Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Pancaran Cahaya Ramadhan (19)

1 Pendapat 05.0 / 5

Rasulullah Saw mengenai keutamaan Ramadhan bersabda, “Bulan Ramadhan adalah bulan pengampunan dosa-dosa dan pembebasan dari azab Ilahi. Bulan Ramadhan adalah bulan taubat dan kembali kepada Allah Swt.”

Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah Sayid Ali Khamenei dalam sebuah pidato tentang keutamaan Ramadhan, berkata, “Ada sejumlah sifat yang telah disebutkan untuk bulan ini, di mana masing-masing sifat ini membutuhkan tafakkur dan perenungan. Salah satunya adalah bulan taubat dan kembali (al-Inabah). Yaitu kembali dari sebuah jalan yang salah, dari perbuatan yang salah, dari pikiran yang salah.”

“Al-Inabah artinya kembali kepada Allah Swt. Pertobatan dan kembali ini secara alamiah mengandung sebuah makna di dalamnya. Ketika kita berkata, kami telah kembali dari jalan yang salah, ini bermakna bahwa kita mengidentifikasi titik kesalahan, jalan yang salah. Ini sangat penting…” jelasnya.

Menurut Ayatullah Khamenei, pertobatan dan kembali yang mereka katakan, langkah pertamanya adalah memperhatikan kekurangan perbuatan, memahami dimana kekurangan amalan kita, dimana letak dosa-dosa kita, dimana letak kesalahan kita. Selama Ramadhan, kita harus menjaga diri kita semampu yang kita bisa, bersikap mawas diri, memperbaiki perilaku kita, memperbaiki pikiran kita, ucapan kita, tindakan kita. Kita harus menelusuri dimana kekurangan-kekurangan itu dan kemudian memperbaikinya.

Taubat berarti kembali dari keburukan menuju kebaikan. Taubat berarti meninggalkan dosa di masa sekarang dan bertekad untuk meninggalkannya di masa depan. Dengan kata lain, taubat adalah penyesalan dari perbuatan dan perilaku dosa serta menutupi keburukan-keburukan. Artinya, manusia pertama-tama harus menyucikan dirinya dari dosa dan kemudian menghiasi dirinya dengan sifat-sifat ketuhanan, sebagaimana ia pertama-tama melepaskan pakaian yang kotor dari tubuhnya dan kemudian memakai pakaian bersih.

Diriwayatkan bahwa seseorang di hadapan Imam Ali bin Abi Thalib as, berkata “Astaghfirullah.” Maka Imam Ali berkata kepada orang tersebut, “Apakah engkau tahu arti istighfar? Istighfar adalah derajatnya orang-orang yang dekat dengan Allah. Dan ketahuilah bahwa istighfar itu suatu nama yang mengandung enam makna (syarat) yaitu: Pertama, menyesali atas apa-apa yang telah terjadi di masa lampau. Kedua, bertekad untuk tidak mengulangi kembali perbuatan itu. Ketiga, mengembalikan hak orang lain yang telah diambilnya (secara tidak sah) sehingga kamu berjumpa dengan Allah dalam keadaan terlepas dari tuntutan seorang pun.

Keempat, mengerjakan setiap kewajiban yang pernah kamu tinggalkan dan kamu tunaikan hak-haknya. Kelima, hendaklah kamu perhatikan daging yang telah tumbuh dari hasil yang haram, lalu kamu kuruskan ia dengan kesedihan sehingga kulit menempel pada tulang, lalu tumbuh di antaranya daging yang baru. Keenam, hendaklah kamu rasakan badanmu dengan sakitnya ketaatan, sebagaimana kamu telah merasakannya dengan manisnya kemaksiatan. Maka, ketika itulah, kamu layak mengucapkan “Astaghfirullah.”

Jadi, syarat diterimanya taubat adalah mengganti kewajiban yang pernah ditinggalkan dan memenuhi hak-hak orang lain yang dirampas, karena Allah sangat tegas dalam hubungannya dengan hak orang lain. Selama pemilik hak itu belum meridhainya, maka Allah juga tidak akan ridha dan Dia tidak akan menerima taubat dari para pendosa.

Fiqih Puasa

Jika seseorang tidak berpuasa di bulan Ramadhan karena ada halangan syar’i, dan kemudian tidak menggantinya sampai Ramadhan tahun depan karena kelalaian dan tanpa uzur syar’i, maka ia harus mengganti puasa tersebut di kemudian hari dan membayar kafarat karena menunda qadha puasa.

Jika qadha puasa Ramadhan tidak dilakukan sampai bertemu Ramadhan tahun berikutnya karena ada uzur yang menghalanginya berpuasa, seperti musafir, maka ia hanya perlu mengganti puasa yang terlewatkan dan tidak perlu membayar kafarat. Namun tetap dianjurkan untuk mengganti puasa dan sekaligus membayar kafarat.

