Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Karbala Contoh Praktis Mubahalah

1 Pendapat 05.0 / 5

Kemarin hari mubahalah dan kini berlanjut ke bulan Muharram. Terdapat berbagai momen penting yang mengandung pelajaran berharga untuk kita yang memiliki tugas bertabligh (menyampaikan ajaran agama) dan menyampaikan hakikat kepada orang lain.

Belum pernah terjadi sebelumnya, dalam mendakwahkan Islam dan menjelaskan kebenaran, Nabi saw mengajak dan membawa serta orang-orang kesayangan dan terdekat beliau; anak, puteri, dan Amirul Mukminin (sebagai saudara dan washi beliau), kecuali pada hari mubahalah. Pengecualian ini menunjukkan bahwa menyampaikan dan menjelaskan hakikat sangat penting.

Hari mubahalah adalah suatu hari ketika Nabi saw membawa serta manusia-manusia paling mulia dan yang paling beliau cintai ke medan dakwah. Hal penting dalam mubahalah ini adalah terdapat “وَأَنْفُسَنَا وَأَنْفُسَكُمْ”, “وَنِسَاءَنَا وَنِسَاءَكُمْ”. Nabi saw memilih dan membawa manusia-manusia paling mulia dan terkasih beliau ke medan dakwah untuk bermubahalah dan menjadi penentu antara yang hak dan batil di hadapan semua orang.

Peristiwa ini terjadi kembali pada Muharram secara praktis. Imam Husain as juga mengajak dan membawa orang-orang mulia yang dikasihinya ke medan dakwah juga untuk menjelaskan hakikat dan penerangan sepanjang sejarah.

Imam Husain as mengetahui persis peristiwa itu bagaimana akan berakhir. Beliau membawa Zainab, isteri, anak-anak, dan saudara-saudaranya. Di sini pun pembahasannya adalah tentang dakwah dengan artian yang sesungguhnya, yaitu menyampaikan pesan dan memberikan kejelasan. Di sinilah dapat dipahami bagaimana pentingnya sisi dakwah ini.

Dalam sebuah khutbah disebutkan, “Barangsiapa melihat penguasa zalim yang menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah dan melanggar janji Allah … ia tidak merubahnya dengan perbuatan dan ucapan, layak bagi Allah mengumpulkannya bersama.”

Artinya ketika penguasa mencemari dan merusak lingkungan seperti itu, maka harus memberikan penerangan dengan perbuatan atau ucapan.

Imam Husain as melakukan hal tersebut, itupun harus dibayar dengan harga yang sangat mahal. Beliau as membawa serta keluarga, isteri, orang-orang terkasih, putra-putra Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib, Zainab Kubra ke medan.

Keterkaitan Mubahalah, Kisa’ dan Ayat Tathir

Dua peristiwa mubahala dan hadis Kisa’ serta turunnya ayat Tathir dijelaskan dalam berbagai sumber-sumber Ahlu Sunnah secara terperinci. Almarhum Syusytari dalam kitab Ihqaq Al-Haq menyebut lebih dari 60 sumber dari ulama besar Ahlu Sunnah yang menukilnya.

Ibnu Katsir dalam Tafsir Al-Quran Al-Adhim juga menyinggung tentang ayat Tathir. Untuk menjelaskan pentingnya nukilan dan betapa kuatnya pemikiran Ibnu Katsir di kalangan Ahlu Sunnah dapat disebutkan bahwa dari sisi kedudukan ilmiah, Ibnu Katsir termasuk ulama Ahlu Sunnah yang berada di tingkat atas. Ibnu Katsir sendiri berasal dari Bani Umayah dan termasuk murid Ibnu Taimiyah (dengan seluruh sikap permusuhannya terhadap Ahlul Bait), kawan diskusi Ibnu Qayim Al-Jauziyah (juga dengan seluruh sikap permusuhannya terhadap Ahlul Bait).

Sosok alim dengan didikan dan guru-guru seperti itu, menulis sekitar 12 halaman dalam tafsirnya tentang ayat Tathir. Bahkan dalam tulisan tersebut dinukil beberapa riwayat dari Ummu Salamah dan Aisyah yang hendak masuk kisa’, namun Nabi saw mengatakan bahwa kedudukan ini hanya khusus untuk orang-orang tersebut (Ahlul Kisa). Maka mubahalah dan hadis Kisa’ pun saling terkait.

Peristiwa mubahalah dan ayat Tathir sesungguhnya adalah sebuah keyakinan Islam, bukan madzhab Syiah atau Sunni. Artinya, seorang muslim tidak layak untuk tidak meyakininya. Sebagian menyatakan bahwa ayat Tathir hanyalah tafsiran ulama Syiah atau ingin memperluas istilah Ahlul Bait mencakup isteri-isteri dan keluarga lain Nabi saw, adalah tidak benar, karena bertentangan dengan warisan ulama-ulama terdahulu.

Menurut keyakinan sebagian ulama, untuk membuktikan kebenaran Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as dan imamah beliau, tidak memerlukan peristiwa Ghadir atau peristiwa-peristiwa sebelum Ghadir. Peristiwa mubahalah sendiri mampu membuktikan wilayah Imam Ali as, namun sangat disayangkan peristiwa dengan berbagai pesan yang dimiliki ini belum dapat ditangkap intinya oleh sebagian besar umat Islam dengan baik.

Peristiwa mubahalah bila tidak dapat disejajarkan dengan peristiwa Ghadir, namun tidak kalah penting juga dari itu, karena mubahalah adalah pondasi Ghadir.