Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Jalaluddin Rumi dan Irfan

1 Pendapat 05.0 / 5

Maulana, Maulawi, Rumi, Jalaluddin Rumi atau sebutan nama selain itu di berbagai belahan dunia, adalah termasuk pilar pokok bahasa dan sastra Persia. Namanya tidak hanya bersinar di Iran saja, namun juga dikenal di jagad raya. Tidak diragukan, ia dikenal paling menonjol di bidang irfan (tasawuf atau mistik), dan puisi-puisi irfani yang dipenuhi dengan ‘cinta’.

Maulana Jalaluddin Balkhi atau di Indonesia lebih dikenal dengan Rumi, memiliki peran yang luar biasa dalam terbentuknya konsep-konsep irfan di dalam sastra Persia.

Rumi menjadi sumber utama mistisisme dan budaya Islam. Pesan-pesan mistisisme Islam yang dipaparkan dalam karya-karya Rumi dengan metode artistik dan tepat, sesungguhnya sangat penting dari dua sisi. Pertama, Rumi seorang arif besar dalam tradisi pertama irfan yang mengantarkan tradisi irfani ini ke puncaknya dan menjelaskan konsep-konsepnya yang tinggi.

Rumi juga memiliki kecerdasan atau kejeniusan yang inovatif di bidang etika dan pendidikan. Ia meyakini jiwa sebagai sumber kebahagiaan, lebih mengutamakan kenikmatan spiritual yang tidak dapat dinafikan atau diabstraksikan dari pada kenikmatan jasmani yang bersifat fana.

Dalam tarekat, Rumi menyebut sifat riya dan egois sebagai rantai besi, bahkan ilmu pengetahuan tidak dianggap sebagai keutamaan, bahkan menjadi hijab (penghalang) jalan bila menjadi sebab bertambahnya sifat ujub (rasa bangga diri). Oleh karena itu, Rumi menganggap penting adanya sifat ikhlas dan ketulusan niat, baik dalam ilmu atau amal. Rumi juga menekankan bahwa manusia dalam amal ibadahnya harus memfokuskan seluruh perhatiannya hanya kepada Allah swt dan jangan sampai beralih kepada selain-Nya. Selama perhatian manusia tidak terlepas dari hamburan hawa nafsu dan syahwatnya, ia tidak akan pernah mencapai hakekat yang sesungguhnya.

Dengan demikian, etika atau akhlak dalam ajaran Rumi juga menjadi sebuah sarana untuk mensucikan diri melalui jalur sufistik. Maka, menurut Rumi, syariat, akhlak, dan tarekat hanyalah sebuah sarana untuk mencapai hakekat yang menjadi tujuan final dan asal mula keberadaan.

Kepribadian Rumi yang menonjol dan pemikirannya yang tinggi pada masa hidupnya, tidak hanya popular di kalangan orang-orang Iran dan umat Islam saja, bahkan di kalangan orang-orang Yahudi dan Kristen. Rumi menjalin interaksi dengan para cendikiawan Yunani yang tinggal di Anatolia Tengah, ia bahkan menggunakan bahasa umum saat itu, yaitu Turki abad pertengahan dalam syair-syairnya.

Pengaruh Rumi tidak hanya terbatas pada masa hidupnya saja. Selama berabad-abad, Rumi menjadi obyek perhatian kaum orientalis Barat. Syair dan pemikirannya tidak hanya diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, namun, menurut kesaksian para cendikiawan Barat, menjadi landasan terbentuknya berbagai aliran pemikiran mistis dan moral di kalangan masyarakat.

Yang menarik dari karya-karya Rumi adalah universalitas dan komprehensifitasnya. Syair-syair Rumi sedemikian luas dan komprehensif hingga mencakup kebangsaan dan etnis manusia. Jika dikaji dalam sejarah terkait hal ini, dengan jelas akan ditemukan sejauh mana pengaruh karya-karya Rumi terhadap orang-orang Iran, Tajikistan, Turki, Yunani, Pashtun, dan umat Islam di Asia pada 7 abad yang silam. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh umat manusia, terlapas dari jenis agama, mazhab, kebangsaan dan… dapat menikmati syair-syair dan pemikiran penyair besar sepanjang masa ini. Meski berabad-abad telah berlalu, hingga hari ini pun pengaruhnya dapat disaksikan dengan diterjemahkannya karya-karya Rumi ke dalam berbagai bahasa di dunia.

Menarik untuk disampaikan bahwa syair-syair Rumi mendapat sambutan sedemikian rupa sehingga karya-karyanya menjadi salah satu buku best seller di AS setiap tahunnya.

Bila alasannya diteliti, maka akan sampai pada kesimpulan jenis pena dan pemikiran berpengaruh dari penyair yang membanggakan ini. Pena dan pemikiran Rumi sedemikian berpengaruh dalam kehidupan umat manusia sehingga banyak orang yang tertarik membacanya dan terpengaruh oleh pemikiran-pemikirannya. Barangkali juga dikarenakan tulisan-tulisan Rumi banyak berisi tentang ketuhanan dan pemikiran sufistik sehingga banyak diminati umum.

Pastinya, kecintaan duniawi yang membara akan berkurang setelah beberapa lama dan manusia akan mencari kecintaan mendalam yang bersifat abadi. Kecintaan seperti ini tidak dapat ditemukan selain dalam kecintaan manusia terhadap Tuhannya. Hal ini pasti dialami oleh setiap insan dalam titik-titik tertentu dalam kehidupannya.

Dalam karya buku-buku yang ditinggalkan, Rumi selalu menyinggung metode manusia dalam mendekatkan diri kepada Tuhannya. Khususnya salah satu syair Rumi  yang amat terkenal, yaitu Matsnawi Ma’nawi yang berada di level tertinggi irfan. Orang-orang banyak menunjukkan minat terhadapnya dan seluruh isinya berkenaan dengan irfan, kecintaan Ilahi, dan cara-cara manusia mendekatkan diri kepada Tuhannya.

Pada mulanya, Rumi menjadi pusat perhatian di negara-negara berbahasa Jerman dan Kumpulan 70 puisi dari Matsnawi Ma’nawi dan Diwan Ghazaliat-nya diterjemahkan dan disajikan dalam bahasa ini. Kemudian perlahan-lahan setelah itu perbedaan antara sufisme Hafidz dan Sa’di serta irfan Rumi mulai dibahas.

Rumi terbang tinggi di atas sayap spiritualitas dan pemikiran ruhaniahnya melampaui batasan ruang dan waktu. Pengaruhnya dapat disaksikan dalam pemikiran tokoh-tokoh besar sekelas Hegel. Oleh karena itulah, Rumi mampu melangkahkan kaki melampaui bahasa dan budaya tidak hanya sebagai seorang arif muslim, bahkan sebagai arif dan hakim yang tidak berafiliasi kepada cara tertentu.