Jika ia bernazar untuk berpuasa pada hari tertentu, dan kemudian dengan sengaja tidak melakukannya atau puasanya batal, maka ia wajib membayar kafarat. Kafarat nazar sama dengan kafarat sumpah yaitu memberikan makan kepada 10 orang miskin dan jika ia tidak mampu, ia boleh menggantinya dengan puasa selama tiga hari berturut-turut.

Jika seseorang lupa tentang jumlah puasa yang harus diganti, maka ia harus menggantinya dengan jumlah yang ia yakini dan tidak perlu melakukan lebih dari itu. Jika seseorang tidak tahu bahwa ia wajib membayar kafarat jika tidak mengganti puasa sampai bertemu Ramadhan tahun depan, maka kewajiban kafarat ini tidak gugur (karena ketidaktahuan) dan ia tetap harus membayar kafarat (karena menunda qadha puasa) sesuai dengan jumlah hari yang ditinggalkan sampai bertemu Ramadhan tahun berikutnya.

Kafarat adalah memberikan makanan sebanyak 750 gram berupa gandum, beras, tepung, atau kurma kepada orang miskin. Kafarat ini dapat diberikan sekaligus kepada satu orang miskin atau dicicil setiap hari sesuai dengan tanggungan yang harus dibayar.

Doa dan Munajat

Malam sepuluh (Layalin 'Asyr) terakhir bulan Ramadhan telah tiba, di mana Allah Swt pada permulaan surat al-Fajr berfirman, “Demi fajar dan demi malam yang sepuluh.”

Sebagian ulama tafsir berpendapat bahwa maksud dari Layalin 'Asyr adalah malam sepuluh terakhir bulan Ramadhan, yang di dalamnya terdapat malam Lailatul Qadar. Malam sepuluh terakhir sangat penting sehingga Rasulullah Saw melipat tempat tidurnya dan pergi ke masjid untuk beri’ktikaf. Rasul menghidupkan malam-malam tersebut dengan ibadah dan kaum Muslim juga mengikuti apa yang beliau lakukan.

Oleh karena itu, pelaksanaan i’ktikaf pada malam sepuluh terakhir Ramadhaan sangat dianjurkan di masjid-masjid jami’ dan memiliki banyak keutamaan. Dalam sebuah riwayat dari Rasulullah Saw, i’ktikaf pada malam sepuluh terakhir Ramadhan sama pahalanya dengan dua kali haji dan dua kali umrah.

Syeikh al-Kulaini dalam kitab al-Kafi, menukil sebuah riwayat dari Imam Jakfar Shadiq as yang berkata, “Bacalah doa ini setiap malam pada sepuluh terakhir bulan Ramadhan:

أَعُوذُ بِجَلالِ وَجْهِکَ الْکَرِیمِ أَنْ یَنْقَضِیَ عَنِّی شَهْرُ رَمَضَانَ أَوْ یَطْلُعَ الْفَجْرُ مِنْ لَیْلَتِی هَذِهِ وَ لَکَ قِبَلِی ذَنْبٌ أَوْ تَبِعَةٌ تُعَذِّبُنِی عَلَیْهِ

“Aku berlindung kepada keagungan wajah-Mu yang mulia, hendaknya jangan sampai bulan Ramadhan berlalu atau fajar malamku ini terbit sedangkan Engkau masih memiliki tagihan atasku atau (aku masih berlumuran) dosa yang karenanya Engkau akan menyiksaku.”

Juga dianjurkan membaca doa berikut setelah menunaikan shalat wajib dan sunnah:

اللَّهُمَّ أَدِّ عَنَّا حَقَّ مَا مَضَى مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ وَ اغْفِرْ لَنَا تَقْصِیرَنَا فِیهِ وَ تَسَلَّمْهُ مِنَّا مَقْبُولا وَ لا تُؤَاخِذْنَا بِإِسْرَافِنَا عَلَى أَنْفُسِنَا وَ اجْعَلْنَا مِنَ الْمَرْحُومِینَ وَ لا تَجْعَلْنَا مِنَ الْمَحْرُومِینَ

“Ya Allah! Tunaikanlah hak kami yang telah lewat dari bulan Ramadan, ampunilah kelalaian kami di dalamnya, terimalah (bulan Ramadan) dari kami dengan sebuah penerimaan, janganlah Engkau menyiksa kami karena sikap berlebih-lebihan atas diri kami,jadikan kami dari golongan yang memperoleh rahmat dan jangan Engkau jadikan kami dari mereka yang tidak mendapatkannya.”

