Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Belajar dari Lebah dan Kesesuaian Alquran dengan Madu pada Surat An Nahl

1 Pendapat 05.0 / 5

Surat An Nahl terdiri atas 128 ayat, surat yang termasuk golongan surat-surat Makkiyyah, yakni turun di Kota Mekah kurang lebih turun sebelum hijrahnya Nabi Muhammad saaw ke Madinah Al Munawarah yang dikenal dengan Yatsrib dikala itu. Surat ini dinamakan An Nahl yang berarti lebah karena di dalamnya, terdapat firman Allah s.w.t. ayat 68 yang artinya : “Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah.”

Keberadaan surat ini sama dengan surat-surat yang lain adalah agar mukminin mengambil pelajaran dan mendapatkan hidayah menuju kebenaran yang Allah gariskan. Lebah sendiri adalah makhluk Allah yang unik. Hewan yang banyak memberi manfaat dan kenikmatan kepada manusia.

Ketika dikaji maka ada persamaan antara madu yang dihasilkan oleh lebah dengan Alquranu itu sendiri. Madu adalah cairan ajaib yang berasal dari bermacam-macam sari bunga dan dia menjadi obat bagi bermacam-macam penyakit manusia.[1] Sedang Alquran sendiri adalah kitab hidayah mengandung inti sari dari kitab-kitab yang telah diturunkan kepada Nabi-nabi zaman dahulu ditambah dengan ajaran-ajaran yang diperlukan oleh semua bangsa sepanjang jaman untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.[2] Menggapai bentuk kehidupan dan kematian yang dicintai Allah s.w.t.

Surat An Nahl juga dinamakan dengan “An Ni’am” isim jama’ yang bermakna nikmat-nikmat, penamaan ini dikarenakan di dalamnya Allah menyebutkan pelbagai macam nikmat untuk hamba-hamba-Nya. Sehingga orang-orang beriman bisa merujuk untuk lebih mensyukuri berbagai nikmat yang sebenarnya telah dikaruniakan Allah s.w.t.

Ada kandungan penting dari surat Annahl, diantaranya sekaitan dengan landasan dasar-dasar beragama (aqaid). Dalam surat ini dijelasakan apa-apa yang harus diketahui dan diimani sebagai seorang muslim dan mukmin. Disini ditekankan bahwa adanya hari kiamat adalah hal yang pasti dan tidak mungkin diingkari; dipaparkan juga seputar keesaan Allah; kekuasaan-Nya dan kesempurnaan ilmu-Nya serta dalil-dalilnya; pertanggungjawaban manusia kepada Allah terhadap segala apa yang telah dikerjakannya yang menjadi sebuah dalil tersendiri terkait kepastian adanya hari pembalasan, hari kiamat yang dijanjikan, hari yang tidak ada yang tahu kapan datangnya kecuali Allah s.w.t.

Selain membincang landasan dasar beragama (aqaid) juga diuraikan beberapa hukum-hukum. Beberapa hukum tentang makanan dan minuman yang haram dan yang halal; kebolehan memakai perhiasan-perhiasan yang berasal dari dalam laut seperti marjan dan mutiara; dibolehkannya memakan makanan yang diharamkan dalam keadaan terpaksa sebagai sebuah pengecualian; hukum sekaitan kulit dan bulu binatang dari hewan yang halal dimakan; kewajiban memenuhi perjanjian dan larangan mempermainkan suatu sumpah yang diucapkan; larangan membuat-buat hukum yang tidak memiliki dasar; perintah membaca isti’aadzah (a’uudzubillahi minasyaithaanirrajiim artinya aku berlindung kepada Allah dari syaitan yang terkutuk) sehingga terjaga dari berbagai bentuk gangguan dari iblis dan para pengikutnya; serta larangan membalas siksa melebihi siksaan yang diterima.

Dalam surat ini juga dituangkan sebuah kisah, kisah Ayah dari konsep tauhid yakni Nabi Ibrahim a.s. Kisah nyata yang benar-benar telah terjadi dan layak menjadi media ajar bagi umat manusia sepanjang jaman.

Selain itu surat Annahl juga berisi penjelasan seputar asal kejadian manusia; menjelaskan bahwa produk lebah berupa madu adalah sangat penting bagi penjagaan kesehatan dan mengobati sakit manusia[3]; diuraikan juga nasib pemimpin-pemimpin palsu di hari kiamat, sebuah pelajaran bagi seluruh manusia agar benar-benar berhati-hati ketika akan menerima tampuk kepemimpinan, benar-benar menjaga amanah penting tersebut dan tidak menjadi bagian dari pemimpin-pemimpin penipu, korup, nipotisme, pembohong dan zalim kepada orang-orang yang dipimpinnya.

Sebuah pelajaran terkait harga kemanusiaan dimana pada waktu Alquran diturunkan pandangan orang Arab zaman Jahiliyah terhadap anak perempuan sangatlah merendahkan, perempuan dinilai sebagai sebuah benda yang bisa dijual dan diberikan, diwariskan dan bahkan dibunuh jika dikehendaki; hal yang tak kalah penting adalah adanya ajaran moral di dalam Islam pedoman utama dan pertama dalam melakukan da’wah dalam Islam. Dengan ini tidak semua orang berhak untuk berdakwah kepada orang lain. Amalan ini hanya khusus bagi mereka yang benar-benar memahami dan sudah tuntas dalam bermoral kepada diri dan kepada sesama.

Beberapa ayat seputar madu selain di surat An Nahl:

Muhammad 15.

(Apakah) perumpamaan (penghuni) jannah yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tiada berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tidak berubah rasanya, sungai-sungai dari khamar yang lezat rasanya bagi peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang disaring; dan mereka memperoleh di dalamnya segala macam buah-buahan dan ampunan dari Rabb mereka, sama dengan orang yang kekal dalam jahannam dan diberi minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong ususnya?

At Tahrim 01

Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah halalkan bagimu; kamu mencari keridaan hati isteri-isterimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang[4]

Secara kontekstual ayat ini sedang menegur Nabi s.a.a.w, namun teguran itu ada dua macam, ada teguran langsung, ada juga teguran tidak langsung. Teguran tidak langsung adalah teguran yang ditujukan kepada orang lain namun secara tekstual ditujukan kepada Nabi. Mengapa demikian karena Nabi adalah suritauladan sempurna, akhlak yang agung tentu bukan gelar tanpa alasan. Nabi adalah wujud nyata dari Alquran, semua dari Nabi tidak ada yang bertentangan dengan Alquran. Jika nabi saja melanggar atau tidak sesuai dengan Alquran, sehingga sampai mendapat teguran maka tidak bisa dibayangkan bagaimana dengan umatnya. “Nabi saja melanggar saya juga sah saja dong ketika ikut menjadi pelanggar” Wallahu a’lam. Semoga kita termasuk orang-orang yang mendapatkan petunjuk.

CATATAN:

[1] An Nahl: 69.

[2] Surat:10, Yunus : 57 dan surat :17, dan Al Isra’: 82.

[3] An Nahl 69. Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan.

[4] Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad s.a.a.w pernah mengharamkan dirinya minum madu demi menyenangkan hati istri-istrinya. Maka turunlah ayat teguran ini kepada Nabi.