Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Dalam Hal-Hal Berikut Bohong Diperbolehkan

1 Pendapat 05.0 / 5

Tidak diragukan lagi bahwa terdapat keburukan, cela dan dosa dari perbuatan bohong. Namun tidak sedemikian mutlaknya bahwa bohong itu buruk dalam segala hal dan bebas dari segala syarat. Akan tetapi, jika untuk kemaslahatan yang besar dan sangat amat mendesak, terdapat bohong yang dibolehkan. Saat itu, kita berada di antara dua pilihan, apakah bohong akan kita tinggalkan dan kemaslahatan besar kita buang, ataukah memilih kemaslahatan dan dengan terpaksa kita berbohong? Kita harus memilih satu di antara keduanya.
Oleh karena itu, keburukan dan keharaman bohong berhadapan dengan kemaslahatan yang lebih besar.
Dengan alasan ini, akan kami terangkan perkara-perkara yang diperbolehkan berbohong atasnya.

1. Keadaaan Darurat (Sangat Penting dan Mendesak)

Terkadang terjadi, untuk mempertahankan jiwa, harta dan harga diri dari marabahaya, tiada yang dapat dilakukan kecuali berbohong. Dalam kondisi seperti ini, bohong diperbolehkan. Al-Quran ingin menghibur orang-orang yang berada dalam paksaan dan tekanan, supaya mengucapkan kata-kata kafir, tetapi hati mereka tetap dalam keimanan kepada Allah, dengan mengatakan: “Kecuali orang yang dipaksa, sedang hatinya tenang dalam keimanan.” (QS an-Nahl:l06)
Rasulullah saw. bersabda, “Tiada sesuatu (yang diharamkan), melainkan telah Allah halalkan bagi orang yang dalam bahaya dan terpaksa.”
Jadi sebagaimana telah diterangkan, bahwa keterpaksaan tersebut sampai pada tingkatan kesulitan yang sangat berat dan tidak mampu menanggungnya, seperti kesulitan menjaga harta, jiwa atau harga diri. Namun, untuk mengatasi kesulitan yang bersifat parsial dan tidak penting maka tidak dapat kita katakan terpaksa kita berbohong.

2. Perdamaian

Untuk mengatasi dan menghilangkan perselisihan, pertikaian dan permusuhan di antara orang-orang (misalnya dalam keluarga, antara teman dan sebagainya), jika untuk mencapai perdamaian dan kesepakatan antara mereka tiada jalan lain kecuali melalui jalan bohong, maka dalam kondisi seperti itu bohong tidak masalah. Demikian sebaliknya, jika kejujuran menimbulkan api kebencian dan permusuhan di antara mereka semakin berkobar, maka hal ini akan rnenjadi perkara yang buruk dan tercela.
Rasulullah saw. bersabda kepada Ali as., “Wahai Ali, sesungguhnya Allah menyukai kebohongan dalam rangka pendamaian dan membenci kejujuran dalam rangka perusakan.”

3. Bohong untuk membangun siasat dalam perpolitikan

Salah satu taktik pertahanan yang disepakati Islam, ialah menipu musuh. Dalam arti, melalui jalan menipu, kita dapat menghantam sistem pertahanan musuh atau dapat menggoyang kondisi pertahanan dan kesiapan mereka. Berdasarkan ini, maka suatu ucapan atau pekerjaan yang dapat menipu musuh meskipun dengan bohong, di medan perang diperbolehkan. Rasulullah saw. bersabda, “Tipuan itu (dibolehkan) dalam peperangan.”

4. Bohong dengan maksud untuk bercanda

Tatkala bersenda-gurau, orang-orang suka berkata bohong. Jika mereka ditanya mengapa berbohong? Mereka akan mengatakan, “Kami tidak berbohong, kami hanya bercanda.” Jadi harus kita perhatikan, bahwa antara bohong bercanda dan bohong sungguhan dilihat dari sisi buruk dan kekejiannya, terdapat perbedaan di antara keduanya.
Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya bohong itu tidak bermaslahat, baik sungguhan dan maupun bercanda.”
Beliau juga bersabda, “Celakalah bagi yang berkata bohong untuk membuat suatu kaum tertawa, celaka baginya dan celaka baginya.”
Imam Baqir as. berkata, “Hati-hatilah bohong yang kecil dan yang besar, yang sungguhan maupun bercanda.”

5. Tauriyah atau Menyembunyikan Makna Sebenarnya

Akhir pembahasan yang berkaitan dengan bohong, ialah masalah tauriyah. Tauriyah diartikan sebagai suatu ucapan yang mempunyai dua makna, yaitu makna hakiki dan bukan hakiki. Ketika pembicara bermaksud mengatakan sesuatu yang bermakna hakiki, namun oleh si pendengar dipahami dengan makna yang lain. Tauriyah, pada hakikatnya bukanlah bohong. Akan tetapi, gambaran dan pemahamannya mirip dengan bohong. Dalam kondisi ketika kita tidak ingin berkata jujur, tetapi pada saat yang sama kita juga tidak mati berkata bohong, maka kita dapat berbuat tauriyah. Misalnya, seseorang sedang mencari salah satu di antara kalian, dan kalian tidak mau memberitahukan kepadanya di mana sebenarnya ia berada. Kemudian kalian menjawabnya, “Tadi aku lihat ia di masjid.” Bisa jadi kalian telah melihatnya selama seminggu di masjid, dari sisi ini kalian benar. Akan tetapi si penanya menyangka, sampai sekarang kalian melihat dirinya berada di masjid karena itu ia bergegas mencarinya di masjid.[]