Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Seri Dua Contoh Yang Berbeda dalam Al-Qur’an (Bag 2)

1 Pendapat 05.0 / 5

2. Kisah putra Nabi Nuh as dan Nabi Ibrahim as.

Kisah putra Nabi Nuh as dan putra Nabi Ibrahim as di abadikan oleh Allah Swt dalam Al-Qur’an. Di satu sisi ada putra yang sangat berbakti dan di sisi lain ada putra yang sangat durhaka.

Kisah putra Nabi Ibrahim as yaitu Ismail terekam dalam Surat As-Shofat dari ayat 100-107.

Terdapat banyak perbedaan yang mencolok antara putra Nuh dengan
putra Ibrahim (Ismail), antara lain :

Ismail memiliki beberapa sifat, yaitu :

1. Sholeh.

Nabi Ibrahim as jauh sebelumnya telah memohon kepada Allah Swt agar di anugerahi keturunan yang Sholeh.

رَبِّ هَبۡ لِي مِنَ ٱلصَّٰلِحِينَ

“Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang yang shalih.” (QS.Ash-Shaffat:100)

2. Putra yang sangat penyabar.

Ismail adalah putra yang sangat penyabar. Karena kesabaran adalah gandengan dari keshalehan.

فَبَشَّرۡنَٰهُ بِغُلَٰمٍ حَلِيمٖ

“Maka Kami beri kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang sangat sabar (Ismail).” (QS.Ash-Shaffat:101)

3. Sangat patuh terhadap perintah Allah dan perintah ayahnya.

Ismail merespon perintah Allah yang bersumber dari mimpi ayahnya dengan sangat siap da lapang dada tanpa mempertanyakan atau menolak atau berdebat terlebih dahulu dengan ayahnya.

قَالَ يَٰبُنَيَّ إِنِّيٓ أَرَىٰ فِي ٱلۡمَنَامِ أَنِّيٓ أَذۡبَحُكَ فَٱنظُرۡ مَاذَا تَرَىٰۚ

“(Ibrahim) berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!”

4. Sabar dalam menjalankan ketaatan kepada Tuhannya.

Spontan Ismail menjawab :

قَالَ يَٰٓأَبَتِ ٱفۡعَلۡ مَا تُؤۡمَرُۖ سَتَجِدُنِيٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰبِرِينَ

Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” (QS.Ash-Shaffat:102)

Ismail dalam ayat ini masih menggunakan kata Insya Allah karena ia yakin bahwa kesabaran ini adalah pemberian Allah Swt yang luar biasa. Seorang takkan mungkin mampu bersabar tanpa bantuan dan pemberian Allah berupa ketenangan dalam hatinya.

5. Dia sangat beriman kepada Tuhannya dan sangat berbakti kepada ayahnya.

Dalam kisah ini kita tidak pernah mendengar ada keluh kesah dari sisi ayah ataupun anak. Semuanya hidup dalam penuh kesadaran dan kepasrahan kepada ketentuan Allah Swt.

Sementara Kan’an, putra Nabi Nuh as memiliki beberapa sifat berikut ini, seperti yang disebutkan dalam Surat Hud.

1. Panggilan Nabi Nuh as kepada putranya menunjukkan bahwa Kan’an tinggal di sebuah termpat yang jauh, tidak seperti pengikut Nuh yang selalu menyertai beliau.

وَنَادَىٰ نُوحٌ ٱبۡنَهُۥ وَكَانَ فِي مَعۡزِلٖ يَٰبُنَيَّ ٱرۡكَب مَّعَنَا وَلَا تَكُن مَّعَ ٱلۡكَٰفِرِينَ

Dan Nuh memanggil anaknya, ketika dia (anak itu) berada di tempat yang jauh terpencil, “Wahai anakku! Naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah engkau bersama orang-orang kafir.” (QS.Hud:42)

2. Kan’an lebih memilih bergabung bersama orang-orang kafir dengan segala kesombonvan dan kecongkaannya saat menolak ajakan ayahnya.

يَٰبُنَيَّ ٱرۡكَب مَّعَنَا وَلَا تَكُن مَّعَ ٱلۡكَٰفِرِينَ

“Wahai anakku! Naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah engkau bersama orang-orang kafir.” (QS.Hud:42)

Tapi Nabi Nuh terus berusaha menyadarkan putranya.

قَالَ لَا عَاصِمَ ٱلۡيَوۡمَ مِنۡ أَمۡرِ ٱللَّهِ إِلَّا مَن رَّحِمَۚ

(Nuh) berkata, “Tidak ada yang melindungi dari siksaan Allah pada hari ini selain Allah yang Maha Penyayang.” (QS.Hud:43)

Dan kedurhakaan inilah yang membuatnya tenggelam.

وَحَالَ بَيۡنَهُمَا ٱلۡمَوۡجُ فَكَانَ مِنَ ٱلۡمُغۡرَقِينَ

“Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka dia (anak itu) termasuk orang yang ditenggelamkan.” (QS.Hud:43)

Dan pelajaran yang dapat kita ambil dari kisah ini adalah :

Perbuatan Kan’an tidaklah benar.Tentu ia tidak beriman bukan karena satu sebab saja. Walaupun ada hubungan yang sangat dekat dengan Nabi saw.

Mari kita bandingkan antara dua putra Nabi ini :

1. Ismail adalah contoh sempurna bagi seorang anak yang berbakti kepada orang tuanya. Ia rela mengorbankan dirinya demi meraih kerelaan Allah Swt.

Sementara Kan’an, sama-sama hidup di lingkungan kenabian namun ia menolak mentah-mentah ajakan dari ayahnya. Padahal itu adalah satu-satunya jalan keselamatan.

Ismail di ajak oleh ayahnya kepada kematian dan ia tidak menolak karena baktinya sementara Kan’an di ajak kepada kehidupan dan ia tetap menentang ayahnya. Itulah fenomena bakti dan durhaka yang di abadikan dalam Al-Qur’an.

2. Ismail adalah seorang yang meyakini yang Ghaib. Ia meyakini bahwa mimpi dari ayahnya adalah kebenaran dan perintah dari Allah Swt.

Sementara Kan’an menolak jalan keselamatan yang ada di depan matanya. Sungguh perbedaan yang sangat menyimpang. Karena ia tidak meyakini hari pembalasan.

3. Balasan bagi Ismail yang menjalankan perintah Allah adalah keselamatan dan digantikannya ia dengan kambing.

Sementara balasan bagi Kan’an adalah kesengsaraan hidup yang abadi. Karena ia telah menentang Sang Pencipta Alam ini.

Semoga bermanfaat…