Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Latar Belakang Kemunculan Pergulatan Integrasi Ilmu Dalam Epistemologi Islam

2 Pendapat 05.0 / 5

Dalam ilmu semiotika, munculnya sebuah konsep tentang kata itu karena ada realita dari konsep tersebut, namun integrasi itu sendiri bukanlah konsep falsafah, melainkan konsep logika, di mana hubungan dan keterhubungan itu bersifat aqliyyah bukan di realita luar.  Akan tetapi yang akan dibahas di sini bukanlah konsep integrasi ilmu dari perspektif semiotika, melainkan sebab dari ide dan gagasan dari integrasi ilmu sebagai sebuah pergulatan epistemik di dalam pemikiran Islam.

Istilah integrasi sendiri berasal dari istilah bahasa Inggris yaitu, integration yang berarti integrasi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), integrasi merupakan kata benda yang berarti pembauran hingga menjadi kesatuan yang utuh atau bulat. Berintegrasi adalah kata kerja, memiliki arti berpadu (bergabung supaya menjadi kesatuan yang utuh). Mengintegrasikan juga merupakan kata kerja yang berarti menggabungkan dan menyatukan.[1] Dalam pergulatan epistemologis, yang ingin diintegrasikan adalah sains dan agama.

Dikotomi Ilmu dan Agama; Peninggalan Revolusi Ilmu Pengetahuan

Kita tidak bisa memungkiri bahwa kiblat ilmu pengetahuan kita, terutama di Indonesia adalah Barat, sehingga apa yang terjadi di Barat turut memengaruhi kerangka keilmuan baik di Indonesia sendiri maupun di seluruh dunia. Oleh karena itu, kita perlu sedikit saja kembali melihat latarbelakang keterpisahan awal antara ilmu pengetahuan dengan agama yang sebenarnya tidak pernah memiliki persoalan di dalam Islam itu sendiri.

Revolusi ilmu pengetahuan, revolusi sains atau yang dikenal dengan Renaissance. Revolusi ilmu pengetahuan merupakan suatu revolusi yang menandakan bengkitnya kelompok intelektual bangsa Eropa mengenai cara bepikir keilmiahan. Revolusi ilmu pengetahuan adalah sebuah revolusi mengenai perubahan cara ber- pikir serta persepsi manusia dalam mendapatkan pengetahuan bagi dirinya. Perubahan persepsi manusia tersebut adalah perubahan dari cara berpikir yang ontologis ke cara berpikir matematis mekanistis.

Dampak dari revolusi ilmu pengetahuan ini sangat luas. Di antara dampak yang diberikan ialah, terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan kebebasan berpikir baik di bagian Eropa sendiri maupun di seluruh dunia. Dampak lainnya dari revolusi ilmu pengetahuan adalah, runtuhnya dominasi Gereja di Eropa akibat dari revolusi gereja pada abad ke-16. Runtuhnya dominasi Gereja ini yang kemudian membatasi gereja untuk campur tangan atas urusan keduniawian termasuk di dalamnya adalah ilmu pengetahuan. Di sinilah awal mula dari pemisahan ilmu dari agama yang kita kenal dengan sekularisasi. Paham sekularisasi dikenal dengan sekularisme.

Dua istilah yang berasal dari akar kata yang sama tetapi berbeda yaitu, istilah Sekularisasi dan Sekularisme. Sekularisasi adalah proses pemisahan agama dari sesuatu yang bersifat duniawi, dalam konteks Eropa adalah ilmu dan politik. Sekularisme adalah paham yang menyeru pada kehidupan duniawi tanpa campur tangan agama. Webster memperjelas arti dari sekularisme yaitu, “A system of doctrines and practices that rejects any form of religious faith and worship” (sebuah sistem doktrin dan praktik yang menolak bentuk apapun dari keimanan dan peribadatan). Paham ini muncul akibat dari dominasi gereja terhadap ilmu pengetahuan di Barat Eropa.

Paham sekuler ini kemudian menjadi cara pandang untuk membangun batasan ilmu hingga kerangka keilmuan itu sendiri. Ilmu pengetahuan tidak pernah berhubungan dengan agama baik secara keyakinan maupun praktiknya. Hal ini kemudian mengakibatkan munculnya pandangan tentang netralitas ilmu pengetahuan yaitu, bahwa ilmu pengetahuan itu tidak berurusan dengan nilai moral dan agama manapun, bebas nilai.

Sekularisme dalam pengertian filosofisnya ialah, memisahkan antara metafisika dari yang fisik. Dengan kata lain, sekularisme merupakan kecenderungan pada aspek rasional dan empiris dan mengenyampingkan aspek spiritual dan transendent.

Integrasi Ilmu: Solusi atas Problematika Dikotomis Epistemik

Hakikat dari pembelajaran filsafat bukan saja untuk mengembangkan diskursus wacana saja, melainkan menyingkap realitas itu sendiri hingga menjadi solusi dari segala problem kehidupan yang terjadi. Problem pengetahuan dalam konteks ini ialah, pemisahan ilmu dari agama atau rasional-empiris dari aspek spiritual dan transenden akibat dari sekularisasi merupakan problem pengetahuan manusia itu sendiri. Problem pengetahuan tak lain adalah problem epistemologi di dalam falsafah Islam. oleh karena itu, pemecahan masalahnya pun harus mengakar. Integrasi yang dimaksud di sini harus dimulai dari tataran pengetahuannya. Integrasi pengetahuan inilah yang akan menghasilkan integrasi pada tataran world view dan tindakan (ideologi).

Dalam epistemologi terdapat beberapa aliran pengetahuan. Masing-masing aliran memiliki pemahaman tentang apa yang disebut sebagai pengetahuan. Ada yang menganggap pengetahuan adalah sesuatu yang dialami (kaum empiris). Ada yang menganggap pengetahuan adalah sesuatu yang ada di pikiran saja (kaum rasionalis). Kaum empiris cenderung objektif yakni melihat pada objek kasat matanya saja, sedangkan kaum rasionalis cenderung subjektif karena bersandar pada konsep yang ada pada pikirannya. Problem inilah yang sebenarnya harus diselesaikan terlebih dahulu, sebelum membicarakan integrasi keilmuan. Karena problem integrasi adalah problem epistemologis.

Salah satu yang menjadi isu penting dalam epistemologi ialah, keterpisahan subjek dan objek pengetahuan. Kaum empiris dengan sangat jelas memaparkan keterpisahan tersebut. subjek dan objek adalah dua hal yang terpisah. Begitu juga dengan kaum rasionalis yang menganggap bahwa segala sesuatunya bergantung pada subjek pengetahuannya.

Problem dikotomis inilah yang pertama harus diselesaikan. Karena berilmu bukan saja menumpuk konsep, tetapi menyingkap realitas itu sendiri. Lebih dari itu, kita ingin mencari hakikat dari segala sesuatu di alam ini. Namun, apabila masih ada keterpisahan antara subjek-objek, maka sejatinya pengetahuan hanyalah konseptual belaka tanpa penyingkapan hakikat dari realitas itu sendiri.