Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Syubhat Kemakshuman Al-Yamani

1 Pendapat 05.0 / 5

Pada bahasan-bahasan sebelumnya kita telah suguhkan sangahan-sanggahan terhadap kelompok pengikut Ahmad Hasan Bashri terkait klaim-klaim dari pemimpin mereka yang menyatakan bahwa dirinya adalah al-Yamani. Kita telah buktikan bahwa yang dimaksud dengan al-Yamani yang ada dalam riwayat-riwayat bukanlah Ahmad Hasan Bashri.

Pada bahasan kali ini, kita akan kupas satu lagi syubhat yang dilontarkan oleh mereka terkait dengan kemakshuman al-Yamani. Pengikut Ahmad Hasan Bashri, selain mengklaim pemimpinnya sebagai al-Yamani, mereka juga mengklaim bahwa pemimpin tersebut atau al-Yamani adalah pribadi yang maksum sebagaimana para Aimmah.

Mereka menyatakan kemakshuman al-Yamani berdasarkan pada sebuah riwayat, dimana pada penggalan riwayat tersebut terdapat kalimat jika al-Yamani muncul tidak boleh bagi seorang muslim untuk menyimpang darinya. Riwayat tersebut ada dalam kitab Biharul Anwar milik Allamah Majlisi.

…jika al-Yamani muncul maka bangkitlah bersamanya, karena panjinya merupakan panji hidayah, dan tidak boleh bagi seorang muslim untuk menyimpang darinya, maka sesiapa yang melakukannya ia termasuk kedalam ahli neraka…[1]

Ketidak bolehan menyimpang dari al-Yamani, menunjukkan wajibnya taat mutlak kepadanya, dan seseorang yang harus ditaati pastilah Makshum.

Dalam menjawab syubhat ini ada dua hal yang harus diperhatikan.

Pertama, kemakshuman bukanlah masalah yang dibuktikan atau dibantah berdasarkan ijtihad orang lain tentang kepribadian seseorang, namun kemakshuman harus dibuktikan berdasarkan Nash yang jelas, dimana dalam Nash tersebut, pribadi-pribadi yang makshum diperkenalkan secara terang dan jelas akan kemakshumannya. Contohnya seperti riwayat yang ada dalam kitab Kifayatul Atsar dimana Rasulullah Saw menerangkan akan adanya dua belas Imam setelahnya dan menjelaskan bahwa mereka adalah pemimpin yang Makshum.

Dari Ibnu Abbas Rasulullah Saw berkata: para imam setelahku ada dua belas, yang pertama dari mereka adalah Ali bin Abi Thalib dan setelahnya adalah dua cucuku al-Hasan dan al-Husain, jika telah selesai masa al-Husain, maka berikutnya putranya Ali, jika telah selesai masa Ali, maka berikutnya putranya Muhammad,…Wahai Ibnu Abbas! Mereka adalah para Imam setelahku, mereka adalah wali yang makshum dan orang-orang pilihan yang mulia…[2]

Kedua, kita tidak bisa menisbahkan seseorang itu makshum hanya berdasarkan adanya perintah untuk taat kepadanya atau larangan menyimpang darinya. Jika kita berkaca pada sejarah Islam, Rasulullah Saw pernah menyuruh para sahabatnya untuk taat dibawah pimpinan Usamah, bahkan Rasulullah Saw melaknat sesiapa yang berbelot dari pasukan Usamah. Hal ini seperti yang termaktub dalam kitab Itsbatul Hudah.

…Allah melaknat sesiapa yang berbelot dari pasukan Usamah..[3]

Dengan adanya perintah dari Rasulullah Saw untuk taat pada pimpinan Usamah, dan melarang bahkan melaknat mereka yang berbelot dari pasukan Usamah tidak menunjukkan atau melazimkan bahwa Usamah adalah seorang yang Makshum.

Wallahu A’lam

[1] Al-Majlisi, Muhammad Baqir, Biharul Anwar Juz 52 Hal. 232 Cet. Daru Ihya At-Turats Al-Arabi

[2] Al-Khazaz Ar-Razi, Ali bin Muhammad, Kifayatul Atsar fin Nash alal Aimmatil Itsna Asyar Hal. 17-18 Cet. Bidar

[3] Al-Hurr Al-Amili, Muhammad bin Hasan, Itsbatul Hudah bin Nushush wal Mu’jizat Juz 1 Hal. 372 Cet. Muassasah Al-A’lami lil Mathbuat