Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Dalil Mimpi Aliran Al-Yamani dan Keanehannya

1 Pendapat 05.0 / 5

Salah satu cara untuk meyakinkan kebenaran ajarannya kepada orang lain, aliran Yamani menggunakan metode mimpi bertemu Rasulullah atau para Imam Maksum Ahlulbait. Seperti yang sudah dijelaskan di tulisan sebelumnya, maksud dari mimpi di sini adalah, ketika seseorang memimpikan Rasulullah dan para Imam Ahlulbait, lalu mereka mengonfirmasi kebenaran ajaran mereka, maka hal itu, di mata mereka (pengikut Yamani) adalah dalil kalau ajaran Hasan al-Yamani yang selama ini mereka anut adalah benar.

Metode mimpi yang dipakai oleh aliran Yamani untuk membuktikan kebenaran keyakinannya, bukanlah sesuatu yang baru di dunia Islam. Sebut saja, Sayyid Muhammad Nur Bakhs, misalnya, yang pernah mengaku sebagai Imam Mahdi, juga menggunakan metode mimpi untuk membuktikan kalau dirinya adalah al-Mahdi. Pun dengan Mirza Ahmad Qadyani, yang juga pernah mengklaim dirinya sebagai al-Mahdi dan seorang nabi dan seterusnya dan seterusnya.

Salah satu alasan, kenapa aliran Yamani menggunakan metode mimpi sebagai pembuktian keabsahan keyakinannya, setidaknya mereka mengacu pada riwayat dari Nabi Saw., yang berbunyi begini,

“Barang siapa yang memimpikan diriku di dalam tidurnya, maka ia benar-benar memipikanku. Sungguh, setan tidak akan menjasadkan dirinya dalam bentuk diriku, baik di dunia mimpi maupun nyata; juga tidak akan menjasadkan dirinya dalam bentuk washi-washi-ku (para imam Ahlulbait) hingga hari kiamat.”[1]

Terkait metode mimpi ini, setidaknya telah dijawab dengan gamblang di dalam tulisan sebelumnya. Namun, sebagai penyempurnaan dari tulisan tersebut, penulis hendak menambahkan jawaban lain, yang barang kali dapat menambah gudang pengetahuan kita terkait aliran Yamani tersebut. Sebelum melangkah lebih jauh, perlu kita tahu, ada dua jenis mimpi, mimpi yang sifatnya bohong dan mimpi yang bersifat benar. [2]

Lebih dari itu, Imam Ja’far Shadiq as., menjelaskan tentang ragam mimpi. Dalam pandangannya, ada tiga mimpi, pertama mimpi yang mengandung kabar gembira, yang dikhususkan untuk orang-orang Mukmin. Kedua, adalah mimpi yang di dalamnya terkandung sebuah peringatan dari setan. Ketiga, mimpi yang di dalamnya terkandung sebuah kekacauan.[3]

Sebagai penutup, mari kita sejenak berpikir. Seperti yang telah disinggung di atas, tentang adanya jenis mimpi, ada yang bohong dan benar. Jika seseorang yang memimpikan Nabi Muhammad Saw., dan para Imam Maksum tidak tahu apakah mimpinya termasuk jenis bohong dan benar, maka hal ini tidak dapat dijadikan sebuah dalil untuk membuktikan kebenaran dari sebuah keyakinan.

[1] Biharul Anwar, Allamah Majlisi, jil. 58, hal. 241

[2] Al-Fusul Muhimmah fi Ushulil A’immah, Syekh Muhammad bin Hasan Al-Huri Al-Aamili, jil. 1, hal. 689.

[3] Al-Fusul Muhimmah fi Ushulil A’immah, Syekh Muhammad bin Hasan Al-Huri Al-Aamili, jil. 1, hal. 689.