Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Melukai Diri menurut Pandangan Sayyid Khu’i

1 Pendapat 05.0 / 5

Di dalam tulisan sebelumnya telah kami singgung, bahwa salah satu isu yang dipakai sekelompok orang untuk memojokkan mazhab Syiah bahkan menyesatkannya, ialah perihal tathbir atau melukai diri.

Di dua tulisan sebelumnya, kami juga telah menghadirkan dua pandangan dari ulama Syiah sendiri terkait dengan perihal melukai diri dalam memperingati tragedi Karbala. Tak sedikit para ulama yang melarang itu.

Salah satunya ialah Marja besar di zamannya, Sayyid Abul Qasim Khu’i. Di dalam kitabnya yang berjudul Al-Masail Al-Syariah, yang berisi sehimpun tanya-jawab seputar hukum fikih, saat ditanya perihal tathbir, ia tidak membolehkan melukai diri dalam rangka memperingati tragedi Asyura.

Di bawah ini adalah redaksi Arab plus terjemahannya, yang bisa Anda baca.

السؤال : ضرب السلاسل والتطبير من العلامات التي نراها في محرم الحرام وبما أنَّ هذا العمل يضر النفس ويثير انتقاد الآخرين. أرجو بيان حكم ذلك؟
الجواب : لا يجوز فيما إذا أوجـب ضرراً معتداً به أو استلزم الهتك والتوهين . والله العالم

TANYA: memukul dengan rantai dan melakukan tathbir, merupakan tanda-tanda yang kita lihat di bulan Muharram yang suci. Dan tindakan ini dapat membahayakan diri sendiri dan memancing kritik orang lain. Saya mengharapkan penjelasan dari hukum tersebut.

JAWAB: Tidak diperbolehkan (memukul dengan rantai dan tathbir) apabila menyebabkan bahaya yang merugikan atau melazimkan pencemaran nama baik dan merendahkan. Allah yang Mahatahu [1]

Manusia yang waras tentu bisa berpikir baik, bahwa segala bentuk kekerasan yang melukai diri sendiri, tidak berbanding lurus dengan akal sehat kita. Hampir setiap manusia mendambakan diri yang jauh dari marabahaya dan ancaman.

Kalau kita telusuri lebih dalam, orang-orang Syiah yang melakukan tathbir sangatlah sedikit. Itu membuktikan, bahwa kebanyakan mereka mengikuti dan taat atas perintah ulama mereka, yang mayoritas melarang perbuatan ekstrem itu.

[1]Al-Masa’il Al-Syariah, Sayyid Abul Qasim al-Musawi al-Khu’I, hal 339, juz 1. Penerbit Daru-Zahra, Beirut-Lebanon.