Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Islam & KDRT (1) “Apakah Menjadi Istri Salehah Harus Siap Di-KDRT?”

1 Pendapat 05.0 / 5

Terdapat kisah viral yang menceritakan tentang perempuan yang pertama masuk surga, yaitu kisah Ummu Mutiah. Kisah Ummu Mutiah sangat populer disampaikan di Majelis-Majelis Taklim jika menjelaskan tentang istri salehah. Bagi orang yang melek internet, kisah Ummu Muti’ah bukanlah hal yang asing baginya karena banyak juga dipublish di Media Sosial seperti youtube[1] dan situs-situs umum[2] maupun situs berlabel Islam.[3]

Suatu hari, Sayidah Fatimah bertanya kepada Rasulullah SAW tentang wanita pertama yang akan memasuki surga. Rasulullah bersabda, “Wahai Fatimah, jika engkau ingin mengetahui perempuan pertama masuk surga, selain Ummul Mukminin, dia adalah Ummu Mutiah.”

Jawaban itu membuat Sayidah Fatimah terkejut dan menimbulkan rasa penasaran untuk mengenal sosok wanita tersebut dan menyaksikan sendiri amalan dan ibadah apa yang dilakukan Mutiah. Sayidah Fatimah pergi ke rumah Mutiah dengan mengajak Hasan, putra laki-lakinya yang masih kecil. Sesampainya di rumah tersebut, Sayidah Fatimah segera mengetuk pintu dan mengucapkan salam. Mengetahui bahwa putri Rasulullah SAW datang berkunjung, dengan segera Mutiah membuka pintu rumahnya. Namun ketika Mutiah melihat Sayidah Fatimah membawa Hasan, Mutiah kemudian kembali menutup pintu rumahnya. Fatimah heran dengan sikap Mutiah tersebut. Fatimah lalu bertanya dari balik pintu tentang sebab Mutiah melakukan hal itu.

Mutiah menjawab bahwa Rasulullah SAW mengajarkan untuk tidak membolehkan seorang istri memasukkan laki-laki ke rumahnya, ketika suaminya tidak ada di rumah dan atau tanpa ijin suaminya. Dan Hasan adalah seorang laki- laki, walaupun dia masih kecil. Selain itu Mutiah juga belum meminta ijin kepada suaminya. Akhirnya Mutiah meminta Sayidah Fatimah untuk kembali keesokan harinya, setelah Mutiah meminta ijin terlebih dahulu kepada suaminya.

Pada hari berikutnya Sayidah Fatimah kembali mengunjungi rumah Mutiah. Kali ini bukan hanya Hasan yang ikut, Husain pun juga ingin ikut bersama ibunya. Ketika mereka bertiga telah sampai di depan rumah Mutiah, kejadian di hari pertama terulang kembali. Mutiah meminta maaf seraya mengatakan bahwa ijin yang diberikan oleh suaminya hanya untuk Hasan, dan Mutiah belum meminta ijin suami untuk membawa Husain masuk ke rumahnya.

Pada hari yang ketiga, Sayidah Fatimah bersama kedua anaknya datang kembali ke rumah Mutiah. Akhirnya, dihari itu mereka bertiga diijinkan masuk ke rumah, karena kehadiran Hasan dan Husain telah mendapat izin dari suami Mutiah. Setelah memasuki rumah, Fatimah tidak menemukan sesuatu istimewa yang dilakukan Mutiah. Mutiah hanya kelihatan sibuk mondar-mandir dari dapur ke ruang tamu karena harus menyiapkan makanan siang untuk suaminya. dan Mutiah pun meminta maaf kepada Fatimah untuk itu, karenanya tidak bisa menemani Fatimah mengobrol.

Sayidah Fatimah kemudian melihat Mutiah meletakkan makanan di sebuah wadah, dan tak lupa, Mutiah juga mengikut sertakan sebuah cambuk. Fatimah yang merasa penasaran dengan hal itu, kemudian memberanikan diri bertanya, “Untuk apa cambuk itu?”

Mutiah menjelaskan, bahwa jika suami Mutiah merasa masakannya tidak enak, dia ridha untuk menyerahkan cambuk itu kepada suaminya untuk dipukulkan ke punggungnya. Mendengar hal itu, Fatimah kemudian bertanya kembali, “Apakah itu kehendak suamimu?”. Mutiah pun menjawab, “Bukan. Semua ini kulakukan karena keinginanku sendiri, agar jangan sampai aku menjadi istri durhaka kepada suamiku. Aku hanya mencari keridhaan dari suami, karena istri yang baik adalah istri yang patuh pada suami yang baik dan suami ridha kepada istrinya.”

