Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Syarat Islam Tidak Ada Dalam Defenisi Sahabat

1 Pendapat 05.0 / 5

Pada beberapa tulisan sebelumnya telah banyak diutarakan berkaitan dengan tema sahabat. Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa menyebutkan fakta sejarah termasuk sahabat, tidak masuk dalam kategori caci maki. Begitu juga tidak bisa dianggap sudah basi serta tidak relevan. Sebab pengkajiannya memiliki filosofi yang jelas iaitu berkaitan dengan keautentikan sumber ajaran islam.

Berangkat dari kenyataan ini pada seri kali ini akan dikaji lanjutan dari defenisi sahabat. Di mana pada defenisi sebelumnya ada disebutkan bahwa salah satu syarat yang harus dimiliki sahabat adalah berjumpa dan mati dalam kedaan islam.

“yang paling benar dari apa yang telah disampaikan berkaitan dengan defenisi sahabat adalah: seseorang yang bertemu dengan Nabi SAWW pada masa hidupnya dalam kedaan muslim dan mati dalam keislamannya.”[1]

Namun jika melihat al-Quran yang merupakan sumber rujukan pertama umat islam akan ditemukan bahwa syarat di atas tidak diebutkan sama sekali. Tepatnya, kata sahabat ini lebih bersifat netral dan bebas nilai. Dan yang menjadi poin hanya kebersamaan dan tidak lebih.

Di dalam al-Quran terdapat ayat yang mengandung kata (صحب) tepatnya ketika disebutkan bahwa Rasulullah adalah sahabat orang-orang musyrik:

“وَما صاحِبُكُمْ بِمَجْنُونٍ (Dan temanmu (Muhammad) itu bukanlah sekali-kali orang yang gila)[2]”

Tafsir al-Mizan dalam mengomentari ayat ini menjelaskan: “di dalamnya ada tanda yang menunjukkan bahwa ia (Muhammad SAWW) adalah sahabat kalian. Ia tinggal diantara kalian dan bergaul bersama kalian sepanjang umurnya”[3]

Dari penjelasan ini dapat dipahami bahwa kata sahabat tidak memiliki makna selain kebersamaan atau pertemanan. Dan yang mendasari kaum musyrikin disebutkan sebgai sahabat Nabi SAWW adalah kebersamaan tersebut tanpa adanya kaitan keislaman sama sekali. Oleh karena itu makna islam atau selainnya tidak ada sangkut pautnya dengan istilah sahabat.

Hal ini mengingat bahwa al-Quran dengan tegas menggunakan hal itu untuk dua kelompok yang berlainan dari sisi akidah dan keyakinan. Tepatnya antara nabi Muhammad SAWW dan kaum musyrikin.

Atas dasar ini menambahkan embel-embel islam kedalam defenisi sahabat tidaklah tepat dan jauh dari mengikuti al-Quran.

CATATAN:

[1] Ibn Atsir, Abul Hasan Ali bin Abu al-Karam Muhammad, Asadul Ghabah Fi Ma’rifat al-Shahabah, jil:1, hal:10, Dar al-kutub al-Ilmiah, Beirut.

[2] Al-Takwir/ 22.

[3] Thabathabai, Muhammad Husain, al-Mizan Fi Tafsir al-Quran, jil: 20, hal: 218, cet: Mansyurat Jamaat al-Mudarrisin, Qom.