menyaksikan nikmat dan surga atau gerbang untuk memasuki azab dan neraka.

Karena itu, setiap manusia setelah mati pandangannya akan terbuka dan kehidupan pasca kematian dan segala konsekuensinya dengan mata kepala ia saksikan sehingga tidak tersisa lagi ruang untuk mengingkarinya. Segala perbuatan yang dilakukan di dunia kini hadir di hadapannya dan menjadi sebab kegembiraan atau kesedihannya. Ketidaksetiaan dunia dan ketergantungan kepadanya seperti popularitas, nama, kebiasaan, ijazah, uang, pangkat dan kedudukan semuanya terekam dengan baik untuknya. Dan tidak tersisa baginya kecuali penyesalan. Apabila ia adalah orang fasik dan kafir ia akan menyesali mengapa ia tidak beriman dan tidak memikirkan tentang hari ini. Apabila ia adalah orang beriman dan berbuat kebaikan, ia akan menyesali, sekiranya ia lebih banyak beramal kebaikan dan lebih banyak mengumpulkan bekal sehingga derajatnya lebih tinggi dan sebarisan dengan para wali Tuhan.

Akan tetapi terbukanya pandangan barzakhi ini bersifat umum dan menyeluruh, kendati pandangan tersebut berbeda dan beragam rupanya. Misalnya seseorang yang tinggi ketergantungannya kepada dunia, sehingga untuk meyakini kematian, berkorban, meninggalkan dunia dan seluruh perkara duniawi memerlukan waktu yang panjang. Dan orang-orang yang berada pada level rata-rata, nampaknya tenggelam pada tidur mereka sehingga matanya tidak pernah bermimpi, apakah ia mendapatkan nikmat atau memperoleh azab. Setelah melintasi tingkatan pertama, terlepasnya jiwan, dan memasuki liang lahat, maka ia tidak akan mencerap secara khusus kehidupan barzakhi.

Akan tetapi mereka yang meninggalkan dunia ini dengan iman sempurna dan mengerangka jiwa serta menguatkan ruhnya dan menyiapkan dirinya untuk menyongsong akhirat – karena ia meyakininya – pada kediaman tersebut juga ia dapat menjalin hubungan dengan ruh kaum mukminin dan mencari tahu tentang kabar dan berita ihwal sahabat mereka di dunia. Ia bersua dengan ruh-ruh kaum mumkminin yang lain dengan perasaan riang dan gembira dan beroda untuk orang-orang hidup. Karena itu, bersua dengan yang lain dan saling menanyakan kabar orang lain terkhusus bagi orang-orang yang memiliki derajat iman dan amal shaleh yang tinggi.

Imam Shadiq As bersabda: “Tatkala anak manusia memasuki alam kubur dan barzakh, para penghuni barzakh akan datang menjumpainya. Dan sebagian menenangkannya sehingga secara perlahan ia menyesuaikan diri dengan dunia barunya. Karena ia telah melewati ketakutan besar dan melelahkan liang kubur, pertanyaan, tekanan dan sebagainya. Kemudian, mereka mendekat kepadanya dan bertanya tentang teman dan sahabatnya. Apabila dijawab bahwa ia masih di dunia, maka mereka akan berharap bahwa setelah kematian ia akan menyusul mereka; Apabila jawabannya: Sebelumnya telah meninggal, saat itu penghuni barzakh berkata bahwa ia telah jatuh. Yaitu telah terpuruk dan terjerembab dalam azab Ilahi dan kalau tidak pastilah ia berada di sisi kami.[1]

Dalam kitab “Al-Kafi” dinukil dari Ishaq bin Ammar: Aku bertanya keapda Abul Hasan (Imam Kazhim As) apakah seseorang yang meninggal dunia ia menjumpai keluarganya atau tidak? Imam Musa Kazhim bersabad: “Iya.” Kemudian aku bertanya lagi, Berapa lama? Imam bersabda: “Sesuai dengan kedudukannya di sisi Tuhan, setiap minggu, setiap bulan atau setiap tahun….”[2]

Kembali dalam “Kafi” dinukil dari Imam Shadiq As bahwa: “Tiada seorang pun mukmin atau kafir tatkala hadir di hadapan Tuhan yang tidak hadir di sisi keluarga mereka. Ketika mukmin melihat keluarganya yang sedang mengerjakan amal shaleh, ia berucap syukur kepada Allah dan tatkala kafir melihat keluarganya mengerjakan amal shaleh, ia mengungkapkan penyesalan.”[3]

Lebih tinggi dari orang-orang seperti ini, adalah para wali Allah dimana ruhnya setelah kematian dan terlepasnya raga materi, akan semakin kuat dan melakukan kegiatan yang lebih luas. Karena pelbagai rintangan seperti taqiyah dan semisalnya telah hilang. Kelompok ini tatkala kematian menjemput seorang mukmin, mereka akan mendekatinya dan memudahkan proses sakaratul maut baginya. Di alam kubur, ia menjadi sahabatnya, dan melepaskannya dari azab dan ketakutan.