Kisah tersebut menggambarkan seolah-olah bahwa untuk menjadi istri yang salehah itu harus siap di-KDRT. Demi mendapatkan ridha suami, seorang istri harus siap di-KDRT hanya karena kesalahan sepele. Apakah benar seperti itu? Dalam menjawab hal ini terdapat beberapa hal;

Pertama; meskipun kisah Ummu Mutiah sangat viral di Media Sosial, ternyata[4] tidak ada satupun dari situs-situs itu, yang menyebutkan sumber rujukan kisah itu. Baik buku induk hadis, maupun buku disiplin ilmu lainnya. Karena itu keberadaan dan kebenaran kisah tersebut masih diragukan. Di sisi lain, saat kebenaran keberadaannya diragukan, bagaimana dapat dianggap sebagai ajaran Islam?

Kedua; andaikan keberadaan kisah Ummu Mutiah itu benar adanya, dan Rasulullah SAW menyetujui sikap Ummu Mutiah untuk di-KDRT suami hanya karena kesalahan sepele, dan dianggap sebagai sebuah tuntunan untuk menjadi istri salehah, apakah itu tidak bertentangan dengan ajaran Islam yang dibawanya? Ajaran Islam sangat memuliakan perempuan, bahkan Rasulullah SAW sendiri yang memerintahkan agar  memuliakan perempuan. Bagaimana tidak, beliau sendiri yang memerintahkan agar memperlakukan perempuan dengan baik, dan memuliakannya, namun di sisi lain beliau sendiri yang menyetujui sikap merendahkan, berlaku kasar dan tidak memuliakan perempuan. Apakah mungkin hal yang kontradiksi tersebut dilakukan oleh Rasulullah SAW?

(وَ مَنِ اتَّخَذَ زَوْجَهً فَلْیُکْرِمْهَا‌»)[5]

Rasulullah SAW, “Barangsiapa yang menikahi perempuan maka muliakanlah.”

(«خَیْرُکُمْ خَیْرُکُمْ لِنِسَائِکُمْ وَ بَنَاتِکُمْ‌)[6]

Rasulullah SAW bersabda, “Sebaik-baiknya kalian adalah orang yang paling baik terhadap istri dan anak perempuannya.”

Juga hal tersebut bertentang dengan esensi ajaran Islam lainnya yang humanis; memanusiakan manusia dan rasionalis; ajarannya sangat masuk akal dan logis. Apakah mungkin dibenarkan oleh akal sehat hanya karena kesalahan sepele seorang Istri diperlakukan tidak manusiawi? Ataukah dibenarkan hati nurani perbuatan kekerasan tersebut?

            Ketiga; terdapat hadis masyhur terkait perempuan penghuni dan penghulu surga, di mana dalam hadis tersebut, nama Ummu Mutiah tidak disebutkan.

    سَيِّدَاتُ نِسَاءِ أَهْلِ الْجَنَّةِ أَرْبَعٌ: مَرْيَمُ وَفَاطِمَةُ وَخَدِيجَةُ وَآسِيَةُ

Rasulullah SAW bersabda, “Para wanita penghulu surga ada empat; Maryam, Fatimah, Khadijah, dan Asiyah.”[7]

Dengan demikian, karena keberadaan hadis yang mengisahkan perempuan yang pertama masuk surga yang disebabkan sikapnya yang siap di-KDRT demi meraih ridha suami itu diragukan, maka pesan dari hadis tersebut tidak dapat diamalkan oleh para istri. Bagaimana tidak, hadisnya saja belum jelas keberadaannya dan kebenarannya, bagaimana para istri dapat mengamalkan isi dari hadis tersebut. Di samping juga terdapat jawaban-jawaban lainnya yang telah disampaikan di atas bahwa Islam agama yang memanusiakan manusia, yang sesuai dengan akal sehat dan hati nurani. Sementara perbuatan melakukan kekerasan terhadap istri hanya karena kesalahan sepele adalah yang yang bertentangan dengan semua itu.

 

 

[1] https://www.youtube.com/watch?v=rdkDlzEoGo8; https://www.youtube.com/watch?v=jpbUQXdphdI;

[2] https://mediapakuan.pikiran-rakyat.com/beja-ti-batur/pr-633124092/kok-bisa-kisah-mutiah-wanita-pertama-yang-masuk-syurga-ternyata-ini-alasannya; https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/06/21/m5z1ka-mujahidah-ummu-mutiah-perempuan-pertama-penghuni-surga-1;

[3] https://islami.co/inilah-perempuan-pertama-yang-masuk-surga-setelah-istri-rasulullah/; https://dakwah.kamikamu.co.id/kisah-ummu-mutiah-wanita-pertama-penghuni-surga-setelah-ummul-mukminin/;

[4] https://muslimah.or.id/5975-mutiah-wanita-pertama-penghuni-surga-mana-dalilnya.html

[5] Mirza Husein Nuri, Mustadrak Wasail, jil. 14, hal, 250.

[6] Mirza Husein Nuri, Mustadrak Wasail, jil. 14, hal, 250.

[7] Ibnu Hajar al-Askalani (1415 HQ), Al-Ashabah fi Tamyiizish Shahabah, jil.8, hal.264.