Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Imam Husain contoh Pemimpin Harapan dan Idaman

2 Pendapat 05.0 / 5

Memasuki bulan duka Muharram berarti memasuki short course keluarga Nabi saaw. Khususnya sepuluh hari pertama dan empat puluh hari setelahnya yakni di bulan Safar. Umat Islam berkesempatan merefresh ulang memori sejarah besar Islam, menelaah mengapa berbagai kemunduran dialami ulamat paling utama yakni umat Islam.

Tidak semua pecinta ahlul bait bisa datang ke majlis peringatan Malam duka Asyura ofline, ada yang karena jarak, ada yang kendala ikatan tempat kerja dll. Pada malam-malam duka ini karena beberapa pihak mengadakan secara online, maka lebih mudah terjangkau. Lebih banyak pihak yang bisa turut serta larut mengenang duka cucunda Nabi. Ini adalah keberkahan tersendiri.

Kejadian paling penting bulan Muharram jatuh pada sepuluh Muharram. Tepat ketika cucu Nabi saaw berjuang dengan semua hal yang dititipkan Allah kepadanya, bukan semata-mata harta benda, bahkan sahabat setia, keluarga dekat termasuk keluarga paling inti dan paling dicintai, dan diri beliau sendiri, semua secara total dan tuntas diserahkan kepada pemilik sejati Allah SWT. Pelajaran paling jelas dari beliau adalah keikhlasan yang sangat tinggi.

Kejadian yang dialami Imam Husain as adalah bukti bahwa umat Islam harus benar-benar bersatu memadukan langkah. Tanpa adanya kebersamaan ini, kehidupan islami yang menjadi impian setiap muslim atau bahkan setiap fitrah manusia sama sekali tidak akan pernah terwujud. Beliau adalah satu api pemantik yang mencegah api islam menjadi padam. Berkat beliau api islam selalu membara hingga akhir zaman. Menyala didalam dada-dada orang mukmin[1]. Orang-orang yang secara fisik mungkin tidak terlihat sebagai orang baik.

Umat Islam harus yakin kepada manusia yang sudah ditunjuk Allah SWT. Meyakini bahwa semua keputusan Allah adalah yang terbaik termasuk dalam memilih para Nabi, Rasul, maupun Imam setelah Nabi Muhammad Saaw wafat. Kejadian Asyura menjadi pengingat akan hal penting ini. Hari ketika sekelompok manusia mengaku beragama islam tapi menolak pemimpin yang telah menjadi pilihan Allah SWT.

Konteks inni jailun fil Ardhi Khalifah. Perlu dipahami secara rinci bahwa yang melakukan jailun /menjadikan adalah Allah secara personal, Allah sendiri yang berkehendak. Bahwa khalifah itu harus dan hanya ditetapkan oleh Allah SWT. Malaikat, Jin, Iblis, manusia atau makhluk yang lain tidak ada yang memiliki kewenangan ini sama sekali. Kita perlu ingat bahwa Allah adalah kun fayakun, Allah berkehendak maka terjadi. Sehingga khalifah pilihan Allah ini pasti dan ada dimuka bumi karena Allah yang menghendakinya ada.

Ketika menginginkan kejayaan Islam maka harus fokus pada poin ini. Bahwa ada seorang manusia yang telah dipilih Allah dan masih berada dimuka bumi menjadi Khalifah Allah. Semua urusan diserahkan kepada manusia tersebut. Jika dipindahkan kepada orang lain atau apalagi secara paksa dipindahkan maka hanya kekacauan dan kehancuran yang didapatkan.

Penyerangan bersenjata ke wilayah-wilayah kristiani dengan pedang demi memperluas wilayah adalah contoh nyata. Islam sampai sekarang muncul sebagai agama berwajah garang. Agama pedang modal penting kelompok islam phobia.

Sejarah juga membuktikan bahwa orang-orang yang menjadi pilihan Allah SWT ternyata benar-benar amanah, tidak rakus kekuasaan, tidak rakus kekayaan, memiliki harta tapi tidak dimiliki harta, manusia yang memiliki ilmu paling tinggi tak tertandingi, memiliki empati paling tinggi, hidup dengan kondisi sangat sederhana setara dengan ukuran masyarakat paling miskin yang dia pimpin.

Dapat kita bayangkan ketika manusia seperti ini yang menjadi pemimpin sebuah negara. Dia tidak akan melakukan korupsi, sebab dia tidak rakus harta. Tidak akan tergoda wanita, karena dia paling wara’, tidak akan melakukan nepotisme, karena tidak pernah berbuat curang, yang diunggulkan dan diutamakan adalah keadilan.

Keadilan sudah menjadi akhlak dan prilakunya. Sehingga untuk memunculkan keadilan dalam lingkup keluarganya dan lingkup masyarakat lebih luas menjadi lebih nyata. Jika pemimpin tidak adil maka sangat tidak mungkin akan terwujud sebuah pemerintahan adil.

[1] Orang beriman disini tidak harus dari orang islam. Ada kemungkinan bahwa pembawa api semangat Imam Husain as berasal dari orang-orang nasrani, orang Yahudi, orang Majusi atau yang lain. Mereka yang bangkit karena alasan kemanusiaan. Bangkit bukan demi diri sendiri tapi demi terwujudnya keadilan. Sebagaimana terlihat pada ayat 62 surat albaqarah:62. Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yahudi, orang-orang nasrani, dan orang-orang shabi’in, siapa saja (diantara mereka) yang beriman kepada Allah dan hari akhir dan melakukan kebajikan mereka mendapat pahala dari Tuhannya.