Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Perdamaian dengan Muawiyah

1 Pendapat 05.0 / 5

Saat Imam Hasan bersama empat ribu pasukannya berhenti di Sabath, Muawiyah mengirimkan surat-surat warga Kufah dan para pemuka kabilah kepada Imam Hasan seraya menulis: “Wahai anak paman! Janganlah engkau memutuskan kekeluargaan antara diriku dan dirimu! Janganlah engkau percaya dan sombong dengan masyarakat ini sebab, sebelumnya mereka telah berkhianat kepadamu dan juga kepada ayahmu. Aku bersedia menjalin perdamaian denganmu.”

Imam Hasan mengawasi keadaan pasukannya dari mengetahui pengkhianatan sejumlah pemuka pasukannya kepada Muawiyah. Imam mengetahui benar ketidaksetiaan masyarakat Kufah dan ketidaksepahaman pikiran di dalam pasukan. Imam merasakan bahwa dalam kondisi seperti ini, perang tidak akan menghasilkan sesuatu, kecuali pembunuhan dan pembantaian massal kaum muslimin sehingga pada akhirnya pasukan musuh akan menang dan kejahatan akan bertambah terhadap orang-orang Syiah. Hanya saja menerima perdamaian bukanlah suatu hal yang mudah.

Imam a.s. memutuskan untuk menyampaikan khotbah dengan maksud menguji para sahabatnya dan mengetahui pendapat mereka. Imam memanggil masyarakat dan membacakan khotbah serta menyampaikan penjelasan. Namun pendapat Imam tidak diterima oleh sebagian yang hadir dan mereka berpikir bahwa Imam a.s. berniat untuk berdamai dengan Muawiyah. Sebagian dari mereka bangkit dan berkata: “Engkau telah kafir dan musyrik wahai Hasan sebagaimana ayahmu telah kafir!”

Sekelompok orang menyerang kemah Imam Hasan dan merampok isinya, bahkan mereka menarik sajadah dari bawah kaki Imam dan mencabut jubah dari pundaknya Imam a.s. Ketika mengetahui nyawanya terancam, Imam Hasan terpaksa menaiki kuda untuk menyelamatkan nyawanya dari ancaman sekelompok orang.

Pengikut setia Imam a.s. secara khusus mengelilingi Imam Hasan untuk menjaganya dari bahaya musuh di bawah selimut.Tatkala melewati Sabath di kegelapan malam, seorang lelaki tiba-tiba  menyerang Imam dan melukai pahanya cukup serius dengan senjatanya. Para sahabat Imam Hasan membantunya dan menyelamatkan nyawa Imam dari kejahatan lelaki itu. Kemudian para sahabatnya itu membawa Imam ke Madinah. Imam berbaring di rumah salah seorang Syiahnya dan berobat di sana.

Imam dengan cermat dapat membaca keadaan yang sebenarnya dari pemberontakan dan pengkhianatan pasukannya. Imam berpikir bagaimana mungkin ia dapat memerangi musuh dan keluar sebagai pemenang sementara di antara pasukannya sendiri terdapat orang-orang yang mengutuk Imam. Selain itu, komandannya bahkan mengafirkan, menghalalkan darah, serta marampok hartanya?  Apakah pasukan yang tidak ikhlas seperti itu dapat dipercaya?.

Pada saat itu, Muawiyah mengirimkan surat sebagian pemuka kabilah kepada Imam Hasan yang tertulis: “Kami bersedia untuk menangkap Hasan dan menyerahkannya kepadamu atau menerornya.”

Selain itu dalam sebuah surat ditulis: “Pasukanmu adalah semacam ini.  Dengan pasukan seperti ini, engkau ingin berperang denganku? Sebaiknya engkau dan umatmu menghindari perang ini dan menerima perdamaian. Dalam kaitan ini, aku menerima persyaratanmu dan akan konsisten serta memegang teguh perjanjian itu.”

Kendati mengenal dengan baik tipu daya dan siasat Muawiyah, Imam Hasan tidak mempunyai jalan lain kecuali menerima tawaran Muawiyah. lmam tahu bahwa ia tidak dapat menang melawan pasukan Muawiyah. Maka demi menjaga pertumpahan darah yang sia-sia Imam menerima perdamaian tersebut. Beliau menyatakan kesiapannya untuk berdamai dan mengusulkan beberapa hal berikut ini sebagai syarat.

1. Muawiyah tidak menamakan dirinya sebagai Amirul Mukminin.
    
2. Imam Hasan tidak dihadirkan untuk menyatakan kesaksian.
    
3. Kaum Syiah di mana saja dalam keadaan aman serta tidak mendapatkan gangguan dan penyiksaan.
    
4. Hendaknya Muawiyah membagikan ribuan dirham kepada anak-anak syuhada yang ayah-ayah mereka syahid dalam pertempuran Jamal dan Shiffin di dalam barisan pasukan Imam Ali.
    
5. Hendaknya Muawiyah bersikap sesuai dengan Alquran dan sunah Rasulullah Saw serta sirah khalifah yang saleh.
    
6. Muawiyah tidak diperkenankan menunjuk putra mahkota setelahnya dan menyerahkan urusan khilafah kepada dewan syura muslimin.
    
7. Tidak melakukan makar terhadap segenap Ahlulbai Rasulullah baik secara sembunyi-sembunyi ataupun terang-terangan dan jangan meneror mereka.

Muawiyah menerima semua persyaratan itu dan berjanji untuk bersikap setia. Dengan demikian, perjanjian perdamaian pun ditandatangani oleh kedua pihak. Akan tetapi Muawiyah tidak lama setelah itu mengkhianati semua janji perdamaian tersebut. Masih merasa tidak nyaman dengan keberadaan Imam Hasan, Muawiyah berhasil membujuk Jadah (istri Imam Hasan) dan dijanjikan akan dinikahkan dengan putra mahkotanya Yazid. Wanita terhina itu berhasil membunuh Imam Hasan, suaminya, dengan racun yang sangat ganas. Imam Hasan pun syahid pada bulan Safar 50 H.

Ya’qubi menulis: Imam Hasan menjelang wafatnya beliau berkata kepada saudaranya, “Wahai saudaraku, ini ketiga kalinya aku diracun. Dan racun ini sangat berbeda dengan sebelumnya, dan inilah yang akan menjadi penyebab kematianku hari ini. Jika aku meninggal, maka makamkanlah aku di sisi makam Rasulullah saw, sebab tidak ada yang lebih dekat dengannya kecuali aku, namun jika pemakamanku di sisi makam Rasulullah dapat menyebabkan pertumpahan darah, maka hindarilah.” (Ya’qubi, Tārikh Ya’qubi, jld. 2, hlm. 154)