Lewat doa-doa tersebut, kita berharap Allah Swt akan menghapus dosa-dosa kita dan melindungi kita dari dosa. Doa lain yang dianjurkan untuk dibaca pada malam sepuluh terakhir bulan Ramadhan adalah doa berikut:

 

«اللَّهُمَّ إِنَّکَ قُلْتَ فِی کِتَابِکَ الْمُنْزَلِ شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِی أُنْزِلَ فِیهِ الْقُرْءَانُ هُدًى لِلنَّاسِ وَ بَیِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَ الْفُرْقَانِ فَعَظَّمْتَ حُرْمَةَ شَهْرِ رَمَضَانَ بِمَا أَنْزَلْتَ فِیهِ مِنَ الْقُرْآنِ وَ خَصَصْتَهُ بِلَیْلَةِ الْقَدْرِ وَ جَعَلْتَهَا خَیْرا مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ اللَّهُمَّ وَ هَذِهِ أَیَّامُ شَهْرِ رَمَضَانَ قَدِ انْقَضَتْ وَ لَیَالِیهِ قَدْ تَصَرَّمَتْ وَ قَدْ صِرْتُ یَا إِلَهِی مِنْهُ إِلَى مَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنِّی وَ أَحْصَى لِعَدَدِهِ مِنَ الْخَلْقِ أَجْمَعِینَ فَأَسْأَلُکَ بِمَا سَأَلَکَ بِهِ مَلائِکَتُکَ الْمُقَرَّبُونَ وَ أَنْبِیَاؤُکَ الْمُرْسَلُونَ وَ عِبَادُکَ الصَّالِحُونَ أَنْ تُصَلِّیَ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ آلِ مُحَمَّدٍ وَ أَنْ تَفُکَّ رَقَبَتِی مِنَ النَّارِ وَ تُدْخِلَنِی الْجَنَّةَ بِرَحْمَتِکَ وَ أَنْ تَتَفَضَّلَ عَلَیَّ بِعَفْوِکَ وَ کَرَمِکَ وَ تَتَقَبَّلَ تَقَرُّبِی وَ تَسْتَجِیبَ دُعَائِی وَ تَمُنَّ عَلَیَّ [إِلَیَ‏] بِالْأَمْنِ یَوْمَ الْخَوْفِ مِنْ کُلِّ هَوْلٍ أَعْدَدْتَهُ لِیَوْمِ الْقِیَامَةِ إِلَهِی وَ أَعُوذُ بِوَجْهِکَ الْکَرِیمِ وَ بِجَلالِکَ الْعَظِیمِ أَنْ یَنْقَضِیَ أَیَّامُ شَهْرِ رَمَضَانَ وَ لَیَالِیهِ وَ لَکَ قِبَلِی تَبِعَةٌ أَوْ ذَنْبٌ تُؤَاخِذُنِی بِهِ أَوْ خَطِیئَةٌ تُرِیدُ أَنْ تَقْتَصَّهَا مِنِّی لَمْ تَغْفِرْهَا لِی سَیِّدِی سَیِّدِی سَیِّدِی أَسْأَلُکَ یَا لا إِلَهَ إِلا أَنْتَ إِذْ لا إِلَهَ إِلا أَنْتَ إِنْ کُنْتَ رَضِیتَ عَنِّی فِی هَذَا الشَّهْرِ فَازْدَدْ عَنِّی رِضًا وَ إِنْ لَمْ تَکُنْ رَضِیتَ عَنِّی فَمِنَ الْآنَ فَارْضَ عَنِّی یَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِینَ یَا اللَّهُ یَا أَحَدُ یَا صَمَدُ یَا مَنْ لَمْ یَلِدْ وَ لَمْ یُولَدْ وَ لَمْ یَکُنْ لَهُ کُفُوا أَحَدٌ و بسیار بگو یَا مُلَیِّنَ الْحَدِیدِ لِدَاوُدَ عَلَیْهِ السَّلامُ یَا کَاشِفَ الضُّرِّ وَ الْکُرَبِ الْعِظَامِ عَنْ أَیُّوبَ عَلَیْهِ السَّلامُ أَیْ مُفَرِّجَ هَمِّ یَعْقُوبَ عَلَیْهِ السَّلامُ أَیْ مُنَفِّسَ غَمِّ یُوسُفَ عَلَیْهِ السَّلامُ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ آلِ مُحَمَّدٍ کَمَا أَنْتَ أَهْلُهُ أَنْ تُصَلِّیَ عَلَیْهِمْ أَجْمَعِینَ وَ افْعَلْ بِی مَا أَنْتَ أَهْلُهُ وَ لا تَفْعَلْ بِی مَا أَنَا أَهْلُهُ»