Setelah melintasi tingkatan-tingkatan awal, ia akan bergabung dengan sahabat-sahabatnya yang lain. Karena itu, kelompok ini tidak lagi memerlukan pengabaran dari ruh-ruh yang lainnya terkait orang-orang hidup; karena orang-orang besar ini berkuasa atas dunia dan barzakh dan mereka tidak lalai dari kondisi dan keadaan kaum mukmin sejati khususnya mereka yang berhubungan dengannya, dan menjadi pelayan dan berperantara kepada mereka, sehingga mereka memerlukan pengabaran dan pewartaan tentang kondisi mereka.

Sebagai kesimpulan harus dikatakan, kendati terbukanya pandangan barzakhi berlaku secara umum, akan tetapi pandangan ini berbeda pada setiap orang dan hal ini berlaku bagi setiap manusia.

Bagi orang-orang mustad’af (budaya – keyakinan) dan anak-anak kecil dan orang-orang semisalnya tingkatan mereka sangat lemah. Bagi para wali Allah dan kaum kafir penentang berada pada tingkatan yang lebih tinggi – mereka (para wali Allah) pada puncak kenikmatan dan kaum kafir penentang ini berada pada puncak siksaan - dan untuk yang lain berdasarkan kedudukan, kegiatan, akhlak, dan keyakinan dan mendapatkan berita tentang kehidupan hanya berkenaan dengan sebagian kaum mukmin bukan semuanya.

Dengan kata lain, pelbagai kondisi setelah kematian – pada barzakh dan kiamat – manifestasi batin keyakinan, akhlak dan amal-perbuatan manusia di dunia dan tidak lain dari hal ini. Apabila di dunia memiliki iman, amal shaleh, kelapangan jiwa, di alam barzakh dan kiamat juga akan demikian adanya. Akan tetapi apabila di dunia ia berpikir picik atau menentang dan bersikap keras kepala, dirinya bertemankan dengan sifat-sifat hewan dan binatang, di dunia yang lain juga mereka akan menjelma sedemikian. Dan akan mendapatkan azab dan menjadi sebab penyesalannnya; karena dunia adalah ladang akhirat. Dan apa pun yang dilakukan untuk memperelok rupa dan lakunya, di sana akan hadir dan tampak. Karena itu, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik. Tidak sama para penghuni neraka dengan para penghuni surga. Para penghuni surga itulah orang-orang yang beruntung.” (Qs. Al-Hasyr [58]:18-20)

Karena itu, banyak rahasia yang tertimbun yang tidak menjadi jelas setelah kematian. Dan tatkala manusia memasuki gelanggang kiamat kubra, akan Nampak baginya. Hari itu adalah “hari tatkala seluruh rahasia tersingkap” (Qs. Al-Thariq [86]:9) dan seluruh rahasia akan tersingkap. [Indonesia.islamquest.net]

Referensi untuk telaah lebih jauh:

1. Hayât Pas az Marg, Ali Muhammad Asadi

2. Sireh Payâmbaran dar Qur’ân, Abdullah Jawadi Amuli.

3. Shurat wa Sirat Insân dar Qur’ân, Abdullah Jawadi Amuli.

4. Ma’âd Syinâsi, Muhammad Husain Husaini Tehrani.

5. Haqq al-Yaqin, Abdullah Syubbar.

6. Hayât-e Pas az Marg, Muhammad Husain Thabathabai

7. Haqq al-Yaqin, Faidh Kasyani.



Catatan Kaki:

[1] Allamah Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jil. 6, hal. 249-250, 269; Faidh Kasyani, ‘Ilm al-Yaqin, jil. 2, hal. 871.

[2] Sayid ‘Abdullah Syubbar, Haqq al-Yaqin, jil. 2, hal. 67; Allamah Thabathabai, Hayat-e Pas az Marg.

[3] Ibid.